Rabu, 31 Desember 2014

Alasan Remaja Berkencan

ALASAN-ALASAN YANG UMUM UNTUK BERKENCAN SELAMA MASA REMAJA
Hiburan
Apabila berkencan dimaksudkan untuk hiburan, remaja menginginkan agar pasangannya mempunyai pelbagai ketrampilan sosial yang dianggap penting oleh kelompok sebaya, yaitu sikap baik hati dan menyenangkan. Remaja laki-laki diharapkan memiliki mobil atau dapat mengemudikan mobil dan memiliki uang.

Sosialisasi
Kalau anggota kelompok sebaya membagi diri dalam pasangan-pasangan kencan, maka laki-laki dan perempuan harus berkencan apabila masih ingin menjadi anggota kelompok dan mengikuti pelbagai kegiatan sosial kelompok. Pasangan kencan harus mau mengikuti kegiatan-kegiatan sosial dan mempunyai ketrampilan-ketrampilan sosial, waktu, uang dan kemandirian yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi.

Status
Berkencan bagi laki-laki dan perempuan, terutama dalam bentuk berpasangan tetap, memberikan status dalam kelompok sebaya. Semakin popular pasangan kencan di dalam kelompok dan semakin tinggi status sosioekonomi keluarga pasangan kencan di dalam masyarakat, maka akan lebih menguntungkan bagi remaja. Berkencan dalam kondisi demikian merupakan batu loncatan ke status yang lebih tinggi dalam kelompok sebaya.

Masa Pacaran
Dalam pola pacaran, berkencan berperan penting, karena remaja jatuh cinta dan berharap serta merancanakan perkawinan, ia sendiri harus memikirkan sungguh-sungguh masalah keserasian pasangan kencan sebagai teman hidup.

Pemilihan Teman Hidup
Remaja yang ingin menikah setelah tamat sekolah menengah atas dan tidak mempunyai rencana untuk mengikuti pendidikan lebih tinggi menganggap berkencan sebagai kesempatan untuk menjajagi beberapa pasangan kencan apakah ada di antara mereka yang mempunyai sifat-sifat yang diinginkan sebagai teman hidup di masa depan. Yang terutama ditekankan adalah persesuaian minat, temperamen dan cara-cara mengungkapkan kasih sayang. Sifat-sifat yang sesuai tersebut membenarkan mereka melakukan cumbu yang berat dan senggama. Banyak remaja yang bermaksud cepat menikah memandang kencan sebagai cara percobaan atau usaha untuk mendapatkan teman hidup.

sumber: Elizabeth B. Hurlock, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5). Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 228.
Baca juga:

Orang Kudus 31 Desember: St. Melania

SANTA MELANIA, MARTIR
Melania Muda adalah cucu Santa Melania Tua dan anak dari Rublicola dan Albina. Ia lahir di Roma dari sebuah keluarga Kristen yang kaya raya. Ayahnya seorang senator yang ambisius sekali. Demi harta dan nama baik keluarganya, ayahnya menikahkan Melania dengan saudara sepupunya, Pinianus. Melania tidak setuju, namun ia yang baru berusia 13 tahun itu tak berdaya menghadapi ambisi orangtuanya. Dengan berat hati ia mengiyakan juga perkawinan itu. Mereka dikaruniai 2 orang putera. Melania sangat baik, penuh pengabdian dan berjiwa social. Sifat sosialnya itu membuat dia tidak disenangi oleh kaum kerabatnya. Sepeninggal kedua puteranya, sikap sosial Melania baru diterima, bahkan disenangi oleh kaum miskin karena karya amalnya kepada mereka dan kepada Gereja. Bersama suaminya, Melania menolong membebaskan ratusan budak belian dengan harga tebusan yang sangat mahal.

Tahun-tahun terakhir hidupnya penuh dengan cobaan. Ketika Roma diserang bangsa Visigoth, mereka terpaksa mengungsi ke Afrika. Di sana mereka memiliki tanah yang luas. Pada tahun 417 mereka pindah ke Yerusalem dan tinggal dekat makan suci Yesus. terpengaruh oleh corak hidup pertapaan di padang gurun Mesir, maka mereka mulai menghayati cara hidup bertapa itu. Di situ ia berjumpa dengan kemenakan Santa Paula dan menjalin hubungan baik dengan Santo Hieronimus. Pada tahun 432 suaminya Pinianus meninggal dunia. Ia tidak putus asa. Sebagai janda ia menghimpun para wanita untuk mendirikan satu biara di Bukit Zaitun. Usahanya diperluas hingga ke Afrika dengan 2 buah biara di sana. Tahun-tahun terakhir hidupnya dimanfaatkan di dalam kelompok orang-orang kudus seperti Santo Hieronimus, Santo AgustinusSanto Paulinus, dll, dengan menyalin buku-buku rohani. Ia wafat pada tahun 439 di Betlehem, seminggu setelah merayakan Natal.

sumber: Iman Katolik

Renungan Oktaf Natal VII - B

Renungan Oktaf Natal VII, Thn B/I
Bac I    1Yoh 2: 18 – 21; Injil                        Yoh 1: 1 – 18;

Hari ini merupakan oktaf natal yang ketujuh. Hari ini bacaan-bacaan liturgi diambil dari tulisan Yohanes. Bacaan pertama diambil dari Surat Yohanes yang Pertama. Dalam suratnya ini, Yohanes berbicara tentang kemunculan anti-kristus. Yohanes menegaskan bahwa anti-kristus ini berasal dari dalam Gereja (jemaat) sendiri, dan mereka mewartakan dusta tentang Kristus. Yohanes dengan tegas menyatakan bahwa apa yang mereka sampaikan adalah dusta, karena bagi Yohanes “tidak ada dusta yang berasal dari kebenaran.” (ay. 21). Di sini Yohanes mau mengatakan bahwa kebenaran hanya akan melahirkan kebenaran, sedangkan dusta melahirkan dusta. Dan bagi Yohanes, kebenaran itu ada dalam Kristus.

Kebenaran ada dalam Kristus ditekankan juga oleh Yohanes dalam Injilnya hari ini. Dalam Injil Yohanes coba memaparkan secara filosofis kehadiran Allah dalam diri Tuhan Yesus dan peran Yohanes Pembaptis. Dikatakan bahwa pada mulanya adalah Firman. Firman itu adalah Allah, dan Firman itu menjadi Manusia. Dialah Yesus Kristus. Menurut Yohanes, “kebenaran datang oleh Yesus Kristus.” (ay. 17). Hal ini didasarkan pada fakta bahwa Tuhan Yesus sudah melihat Allah dan mengenal-Nya. Tuhan Yesus sudah menyatakan Allah kepada manusia.

Anti-kristus sudah dinyatakan sejak dulu oleh Yohanes dalam suratnya. Bahkan Tuhan Yesus sendiri pernah mengungkapkan hal itu. Menarik untuk disimak bahwa anti-kristus itu muncul dari dalam Gereja sendiri. Mereka adalah orang yang meninggalkan Gereja dan kemudian menyerang Gereja. Ini dapat kita temui hingga saat ini. Sabda Tuhan hari ini mau menyadarkan kita akan keberadaan anti-kristus ini. Tujuannya supaya kita tidak disesatkan olehnya. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki agar kita tetap setia pada kebenaran iman yang telah diwariskan oleh para rasul dan para pengganti-pengganti mereka. Dan kebenaran itu hanya ada pada Kristus Yesus.

by: adrian

Selasa, 30 Desember 2014

(Refleksi) Pesan Bunda Maria Menyambut Tahun Baru

MEREKA MABUK KEHAMPAAN
Pengantar

Pesan Bunda Maria ini diambil dari wawancara batin antara Don Stefano Gobbi dan Bunda Maria. Wawancara batin adalah suatu gejala mistik yang ada dalam kehidupan Gereja. Ia bukanlah komunikasi inderawi. Dalam wawancara batin ini orang tidak mendengar dengan telinga atau melihat dengan mata dan tidak ada sesuatu yang bisa disentuh. Jadi, wawancara batin merupakan karunia dalam wujud pesan yang disampaikan Allah supaya kita laksanakan dengan bantuan-Nya.

