Jumat, 03 Juli 2020

TULISAN TENTANG INJIL THOMAS


Thomas adalah salah seorang rasul Yesus, yang dikenal dengan nama lain sebagai Didimus. Pada umumnya nama Thomas dikaitkan dengan keraguan atau kepercayaan yang harus dibuktikan dengan fakta empirik. Hal ini terkait dengan keraguannya atas informasi dari rekan-rekannya bahwa Yesus sungguh telah bangkit. Thomas menolak apa yang disampaikan rekan-rekannya dengan mengatakan bahwa sebelum melihat dan merasakan secara lansung bekas-bekas luka Yesus, dia tidak akan mau percaya.
Karena masuk dalam golongan para rasul, nama Thomas memiliki otoritas untuk sebuah penulisan kisah tentang Yesus, yang dikenal dengan sebutan “injil”. Karena itu, ketika ada penemuan tentang “injil” Thomas, banyak orang mengira itu berasal dari Rasul Thomas, sebagaimana dengan Injil Matius dan Injil Yohanes. Akan tetapi, banyak hali meragukan bukti tersebut. Keraguan ini bukan sebagai bentuk “balas dendam” atas keraguan Thomas pada kebangkitan Yesus.
Delapan tahun lalu, blog budak-bangka menurunkan dua tulisan tentang injil Thomas ini. Kedua tulisan itu adalah:
    1.   INJILTOMAS  
Untuk membaca tulisan tersebut, langsung saja klik di judul tulisannya. Dua tulisan ini berguna untuk menambah wawasan seputar injil-injil apokrif. Selamat membaca!!!

MEMBACA BUKU “TIGA PILAR AGAMA ISLAM: PENGANTAR KEPADA PENGENALAN AGAMA ISLAM”

Ketika kelompok teroris al-Qaeda, pimpinan Osama bin Laden, menyerang beberapa titik di Amerika Serikat pada 11 September 2001, ditambah dengan serangan teroris kelompok Imam Samudra, Amrozi, dkk di beberapa lokasi di Bali pada 12 Oktober 2002, sontak agama islam dinilai dan divonis sebagai agama teroris. Penilaian dan vonis itu bukannya tanpa alasan. Semua pelaku terorisme adalah umat islam dan mendasarkan aksinya pada ajaran islam. Keislaman melekat erat pada diri setiap teroris. Akan tetapi, tak sedikit juga tokoh islam membela dan menyatakan bahwa serangan itu bukan karya islam. Ada juga yang membela dengan mengatakan agama islam telah dibajak para teroris. Dan segudang pembelaan serta rasionalisasi diri.

Berbeda dengan kasus orang menjadi mualaf karena menyaksikan keramahan atau kesejukan umat islam saat shalat. Misalnya, penyanyi asal Amerika Serikat Jennifer Grout, yang masuk islam lantaran keramahan orang Maroko saat ia berlibur di sana; atau Sarah Joseph, yang menjadi mualaf setelah tersentuh melihat orang shalat. Terhadap peristiwa seperti ini, umat islam tentulah menjadi bangga. Kebanggaan itu tidak hanya ditujukan kepada para mualaf itu saja, tetapi juga, terlebih, pada agamanya. Peristiwa ini sering dikaitkan dengan kebenaran dan keindahan agama islam. Jika dalam peristiwa teroris, umat islam mengatakan “itu bukan islam”, dalam peristiwa perpindahan agama mereka pasti mengatakan “itulah islam.”

Dua fenomena tersebut, vonis islam sebagai agama teroris dan keindahan agama islam, sama-sama merupakan contoh yang salah atau keliru. Kesalahannya terletak pada kesan pertama yang dijadikan landasan pembenaran/kebenaran. Ketika kesan pertama buruk, maka buruk juga penilaiannya; inilah yang terjadi pada fenomena pertama. Kesan pertama orang ketika melihat aksi terorisme itulah yang dijadikan landasan penilaian atas agama islam. Sedangkan pada fenomena kedua, kesan pertama yang muncul adalah baik sehingga mereka pun menilai agama islam sebagai agama yang baik. Dengan kata lain, dalam dua fenomena di atas, kebenaran agama islam terletak pada kesan yang pertama dilihat atau dirasakan. Kebenaran bukan terletak pada ajaran agamanya.

Buku “TIGA PILAR AGAMA ISLAM: Pengantar kepada Pengenalan Agama Islam” hendak membuka wawasan orang akan agama islam, yang bukan dilandaskan pada kesan atau selera, melainkan pada ajaran. Buku ini hanya sebatas pengantar untuk mengenal agama islam. Untuk mendapatkan buku ini silahkan klik di sini. Selamat membaca!!!