Dalam wawancara batin di sini, Don Stefano menjadi alat komunikasi; dimana kebebasannya tetap terjaga, ia mengungkapkan persetujuan terhadap kegiatan Roh Kudus. Artinya, ia tidak mencari-cari gagasan atau cara pengungkapannya. Ia murni sebagai penyalur pesan.

Wawancara batin antara Bunda Maria dan Don Stefano Gobbi ini memuat pesan Bunda Maria untuk para imam. Pesan yang disampaikan dalam wawancara batin itu, meski terjadi pada tahun 1973, namun nilai dan maknanya masih relevan hingga saat kini. Pesan Bunda Maria ini, secara khusus ditujukan kepada para imam, akan tetapi peruntukkannya bisa juga untuk umat katolik dan umat manusia pada umumnya. Jadi, dalam pesan Bunda Maria yang disampaikan masa lalu, terdapat butir-butir pencerahan untuk masa sekarang.

Semuanya tergantung sejauh mana hati kita terbuka mencerapnya.

Bunda Maria Berpesan:

“Pada saat ini betapa banyak orang yang merayakan datangnya tahun baru dengan hiburan-hiburan yang sebagian besar hampa dan bertentangan dengan martabat luhur makhluk yang dikasihi dan ditebus oleh Puteraku.

Mereka, anak-anakku yang malang ini, menjadi mabuk dengan kehampaan, dan betapa tidak bahagianya mereka.

Untuk kamu, tetaplah waspada; berdoalah juga bagi mereka. Dengan tahun baru ini, saat-saat yang menentukan kini mendekat; peristiwa-peristiwa besar menanti kamu. Maka, awalilah tahun baru ini dengan bersujud, berdoa bersamaku.”
31 Desember 1973
diedit dari : Marian Centre Indonesia, Kepada Para Imam: Putra-putra Terkasih Bunda Maria. (hlm 111)

Orang Kudus 30 Desember: St. Sabinus

SANTO SABINUS, USKUP & MARTIR
Sabinus adalah uskup kota Asisi. Bersama beberapa orang imamnya, ia ditangkap dan dipenjarakan di kala Kaisar Diokletianus dan Maksimianus melancarkan penganiayaan terhadap umat Kristen pada tahun 303. Pengadilan atas diri Sabinus bersama imam-imamnya dan seluruh umatnya ditangani langsung oleh Gubernur Venustian di kota Umbria. Mengikuti kebiasaan yang berlaku pada setiap pengadilan terhadap orang-orang Kristen, Venustian memerintahkan Sabinus bersama para imam dan seluruh umatnya menyembah sujud patung Dewa Yupiter, dewa tertinggi Bangsa Romawi. Mereka harus menyembah Yupiter karena Yupiterlah yang menurunkan hujan dan memberikan cahaya matahari kepada manusia, terutama karena Yupiter adalah pembela ulung kekuasaan Romawi di seluruh dunia.

Mendengar perintah sang Gubernur Venustian, Sabinus tampil ke depan seolah-olah hendak menyembah patung Dewa Yupiter. Ia menyentuh patung itu dengan jarinya dan patung itu sekoyong-koyong hancur berkeping-keping dan berserakan di atas tanah. Semua orang yang hadir di situ tercengang keheranan. Melihat keajaiban itu, Venustian marah dan segera memerintahkan agar tangan Sabinus dipotong. Sementara itu para imamnya disiksa hingga mati.

Para serdadu yang diperintahkan memotong tangan Sabinus menggiring Sabinus ke hadapan Venustian untuk dihukum. Ketika berada di hadapan Venustian, Sabinus tergerak hatinya oleh belas kasihan atas Venustian yang sudah lama menderita penyakit mata yang membahayakan. Ia berdoa kepada Yesus lalu menyentuh mata Venustian. Seketika itu juga sembuhlah mata Venustian. Mengalami kebaikan hati Sabinus, Venustian terharu dan melepaskan Sabinus. Ia sendiri pun kemudian bertobat dan minta dipermandikan. Tak lama kemudian Venustian yang sudah menjadi Kristen itu ditangkap dan dipenggal kepalanya oleh kaki tangan Gubernus Asisi yang baru. Hal yang sama dilakukan pula atas diri Uskup Sabinus.

sumber Iman Katolik

Renungan Oktaf Natal VI - B

Renungan Oktaf Natal VI, Thn B/I
Bac I    1Yoh 2: 12 – 17; Injil                        Luk 2: 36 – 40;

Hari ini merupakan oktaf natal yang keenam. Hari ini bacaan pertama diambil dari Surat Yohanes yang Pertama. Di dalam suratnya ini, Yohanes menyampaikan nasehatnya kepada anak-anak, bapa-bapa (orang tua) dan anak-anak muda. Pertama-tama Yohanes mau menyadarkan mereka bahwa dosa mereka sudah diampuni oleh nama Yesus Kristus. Karena sudah ditebus, maka Yohanes meminta mereka untuk menjaga rahmat penebusan itu. Hal ini dapat dilakukan dengan hidup sesuai kehendak Allah, hidup dalam kasih-Nya dan senantiasa melakukan kebaikan dan kebenaran.

Apa yang disampaikan Yohanes dalam bacaan pertama, terlihat dalam diri Hana, seorang nabi perempuan, anak Fanuel dari suku Asyer, sebagaimana diwartakan Injil hari ini. Dalam Injil Hana digambarkan sebagai orang yang hidup menurut perintah dan kehendak Tuhan. Dikatakan bahwa Hana “tidak pernah meninggalkan Bait Allah dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa.” (ay. 37).

Sabda Tuhan hari ini mau menyadarkan kita untuk selalu hidup mengikuti perintah dan kehendak-Nya. Hal ini sebagai ungkapan syukur dan tanggung jawab atas rahmat penebusan yang telah kita terima dari Tuhan Yesus. kita mendapat contoh teladan dalam diri Hana. Oleh karena itu, melalui sabda-Nya Tuhan menghendaki agar kita senantiasa hidup sesuai kehendak Allah, hidup dalam kasih-Nya dan senantiasa melakukan kebaikan dan kebenaran kepada sesama.

by: adrian

Senin, 29 Desember 2014

Orang Kudus 29 Desember: St. Thomas Becket

SANTO THOMAS BECKET DARI CANTERBURY, USKUP & MARTIR
Thomas Becket lahir di London pada tahun 1118. Orangtuanya berkebangsaan Normandia. Semenjak kecilnya Thomas menunjukkan bakat-bakat yang luar biasa. Ia belajar di biara Merton di Surrey, kemudian di London dan Paris. Pada usia 21 tahun ia sudah berkecimpung di dunia politik di London. Kepandaiannya menarik hati Theobaldus, Uskup Agung Canterbury sehingga ia ditahbiskan menjadi diakon dan dibebani macam-maam tugas.

Akhirnya namanya yang harum itu terdengar juga oleh Raja Henry II. Atas rekomendasi Uskup Theobaldus, Raja Henry II mengangkat Thomas menjadi penasehatnya. Sebagai seorang abdi sekaligus sahabat raja, Thomas mendampingi raja dalam berbagai urusan kenegaraan. Ia menyusun dan mengatur perjanjian damai dengan Perancis pada tahun 1160. Sepeninggal Uskup Theobaldus pada tahun 1161, Raja Henry mengangkat dia menjadi Uskup Agung Canterbury karena ia membutuhkan seorang pendamping yang mampu membantunya dalam urusan-urusan kerajaan. Thomas sendiri sangat segan menerima jabatan mulia itu. Tetapi demi kelangsungan kepemimpinan di dalam Gereja, Thomas akhirnya dengan rendah hati menerima juga jabatan itu.

Setelah ditahbiskan menjadi Uskup Agung Canterbury, Thomas mengundurkan diri dari jabatan penasehat raja agar supaya ia lebih leluasa menjalankan tugas-tugas kegembalaan. Ia meninggalkan gelandang politik, meninggalkan segala kemewahan duniawi, lalu mulai lebih memusatkan perhatian pada bidang kerohanian, kasih amal dan studi teologi. Hidupnya ditandai dengan kesederhanaan. Ia gigih membela hak-hak Gerena dari rongrongan pihak manapun. Dengan tegas ia menolak menandatangani Konstitusi Klarendon, suatu dokumen yang memberikan hak kepada pemerintah untuk campur tangan di dalam urusan-rusan Gerejawi. Karena itu, Henry mulai mengambil tindakan keras terhadapnya.

Dalam suatu pertemuan di Northampton pada 13 Oktober 1164, Thomas secara terbuka menentang Henry dengan meninggalkan pertemuan itu. Ia naik banding kepada Paus dan mengasingkan diri ke Perancis. Raja Louis VII menyambut baik kedatangannya dan mengizinan dia tinggal di sana selama 6 tahun. Raja Henry mengambil alih seluruh kekayaan keuskupannya. Namun Paus tidak mengizinkan Thomas meletakkan jabatannya. Pada tahun 1170 Henry menawarkan perdamaian dengan Thomas dan mengizinkan dia kembali ke Inggris.

Pada bulan Desember 1170, Thomas kembali ke Ingris dan diterima dengan meriah oleh seluruh umat. Namun ia tidak mau mengampuni uskup-uskup yang memihak raja sebelum mereka bersumpah setia kepada Paus. Ia bahkan memanfaatkan izinan Paus Aleksander III yang diberikan pada tahun 1166 untuk mengekskomunikasikan uskup-uskup itu. Tindakan ekskomunikasi ini membuat raja sangat kesal dan marah. Empat orang perwiranya segera diperintahkan ke Canterbury untuk membunuh Thomas. Ketika itu Thomas sedang melakukan ibadat sore di dalam katedralnya. Empat perwira itu segera menyergap dan membunuh Uskup Thomas di depan Sakramen Mahakudus. Peristiwa sadis ini terjadi pada 29 Desember 1170.

Thomas dari Canterbury segera dihormati sebagai orang kudus oleh seluruh umat dan tempat di mana ia dibunuh dihormati sebagai tempat keramat. Raja Henry merasa puas dengan pembunuhan itu. Namun suara hatinya terus mengusik batinnya sehingga pada tahun 1172 ia membatalkan Konstitusi Klarendon dan melakukan pertobatan di hadapan seluruh umat. Pada 21 Februari 1173, Paus Aleksander III secara resmi mengumumkan kanonisasi Thomas. Tempat pembunuhannya menjadi salah satu tempat ziarah terkenal di Eropa sampai Raja Henry VIII membongkarnya dan mengambil alih kekayaannya pada tahun 1538. Kata-katanya terakhir sebelum menghembuskan nafasnya ialah, “Aku bersedian mati demi nama Yesus dan Gereja-Nya.”

sumber: Iman Katolik

Renungan Oktaf Natal V - B

Renungan Oktaf Natal V, Thn B/I
Bac I    1Yoh 2: 3 – 11; Injil              Luk 2: 22 – 35;

Hari ini merupakan oktaf natal yang kelima. Bacaan pertama hari ini diambil dari Surat Yohanes yang Pertama. Dalam suratnya ini, Yohanes mengungkapkan bahwa ada kaitan antara mengenal Allah dengan mengikuti perintah Allah. Bagi Yohanes, orang yang mengenal Allah adalah juga yang melakukan perintah Allah. Tidak mungkin orang mengaku kenal akan Allah, namun tidak pernah menuruti perintah-Nya. Orang seperti ini, menurut Yohanes, tak ubahnya sebagai pendusta.

Apa yang diungkapkan Yohanes dalam bacaan pertama, terlihat dalam keluarga Maria dan Yosef, sebagaimana diwartakan Injil hari ini. Dalam Injil dikisahkan bahwa keluarga Yosef dan Maria menyerahkan Bayi mereka, yaitu Tuhan Yesus, kepada Allah sesuai dengan perintah Tuhan. Dengan kata lain, mereka menuruti perintah Tuhan. Maka bisa dikatakan kalau keluarga ini mengenal Tuhan. Hal yang sama terjadi dengan Simeon. Ia hidup mengikuti perintah Tuhan, sehingga ia benar-benar mengenal Tuhan yang datang ke Bait Allah, dan ia berkesempatan melihat-Nya.

Sabda Tuhan hari ini mau menegaskan kepada kita tentang adanya kesesuaian antara perkataan dan tindakan. Tak sedikit orang mengaku mengenal Tuhan. Akan tetapi, perilaku hidupnya tidak mencerminkan pengenalannya akan Tuhan. Hidupnya tidak sesuai dengan perintah Tuhan. Inilah yang dikehendaki Tuhan melalui sabda-Nya. Tuhan meminta kita supaya pengenalan kita akan Tuhan diwujudkan juga dalam tindakan nyata berupa mengikuti perintah-Nya.

by: adrian

Minggu, 28 Desember 2014

Dilema Remisi: Antara Hak dan Rasa Keadilan

Sebagaimana biasanya, menyambut hari raya keagamaan, pemerintah, melalui Kementerian Hukum dan HAM, memberikan remisi kepada para narapidana yang merayakan hari raya itu. Remisi adalah pengurangan masa hukuman yang berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bisa dikatakan bahwa remisi itu diberikan kepada narapidana yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku.

Remisi adalah HAK para narapidana yang sudah memenuhi ketentuan perundang-undangan. Hak itu didapat karena ia sudah memenuhi atau menjalani kewajibannya. Jadi, jika seorang terpidana telah menjalani kewajibannya, maka pihak yang bertanggung jawab atas remisi mutlak harus memberinya. Menahan remisi seseorang terpidana merupakan sebuah kejahatan dan pelanggaran.

Akan tetapi, di satu sisi pemberian remisi dinilai oleh sebagian orang sebagai tindakan yang melukai rasa keadilan publik. Hal inilah yang sedang hangat-hangatnya diberitakan. Menyambut hari raya Natal, Menteri Hukum dan HAM memberikan remisi kepada para narapidana. Di antaranya ada beberapa terpidana kasus korupsi. Sontak publik merasa gerah.
Sebenarnya tindakan memberi remisi ini, termasuk kepada terpidana korupsi, bukan baru kali ini saja. Awal Agustus lalu Kemenkum dan HAM juga memberi remisi kepada ratusan napi korupsi sebagai hadiah Idul Fitri.

Banyak orang melihat bahwa pemberian remisi tidak akan menimbulkan efek jera dalam melakukan tindak kejahatan, termasuk korupsi. Di samping itu, pengurangan masa hukuman telah melukai rasa keadilan masyarakat. Para terpidana telah melakukan kejahatannya dengan niat dan kesadaran, dan kejahatan mereka tentulah berdampak buruk bagi masyarakat. Semestinya mereka mendapat hukuman yang berat sehingga mereka bertobat.

Namun di sisi lain pemberian remisi adalah sebuah kewajiban karena remisi itu merupakan hak setiap narapidana yang dilindungi undang-undang. Tentu kemenkum dan HAM sadar akan hal ini. Sebagai orang hukum, ia musti taat pada ketentuan undang-undang. Adalah ironis jika ia menindak orang yang melanggar undang-undang sementara ia sendiri melanggar undang-undang.

Inilah dilema remisi. Ada pertentangan dan pertempuran antara HAK dan rasa keadilan. Dilema ini terjadi karena masing-masing pihak hanya melihat dari sudut pandangnya saja, dan melupakan titik temunya. Saya melihat bahwa titik temunya ada pada produk hukum yang berkaitan dengan sanksi hukum. Inilah yang mempertemukan antara HAK dan rasa keadilan. Pertemuan ini bisa menimbulkan gesekan sehingga terjadinya dilema, bisa juga menimbulkan kerukunan.

Produk hukum yang mengatur sanksi bagi terpidana yang berlaku saat ini masih sangat lemah atau ringan. Para koruptor hanya diganjar dengan hukuman ringan, biasanya kisaran 6 – 15 tahun; kecuali jika dikenakan pasal berlapis ada kemungkinan jumlah hukumannya bisa mencapai 30 tahun. Namun semua itu masih terasa ringan. Sekalipun terpidana korupsi diganjar hukuman maksimal, hukumannya masih terasa ringan. Ringannya hukuman ini tentu berdampak pada rasa keadilan andai terpidana menerima remisi.

Akan berbeda jika jumlah hukumannya terperberat. Misalnya, minimal 100 tahun dan maksimal 250 tahun. Dan pengurangan masa hukuman hanya bisa 1 atau 2 minggu dalam satu tahun. Saya yakin tidak akan ada muncul problematika seputar remisi. Para terpidana tetap mendapat haknya, masyarakat pun tak akan terlukai rasa keadilannya.

Yang menjadi persoalan, siapa yang mau membuat produk hukum sanksi seperti ini? Dan lagi-lagi, seperti masalah-masalah yang ada di negeri ini, semuanya tergantung pada kemauan politik para elite negeri ini.
Tanjung Pinang, 27 Desember 2014
by: adrian
Baca juga:

Orang Kudus 28 Desember: St. Fabiola

SANTA FABIOLA, JANDA
Fabiola lahir di Roma pada pertengahan abad IV dari sebuah keluarga ningrat. Masa mudanya sangat tidak terpuji. Mula-mula ia menikah dengan seorang pemuda yang bejat hidupnya. Karena tidak tahan maka ia berusaha cerai. Setelah ia berhasil secara sipil, ia menikah lagi dengan lelaki lain. Sebagai seorang Kristen tindakannya ini sangat tidak terpuji dan mencoreng nama baik Gereja. Namun Tuhan rupanya tidak sudi membiarkan Fabiola bertindak semakin sembrono. Tuhan mulai campur tangan.

Tak lama kemudian dua laki-laki yang menjadi suaminya itu meninggal dunia. Fabiola sendiri menyesali sikap hidupnya dan bertobat. Ia menaati aturan hidup sebagai anggota Gereja, melakukan silih di hadapan seluruh umat sehingga diterima kembali sebagai anggota Gereja. Pertobatannya secara terbuka dilakukannya di muka basilik Lateran. Paus St. Siricus menerimanya kembali dalam pangkuan Ibu Gereja.

Corak hidupnya yang baru diwarnai dengan pengabdian tulus dalam karya-karya cinta kasih. Harta bendanya ia manfaatkan untuk kepentingan Gereja Roma. Ia mendirikan rumah sakit khusus untuk membantu orang-orang miskin. Para pasiennya adalah gelandangan-gelandangan yang ditemuinya di jalan-jalan atau yang meringkuk di dalam penjara. Rumah sakit ini menampung siapa saja sehingga menjadi semacam rumah sakit umum pertama dalam sejarah Barat.

Pada tahun 395 Fabiola berziarah ke Yerusalem dan mengunjungi Santo Hieronimus, Santa Paula dan Santa Eustakium. Ketika itu Hieronimus sedang bermusuhan dengan Uskup Rufinus berkenaan dengan ajaran Origenes yang ditentangnya. Orang berusaha mempengaruhi Fabiola agar memihak Rufinus. Namun Fabiola tetap mendukung Hieronimus, gurunya. Fabiola mendirikan sebuah biara dan membantu Hieronimus dalam usaha menerjemahkan KItab Suci. Tetapi kemudian ia pindah dari biara itu. Biara itu menjadi tempat ziarah yang sangat ramai. Kondisi umat sangat tidak menyenangkan. Umat terpecah belah, dan dari luar ada ancaman serangan bangsa Hun, dll.

Untuk sementara Fabiola dengan kawan-kawannya mengungsi ke Jaffa, sambil menantikan ketenteraman di Yerusalem. Setelah keadaan pulih dan aman, Fabiola pulang ke Roma dan kawan-kawannya kembali ke Yerusalem. Di Roma masih terdapat banyak masalah. Meskipun demikian, Fabiola tetap meneruskan karya cinta kasihnya selama tahun-tahun terakhir hidupnya. Bersama Santo Pammachius, ia mendirikan rumah sakit umum besar di Porto untuk peziarah yang miskin dan sakit. Fabiola wafat pada tahun 399. Ia sangat dicintai dan dihormati.

sumber: Iman Katolik

Renungan Hari Minggu Oktaf Natal IV - B

Renungan Pesta Keluarga Kudus, Thn B
Bac I    Kej 15: 1 – 6, 21: 1 – 3; Bac II     Ibr 11: 8, 11 – 12, 17 – 19;
Injil      Luk 2: 22 – 40;

Hari ini merupakan oktaf natal yang keempat. Dalam oktaf natal keempat ini Gereja Universal mengajak kita merayakan Pesta Keluarga Kudus. Bacaan-bacaan liturgi hari ini mengangkat contoh keluarga kudus, yang berkenan pada Allah. Bacaan pertama dan kedua mengambil contoh keluarga Abraham dan Sarah. Dalam Kitab Kejadian ditampilkan bagaimana harapan dan perjuangan Abraham untuk mendapatkan keturunan. Terlihat jelas kalau Abraham menyerahkan persoalan hidupnya kepada Allah. Abraham mau menyerahkannya kepada Allah karena ia percaya.

Bacaan kedua diambil dari Kitab kepada Orang Ibrani. Dalam kitab ini, penulis menyampaikan refleksinya atas keluarga Abraham dan Sarah. Baginya keluarga ini adalah contoh keluarga beriman. Sekalipun sudah tua dan tidak memiliki peluang untuk mendapatkan keturunan, namun mereka percaya kepada Tuhan. Mereka menyerahkan persoalan hidupnya kepada Tuhan. Mereka tidak beralih kepada alah-alah yang lain. Penulis Kitab kepada Orang Ibrani ini hendak mengajak pembacanya untuk mengikuti teladan keluarga kudus Abraham dan Sarah dalam beriman kepada Tuhan.

Jika bacaan pertama dan kedua menampilkan contoh keluarga Abraham dan Sarah, maka Injil menampilkan contoh keluarga Yosef dan Maria. Dalam Injil dikisahkan bahwa Yosef dan Maria menyerahkan bayi mereka kepada Tuhan, sesuai perintah Tuhan. Di sini ada dua hal yang hendak disampaikan. Pertama, keluarga ini taat pada perintah Tuhan. Kedua, mereka sadar bahwa anak merupakan karunia dari Tuhan, maka sepantasnya juga serahkan kepada Tuhan. Yang menarik dari Injil hari ini adalah bagian terakhir yang menyatakan bahwa setelah pulang kembali ke rumahnya, “Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada pada-Nya.” (ay. 40). Semua itu bisa terjadi karena peran serta orang tua dalam mendidik, merawat dan menjaga anak mereka.

Hari ini adalah pesta keluarga kudus. Pada hari ini para keluarga kristiani mendapat teladan dari dua contoh keluarga kudus, yaitu keluarga Abraham – Sarah dan keluarga Yosef – Maria. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki supaya keluarga-keluarga kristiani dapat menjadi seperti keluarga kudus, dimana ada iman, kasih dan hidup menurut kehendak Allah. Sekalipun hidup berkeluarga penuh dengan persoalan dan tantangan, hendaklah kita menyerahkan semua persoalan hidup itu kepada Tuhan dan mengikuti perintah-Nya. Jangan pernah meninggalkan-Nya.

by: adrian

Sabtu, 27 Desember 2014

Mengenal Injil Yohanes

PENGANTAR INJIL YOHANES
Sekilas ketiga Injil pertama membuat kita meremehkan karya dan keterampilan para penulisnya. Visi apa saja yang ingin mereka sampaikan tentang Penebus, disampaikannya secara sederhana dengan menggunakan kesaksian saksi-saksi mata sehingga kita sering merasa seolah-olah kita sendiri melihat dan mendengar Yesus secara langsung.

Kalau kita membandingkan Injil Yohanes dengan Injil-injil sinoptik, maka Injil Yohanes sangat berbeda. Kitab ini telah menjalani proses pematangan dengan bertambahnya umur Yohanes. Pengalamannya sebagai rasul menggerakkan dia untuk terus-menerus menginterpretasikan kehadiran Yesus yang telah bangkit dalam Gereja.

Yohanes tidak membiarkan kita mengabaikan tujuannya. "Ini telah ditulis supaya kamu percaya bahwa Yesus adalah Putra Allah" (Yoh 20:31). Iman Gereja mewartakan Yesus sebagai Putra Allah. Tetapi bagaimana kita mengartikan istilah ini? Sekalipun kebangkitan Yesus telah menampakkan bahwa Dia adalah pribadi ilahi, kita masih bisa bertanya bagaimana dan sejak kapan Yesus menjadi Putra Allah dan sejauh mana Ia diidentifikasikan dengan Allah. Injil Yohanes menegaskan dengan jelas bahwa Yesus selalu ada bersama Allah sejak keabadian. Penegasan tentang asal usul Yesus membantu kita untuk memahami keseluruhan karya Yohanes. Putra Allah yang abadi dan yang telah menjadi manusia tidak datang hanya untuk mengajar kita bagaimana kita dapat memperbaiki diri kita, tetapi juga untuk mentransformasikan seluruh ciptaan menjadi ciptaan baru.

Yohanes tidak menyusun Injilnya dari nol. Di sini kita menemukan lebih banyak saksi dan juga keterangan-keterangan yang telah dikonfirmasikan dibanding dengan Injil-Injil lain. Tetapi, Yohanes tidak membatasi diri pada ingatannya sendiri. Dengan berlalunya waktu, ia mengungkapkan dan mengembangkan sabda-sabda Yesus dengan mengarang wejangan-wejangan di mana Yesus "dengan bantuan Yohanes" berbicara kepada kita secara aktual.

Injil Yohanes itu kontroversial karena semakin murni suatu kebenaran, semakin sedikit pula orang yang bisa menerimanya. Oleh karena itu, Injil ini menimbulkan kontroversi-kontroversi di dalam Gereja sendiri tetapi kemudian Injil ini diakui sebagai sabda Allah dan sebagai kesaksian apostolik.

Maka InjiI Yohanes ditulis, lalu ditulis ulang dan sangat mungkin baru diterbitkan sesudah kematian penulisnya, sekitar tahun 95 sesudah Masehi, sebagaimana diisyaratkan oleh satu alinea kecil yang ditambahkan pada akhir Injil. Dalam karangan terakhir ini, tampaknya Yohanes mengorganisir Injilnya seputar tiga kali perayaan Paskah yang terjadi semasa hidup Yesus di depan umum.

Orang Kudus 27 Desember: St. Yohanes

SANTO YOHANES, RASUL & PENGARANG INJIL
Santo Yohanes Rasul, anak Zebedeus (Mrk 1: 19 dst) berasal dari Betsaida, sebuah dusun nelayan di pantai tasik Genesareth. Ia sendiri seorang nelayan Galilea. Ayahnya, Zebedeus, seorang nelayan yang tergolong berkecukupan. Ibunya Salome tergolong wanita pelayan dan pengiring setia Yesus, bahkan sampai  ke bukit Kalvari dan kubur Yesus. Bersama dengan saudaranya, Yakobus dan Petrus, Yohanes termasuk kelompok rasul inti dalam bilangan keduabelasan; ia bahkan disebut sebagai murid kesayangan Yesus (Yoh 21: 20). Mereka bertiga (Yohanes, Yakobus dan Petrus) adalah saksi peristiwa pembangkitan puteri Yairus (Mrk 5: 37 dst); saksi peristiwa perubahan rupa Yesus di gunung Tabor (Mrk 9: 2 dst) dan saksi peristiwa sakratul maut dan doa Yesus di taman Getsemani (Mrk 14: 33). Bersama Andreas, Yohanes adalah murid Yohanes Pembaptis (Yoh 1: 40). Yohanes pembaptis-lah yang menyruh mereka berdua pergi kepada Yesus dan bertanya: “Rabbi, di manakah Engkau tinggal?” (Yoh 1: 36 – 39).

Putera-putera Zebedeus itu terbilang kasar. Oleh karena itu, mereka dijuluki ‘putera-putera guntur’. Bersama Yakobus, kakaknya, Yohanes meminta kepada Yesus dengan perantaraan ibunya, agar mereka boleh duduk di sisi kanan kiri Yesus di dalam kerajaan-Nya nanti. Keduanya pun berani berjanji akan meminum piala sengasara untuk memperoleh hal yang dipintanya itu; tetapi Yesus menjawab bahwa hal itu adalah urusan Bapa-Nya di surga (Mrk 10: 35 – 41).

Nama Yohanes tidak disebutkan di dalam Injil IV. Hanya di dalam bab 21, yang secara umum dianggap sebagai tambahan dari waktu kemudian, ditemukan ungkapan “para putera Zebedeus.” Demikian pula ungkapan yang mengatakan “murid yang dicintai Yesus” (ay. 20) baru muncul pada bab 13. Di dalam jemaat purba, Yohanes menempati satu kedudukan sebagai pemimpin (Kis 3 – 8). Paulus menjuluki dia sebagai “tiang agung/sokoguru Gereja” (Gal 2: 9). Di dalam daftar keduabelasan rasul, kedudukannya langsung berada di belakang Petrus. Di dalam tradisi yang lebih muda, ia dikenal sebagai penulis Kitab Wahyu dan Surat-surat pertama sampai ketiga Yohanes. Menurut Wahyu 1: 9 ia tinggal di pulau Patmos. Ireneus menulis bahwa Yohanes tinggal dan wafat di Efesus.

Renungan Oktaf Natal III - B

Renungan Oktaf Natal III, Thn B/I
Bac I    1Yoh 1: 1 – 4; Injil                Yoh 20: 2 – 8;

Hari ini merupakan oktaf natal yang ketiga. Dalam oktaf natal ketiga ini Gereja Universal mengajak kita mengenangkan Santo Yohanes, yang dikenal sebagai rasul dan pengarang Injil (termasuk surat). Oleh karena itu, bacaan-bacaan liturgi hari ini mengambil dari tulisan-tulisan Yohanes. Bacaan pertama diambil dari Surat Yohanes yang Pertama. Di sini Yohanes menyatakan bahwa apa yang diwartakan dalam tulisan itu merupakan hasil dari pengalaman perjumpaannya dengan Tuhan Yesus, yang disebutnya sebagai Firman Hidup. Dengan tulisan itu, Yohanes berharap supaya pembacanya mau masuk dalam persekutuan Kristus sehingga turut juga merasakan sukacita.

Injil hari ini mengambil kisah kebangkitan Tuhan Yesus. Dikisahkan bahwa setelah menerima warta gembira dari beberapa perempuan, dua murid yang menerima berita itu, yaitu Petrus dan murid yang dikasihi Tuhan Yesus, bergegas menuju kubur Yesus. Jika Petrus hanya melihat fakta lahiriah, murid yang lain melihat fakta imani. Dikatakan bahwa setelah melihat semuanya itu (sebagaimana yang dilihat Petrus), ia menjadi percaya. Baik Petrus maupun murid yang dikasihi sama-sama melihat benda yang sama. Akan tetapi, Petrus berhenti pada apa yang dilihatnya, sedangkan murid yang dikasihi itu sampai pada tingkat iman. Murid yang lain yang dikasihi Yesus ini, oleh beberapa ahli, diyakini sebagai Yohanes.

Ada dua topik yang ingin disampaikan Tuhan melalui sabda-Nya hari ini. Kedua topik itu adalah percaya dan sukacita. Tuhan menghendaki supaya kita menanamkan sikap percaya, sebagaimana yang dicontohkan oleh Yohanes dalam Injil hari ini. Yohanes tidak hanya berhenti pada apa yang ia lihat, melainkan sampai pada ke kedalaman iman, yaitu percaya. Dan percaya ini juga yang mau disampaikannya melalui suratnya. Pesan sabda Tuhan ini dapat kita terapkan dalam situasi kegembiraan natal ini. Mata kita masih selalu tertuju pada kandang natal. Hendaklah kita jangan hanya melihat patung-patung kanak-kanak Yesus, Maria, Yosef, para gembala dan hewan gembalaan mereka serta para majus dengan segala gemerlapannya, melainkan sampai pada permenungan akan cinta Tuhan kepada kita.

by: adrian

Jumat, 26 Desember 2014

Terpidana Mati

Ketika hendak menjalani hukuman mati di hadapan regu tembak, tiga orang terpidana mati kasus teroris ditawarkan seorang penasehat rohani. Seorang kyai datang dengan membawa Kitab Sucinya. Kepada ketiga orang itu, ia berkata, “Aku akan menyampaikan kepada kalian sebuah sabda Tuhan.”

Salah seorang dari mereka berujar, “Akh, tak perlu lagi, Pak Kyai. “Sebentar lagi kami akan bertemu dengan Dia.”
Baca juga humor lainnya:

Renungan Oktaf Natal II - B

Renungan Oktaf Natal II, Thn B/I

Hari ini merupakan oktaf natal yang kedua. Dalam oktaf natal kedua ini kita diajak mengenangkan Santo Stefanus, yang mati sebagai martir pertama dalam Gereja Katolik. Bacaan pertama secara khusus menyajikan peristiwa kematian Santo Stefanus ini. Ia mati demi membela imannya akan Kristus. Berawal dari karya Stefanus bagi banyak orang dan perdebatannya dengan orang-orang Yahudi. Karena tidak bisa mengalahkannya, mereka marah dan akhirnya membunuh Stefanus. Berhadapan dengan mereka, Stefanus sama sekali tidak gentar atau takut.

Apa yang dialami Stefanus sebenarnya sudah disabdakan oleh Yesus. Pengalaman Stefanus dalam bacaan pertama tidak jauh berbeda dengan nubuat yang disampaikan Tuhan Yesus. Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus mengatakan bahwa kelak para murid-Nya akan digiring menghadap orang-orang yang menentang-Nya, tapi Tuhan akan menyertai mereka, termasuk karunia berkata-kata. Tuhan Yesus juga menyampaikan bahwa karena nama-Nya, para murid akan dibenci dan dibunuh. Karena ini, kata-kata Tuhan Yesus ini terpenuhi dalam diri Stefanus, yang hari ini kita peringati.

Sabda Tuhan hari ini mau menyadarkan kita bahwa sabda Yesus tentang nasib para murid-Nya menjadi kenyataan. Para murid Yesus akan mengalami penderitaan karena imannya pada Yesus Kristus. Mereka akan dibenci, dimusuhi, dihina, dianiaya, bahkan dibunuh. Kebenaran sabda Yesus ini terlihat dalam diri Santo Stefanus, yang peringatannya kita rayakan hari ini. Kata-kata Yesus ini masih terbukti hingga kini. Masih banyak murid Yesus, yang karena iman pada Kristus, menderita aniaya, hinaan bahkan dibunuh. Melalui sabda-Nya ini Tuhan Yesus meminta kita untuk tidak takut dan cemas. Kita dapat meneladani Santo Stefanus dalam menghadapi tantangan. Ia berani mati demi imannya pada Kristus. Ada banyak juga saksi iman yang demikian. Bagaimana dengan kita?

by: adrian

Kamis, 25 Desember 2014

Natal Adalah Peristiwa Iman & Syukur

NATAL: DARI IMAN KEPADA SYUKUR
Natal sebagai Peristiwa Iman
Natal merupakan peristiwa iman. Pusat imannya adalah Yesus Kristus. Yesus, yang adalah Allah, turun ke dunia menjadi manusia. Yohanes, dalam Injilnya, berkata, “Firman telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita.” (Yoh 1: 14). Inilah yang dikenal dengan istilah inkarnasi. Jadi, inti iman dalam peristiwa natal adalah inkarnasi.

Kenapa peristiwa inkarnasi, bagi umat kristiani, disebut sebagai peristiwa iman? Orang Kristen percaya bahwa Allah itu mahakasih dan mahakuasa. Karena kasih-Nya, Allah ingin menyelamatkan manusia. Allah menyelamatkan manusia melalui cara Allah, yaitu menjadi manusia dan tinggal di antara manusia.

Banyak orang tidak bisa menerima fakta, yang bagi kaum nasrani dikenal sebagai kebenaran iman, bahwa Allah menjadi manusia. Fakta ini tidak bisa dimengerti oleh akal budi manusia. Bagaimana mungkin Allah yang mahakudus hadir dalam diri manusia yang lemah dan penuh cacat cela? Bagi mereka, yang ilahi tidak bisa bersatu dengan yang fana dan duniawi. Karena itulah, banyak orang menolak kebenaran iman ini. Malah mereka menilai bahwa hal tersebut – Allah menjadi manusia – adalah dosa (menyekutukan Allah). Terlihat jelas bahwa mereka menolak hanya karena otak mereka tidak sanggup memahaminya.

Berbeda dengan orang kristen. Para pengikut Kristus ini tidak melihat peristiwa inkarnasi sebagai peristiwa akali semata, melainkan lebih pada peristiwa iman. Bagi orang kristiani otak manusia itu sangatlah terbatas. Sehebat dan segenius apapun manusia, otaknya memiliki keterbatasan. Ia tidak mampu memahami segala-galanya, apalagi Allah yang mahakuasa. Keterbatasan otak inilah yang akhirnya diimbangi dengan iman. Maka, di saat budi tak mampu memahami, iman berperan. Dengan iman ini orang berkata, "Aku percaya sekalipun aku tidak tahu apa-apa."

Bagi umat nasrani, dalam peristiwa natal (kelahiran Yesus) terlihat bukan saja Allah mengasihi umat manusia, melainkan juga Allah yang mahakuasa. Karena Allah itu mahakuasa, ia dapat mengatur rencana penyelamatan-Nya sesuai kehendak-Nya. Karena kemahakuasaan-Nya, Allah bisa menjadi apa dan siapa saja menurut yang dimaui-Nya. Paulus, dalam suratnya yang pertama kepada umat di Korintus, menulis, “Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasehati Dia?” (ay. 16). Tidak ada satu manusia di dunia ini yang mengetahui jalan pikiran Allah sehingga bisa mengatur-atur rencana Allah.

Jadi, jika Allah mau menjadi manusia, itu adalah HAK Allah. Dia mahakuasa. Dengan kemahakuasaan-Nya, Allah bisa menjadi apa dan siapa saja sesuai kemauan-Nya. Manusia, dengan segala keterbatasannya, hanya bisa menerima rencana Allah bagi hidupnya. Masak manusia yang mengatur bahwa Allah harus begini dan begitu, tidak boleh begini dan begitu. Jika manusia sudah mengatur-atur demikian, maka hilanglah kemahakuasaan Allah; bukan lagi Allah yang maha kuasa, melainkan manusianya. 

Karena itu, benar apa yang diungkapkan Paulus: “Oh, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya. Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan? Atau siapakah yang pernah menjadi penasehat-Nya? Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantikannya? Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia. Bagi Dia-lah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Rom 11: 33 – 36).

Natal sebagai Peristiwa Syukur
Selain sebagai peristiwa iman, natal juga dilihat sebagai peristiwa syukur. Jika dalam peristiwa iman, kita diajak untuk beriman, maka dalam peristiwa syukur ini kita diajak untuk bersyukur atau hidup dengan rasa syukur. Kita dapat menimba teladan syukur dari tokoh-tokoh utama dalam peristiwa natal ini. Salah satunya adalah Bunda Maria.

Maria tahu benar bahwa janin yang ada dalam rahimnya adalah Anak Allah yang mahatinggi. Maria sadar betul kalau anak yang ada dalam kandungannya adalah Putera Raja Daud. Puteranya akan menduduki takhta Daud. Kesadaran ini didasarkan pada pernyataan Malaikat Gabriel kepada Maria. Gabriel berkata, “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Dia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah yang Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhurnya, dan Ia akan menjadi raja …" (Luk 1: 31 – 33).

Sebagai manusia, tentulah Maria sangat bergembira dengan kabar ini. Anaknya akan menjadi raja. Ibu mana yang tidak bangga bila mengetahui bahwa puteranya bakal menjadi presiden, menteri atau penjabat tinggi lainnya? Namun, apa yang terjadi? Maria melahirkan di kandang hewan. Itulah natal. Tidak ada sambutan meriah sebagaimana yang biasa dibayangkan. Semuanya serba sederhana, jauh dari kesan glamour untuk ukuran putera raja; bahkan untuk ukuran manusia biasa sekalipun.

Selamat Hari Raya Natal


Renungan Hari Raya Natal - B

Renungan Hari Raya Natal, Thn B/I
Bac I    Yes 62: 11 – 12; Bac II         Tit 3: 4 – 7;
Injil      Luk 2: 15 – 20;

Hari ini merupakan puncak penantian kita selama masa adven. Kita bergembira karena Gereja Universal mengajak kita untuk merayakan hari kelahiran Tuhan kita Yesus Krsitus. Ajakan bergembira dan memuliakan Tuhan juga terdapat dalam sabda Tuhan hari ini. Dalam Injil hari ini, kegembiraan itu dirasakan oleh para gembala setelah melihat Tuhan Yesus terbaring di palungan bersama ibu dan bapaknya. Mereka menemukan adanya kesesuaian antara warta para malaikat dengan apa yang mereka saksikan. Untuk itulah mereka bergembira dan memuliakan Tuhan.

Suasana gembira juga terlihat dalam bacaan pertama, yang diambil dari kita Nabi Yesaya. Dalam kitabnya, Yesaya mengungkapkan dasar kegembiraan itu terletak pada datangnya keselamatan Allah. Keselamatan itu merupakan janji Allah bagi umat-Nya. Apa yang disampaikan Yesaya itu, sungguh berdampak pada kegembiraan bagi puteri Sion, dan kegembiraan itu hendaknya diwartakan sampai ke ujung bumi.

Jika dalam bacaan pertama Yesaya mengungkapkan dasar kegembiraan itu, yaitu datangnya keselamatan Allah, dalam bacaan kedua juga Paulus menyampaikan hal yang sama. Dalam suratnya kepada Titus, Paulus mengatakan bahwa kedatangan Tuhan ke dunia, dalam wujud Yesus Kristus, adalah merupakan kemurahan dan kasih Allah kepada manusia. Di sini Paulus berefleksi atas peristiwa kelahiran Tuhan Yesus. Paulus melihat bahwa peristiwa itu merupakan bukti Allah mengasihi umat-Nya. Karena itu, pantaslah jika umat bergembira dan memuliakan Allah.

Dalam masa adven kita sudah merenungkan tentang Allah yang mahakuasa mau sudi turun ke dunia mengambil wujud manusia demi keselamatan kita. Semua ini tentulah tidak dapat masuk dalam akal budi kita, karena ia merupakan misteri iman. Natal merupakan peristiwa iman. Peristiwa ini dapat dilihat sebagai datangnya keselamatan Allah (Yesaya) atau kemurahan dan kasih Allah kepada manusia (Paulus). Intinya, Natal itu untuk kita, karena memang Dia datang untuk menebus kita. Maka dari itu, hendaklah kita bersukaria menyambut natal ini. Inilah yang dikehendaki Tuhan melalui sabda-Nya. Tuhan mau agar natal ini membawa sukacita dalam hidup kita, baik secara pribadi, keluarga, komunitas maupun bermasyarakat. Sukacita ini hendaknya jangan hanya dirasakan sendiri, melainkan diwartakan supaya orang lain pun bisa merasakannya.

by: adrian

Rabu, 24 Desember 2014

Remaja dan Perubahan Moralitas

PERUBAHAN FUNDAMENTAL DALAM MORALITAS SELAMA MASA REMAJA
  ·      Padangan moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret
   ·      Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadaan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan
    ·      Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ini mendorong remaja lebih berani menganalisis kode sosial dan kode pribadi daripada masa kanak-kanak dan berani mengambil keputusan terhadap pelbagai masalah moral yang dihadapinya
   ·      Penilaian moral menjadi kurang egosentris
  ·      Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis

sumber: Elizabeth B. Hurlock, PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5). Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 235.
Baca juga:

Renungan Hari Rabu Adven IV - B

Renungan Hari Rabu Adven IV, Thn B/I
Bac I    2Sam 7: 1 – 5; 8b – 12, 16; Injil                 Luk 1: 67 – 79;

Sabda Tuhan hari ini mau berbicara tentang Allah yang mahakuasa. Kemahakuasaan Allah terlihat dalam segala sesuatu terjadi karena kehendak-Nya. Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Samuel yang kedua, Allah menegaskan kekuasaan Allah di hadapan Raja Daud melalui mulut Nabi Natan. Dalam bacaan pertama terlihat bahwa Daud, yang sudah berkuasa, ingin mendirikan rumah Tuhan. Ada kesan bahwa Allah mau diatur oleh Daud. Karena itulah, Allah kembali menegaskan bahwa Dia-lah yang berkuasa. Kekuasaan itu terlihat dari kehendak-Nya dalam mengatur kehidupan. Allah sendirilah yang akan menentukan siapa yang akan mendirikan rumah bagi-Nya.

Allah yang mahakuasa kembali terlihat dalam Injil hari ini. Injil menceritakan tentang pujian Zakaria atas peristiwa kelahiran puteranya, Yohanes Pembaptis. Dalam pujiannya itu, Zakaria mengungkapkan kemahakuasaan Allah, yang telah menumbuhkan tanduk keselamatan bagi umat manusia. Tanduk keselamatan itu merupakan janji keselamatan Allah, yang telah dinyatakan Allah kepada leluhur manusia. dan salah satu bukti pemenuhan janji Allah itu adalah puteranya sendiri, yang dinilai Zakaria, akan menjadi nabi Allah yang mahatinggi dan akan mendahului Tuhan untuk menyiapkan jalan bagi-Nya (ay. 76).

Tuhan adalah Allah yang mahakuasa. Inilah yang hendak disampaikan Tuhan melalui sabda-Nya. Tuhan mau menyadarkan kita bahwa kekuasaan Allah bukan untuk menakut-nakuti umat manusia, melainkan untuk menyelamatkannya. Allah ingin menyelamatkan manusia dengan turun sendiri ke dunia. Ini bisa terjadi karena Dia adalah mahakuasa. Kemahakuasaan Allah membuat Dia dapat melakukan apa saja sesuai dengan kehendak-Nya. Kita tidak dapat mengatur-atur Dia sesuka hati kita. Sebaiknya kita mengambil sikap seperti Zakaria, yang melambungkan madah pujian dan kemuliaan kepada Allah yang mahakuasa.


by: adrian

Selasa, 23 Desember 2014

Natal, Kesederhanaan & Penyelamatan Bumi

Natal, bagi umat kristiani, merupakan peristiwa iman. Dengan peristiwa natal umat kristen merayakan syukur atas Allah yang Maha Kasih, yang mau peduli pada nasib manusia. Kepedulian Allah itu terlihat dalam penjelmaan-Nya menjadi manusia (inkarnasi). Allah mau mengangkat (baca: menyelamatkan) umat manusia dari lumpur keberdosaanya. Oleh karena itu, Allah “turun” ke dunia “dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Flp 2: 7). Bagaimana hal ini bisa dipahami, tentulah sulit untuk dicerna akal manusia. Namun tidak secara imani. Karena itulah natal dikenal sebagai peristiwa iman.
Ireneus dari Lyon, seorang bapa Gereja yang hidup abad kedua pernah berkata bahwa Allah menjadi manusia agar manusia menjadi seperti Allah (bdk. Adversus haereses, III, 10, 2). Kiranya ucapan Ireneus ini tidaklah berlebihan. Ada banyak sumber Kitab Suci yang bisa dijadikan rujukannya. Ireneus tidak memaksudkan pernyataannya sebagai bentuk pelecehan keilahian Allah. Justru dalam peristiwa inkarnasi, Allah menjadi manusia, terlihat keistimewaan Tuhan Allah: ke-Allah-an Tuhan tidak hanya tampak dalam keilahian-Nya melainkan juga terlihat dalam kemanusiaan-Nya.
Kapan persisnya Allah menjelma menjadi manusia (baca: kelahiran Yesus), tak ada satu orang pun yang tahu. Komite Para Uskup yang ditunjuk oleh Paus Julius I (337-352) sepakat bahwa natal itu jatuh pada 25 Desember, mengambil tradisi kafir akan penghormatan dewa Matahari yang tak terkalahkan (sol invictus). Maka dari itu, setiap kali memasuki bulan Desember, selalu suasana natal langsung terasa. Hal itu terlihat dari ikon-ikon natal yang ada di mana-mana, khususnya di pusat-pusat perbelanjaan.
Natal kini sudah menjadi ajang konsumtivisme dunia. Dengan adanya ikon-ikon natal di setiap pusat-pusat perbelanjaan, seakan-akan ada seruan, “Mari, belanjalah! Persiapkanlah rumah Anda dengan pernak-pernik natal!” Jelas, bahwa seruan ini seakan telah menggantikan seruan Yohanes Pembaptis, “Persiapkanlah jalan bagi Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.” (Mat 3: 3).
Yesus Lahir dalam Kesederhanaan
“Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.” (Luk 2: 6 – 7).
Inilah sepenggal catatan sejarah kelahiran Yesus, yang hanya ada dalam Injil Lukas. Memang tidak ada keterangan rinci mengenai tempat kelahiran Yesus, namun Gereja mengakui kalau Maria melahirkan bayinya di dalam kandang hewan. Tak jelas juga apakah kandang itu bekas atau masih dipakai.
Apa yang mau dikatakan dari peristiwa ini? Yesus lahir dalam kesederhanaan. Tidak ada pesta, hingar bingar musik (kecuali kidung surgawi para malaikat) atau kelap-kelip kemilau lampu hias dan kembang api. Bayi Yesus lahir hanya dibungkus dengan kain lampin, bertemankan lenguhan sapi dan dengungan nyamuk dan serangga malam; hanya cahaya pelita kecil dan jutaan cahaya bintang di angkasa. Sangat sederhana.
Itulah natal perdana. Kiranya pesan yang mau disampaikan adalah jelas, yaitu ajakan untuk hidup sederhana. Bukankah perayaan natal mengajak umat manusia untuk bersyukur atas Allah yang peduli terhadap manusia? Bersyukur merupakan salah satu wujud atau ciri khas orang sederhana. Orang yang sederhana adalah orang yang selalu bersyukur atas apa yang terjadi dalam hidupnya.
Dan kini orang kristen mau mengenangkan natal awal itu dengan sebuah perayaan; dengan sebuah pesta. Sayangnya natal sekarang sungguh bertolak belakang dengan natal perdana. Manusia jaman sekarang lebih menitikberatkan pada aspek pestanya dari pada inti natal itu sendiri. Ditambah lagi dengan budaya hedonis dan semangat konsumtif, membuat makna natal itu menjadi kabur.
Sungguh sebuah ironisme. Menjelang perayaan natal, umat kristiani sering kali diajak untuk mempersiapkan hatinya sebagai palungan bagi kanak-kanak Yesus. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Umat kristen sibuk membuat kandang natal dengan hiasan dan kerlap-kerlip lampu natal sedangkan hatinya dipenuhi dengan nafsu hedonis-konsumtif. Ada kesan kalau manusia sekarang berkata, “Yesus, kami sudah siapkan palungan bagi-Mu dengan segala kemegahan. Tidurlah di sana. Jangan di hati kami.” Karena itu, momen natal sering menjadi ajang pamer baju baru, pohon natal baru, mobil baru dan lain-lain yang serba baru. Hati manusia dipenuhi dengan iri hati dan persaingan.
Natal dan Global Warming