Senin, 30 Mei 2016

Renungan Hari Jumat Biasa XXIII - Thn II

Renungan Hari Jumat Biasa XXIII, Thn A/II
Bac I    1Kor 9: 16 – 19, 22b – 27; Injil                   Luk 6: 39 – 42;

Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus mengajar para murid-Nya lewat perumpamaan yang singkat. “Dapatkah orang buta menuntun orang buat? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang?” (ay. 39). Di sini Tuhan Yesus mau memberitahukan para murid-Nya bahwa untuk menyelamatkan orang lain, terlebih dahulu harus selamatkan diri sendiri. Jangan sibuk mengurus orang lain, sementara diri sendiri masih banyak yang harus diurus. Hal ini sejalan dengan pengajaran Yesus tentang selumbar dan balok (ay. 41 – 42). Yesus meminta untuk mengeluarkan terlebih dahulu balok yang ada di mata kita, baru kita dapat mengeluarkan selumbar di mata orang lain.

Senada dengan apa yang diajarkan Tuhan Yesus, Paulus kembali menekankannya dalam bacaan pertama. Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus mengajak umat untuk membenahi diri sendiri dahulu sebelum terjun ke tengah masyarakat. Paulus membandingkannya dengan pertandingan. Agar dapat memenangkan pertandingan, maka tiap-tiap orang harus melatih dirinya sendiri. Untuk maksud ini, Paulus mengambil contoh dirinya. Paulus terpanggil untuk memberitakan Injil agar semakin banyak orang diselamatkan. Untuk tugas inilah, Paulus mempersiapkan dirinya, sehingga wartanya dapat diterima oleh jemaat. Warta Paulus tidak hanya sebatas lisan saja, melainkan juga nyata dalam hidup.

Adalah kecenderungan kita mengatur orang lain tanpa terlebih dahulu mengatur diri sendiri. Kita lebih mudah menemukan kesalahan pada pihak lain, sementara kesalahan sendiri disembunyikan atau malah tak diakui. Gereja sering mengkritik korupsi yang terjadi di pemerintahan, sementara korupsi di Gereja sendiri dibiarkan. Seorang pimpinan Gereja lihat mengkritik kinerja karyawan sebuah yayasan, sementara kinerja anak buahnya yang amburadul dibiarkan. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk mawas diri, melihat diri sendiri dulu sebelum melihat orang lain. Tuhan menghendaki kita supaya membenahi diri sendiri baru tampil membenahi dunia.

by: adrian

Renungan Hari Kamis Biasa XXIII - Thn II

Renungan Hari Kamis Biasa XXIII, Thn A/II
Bac I    1Kor 8: 1b – 7, 11 – 13; Injil                       Luk 6: 27 – 38;

Bacaan Injil hari ini berisi pengajaran Tuhan Yesus yang menjadi ciri khas orang Kristen dewasa kini. Tuhan Yesus meminta para murid-Nya untuk hidup penuh kasih, bukan saja kepada sesama anggota kelompok, melainkan juga kepada orang yang memusuhinya. Bentuk-bentuk kasih itu terlihat dalam “berbuat baik kepada orang yang membenci kamu” (ay. 27), “mendoakan mereka yang mencaci kamu” (ay. 28), tidak membalas dendam atau kejahatan (ay. 29 – 30), murah hati (ay. 36), dan mengampuni (ay. 37). Dapat dikatakan bahwa Tuhan Yesus lebih menekankan kasih kepada musuh. Di sini Tuhan Yesus mau mengajak para murid-Nya untuk menjadi seperti Bapa yang tidak memandang bulu dalam berbuat kasih. Allah mengasihi umat manusia, entah itu yang baik ataupun yang jahat.

Dasar pertimbangan ini kembali diungkapkan Paulus dalam bacaan pertama. Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus mengajak umat untuk bersikap baik terhadap orang yang lemah. Orang lemah di sini tidak hanya merujuk pada orang secara sosial (tersingkir, minoritas atau diabaikan), melainkan juga secara moral (pendosa, musuh atau penjahat). Paulus tidak ingin ada umat bersikap kasar sehingga “melukai hati nurani mereka yang lemah” (ay. 12), karena bagi Paulus sikap seperti itu sama artinya melukai Kristus sendiri. Dasar pertimbangannya seperti yang diungkapkan Yesus dalam Injil, yaitu bahwa Yesus mati untuk keselamatan umat manusia, termasuk mereka yang lemah itu. Jadi, sama seperti Kristus yang berbaik hati kepada mereka yang lemah, hendaknya juga umat harus berbaik hati kepada mereka.

Kasih adalah ciri khas pengikut Kristus. Agama Kristen selalu diidentikkan dengan kasih. Karena itu, sekalipun orang Kristen ditindas, mereka tidak melawan. Sekalipun orang Kristen dihina, mereka tidak membalas. Banyak orang Kristen, yang karena Yesus Kristus dianiaya bahkan dibunuh, namun mereka hanya bisa berdoa dan memberkati. Sekalipun agama Kristen mendapat perlakukan tidak adil di negeri ini, umatnya hanya dapat berdoa dan mengampuni. Inilah terjadi karena ajaran Yesus. Melalui sabda-Nya hari ini, Tuhan menghendaki supaya kita senantiasa ingat akan ajaran-Nya itu. Tuhan menghendaki agar kita tetap hidup dalam kasih, baik itu terhadap sesama murid Kristus, maupun terhadap orang-orang yang memusuhi kita.

by: adrian

Renungan Hari Rabu Biasa XXIII - Thn II

Renungan Hari Rabu Biasa XXIII, Thn A/II
Bac I    1Kor 7: 25 – 31; Injil                        Luk 6: 20 – 26;

Dalam Injil hari ini, sabda Tuhan Yesus dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu sabda bahagia dan sabda kecaman. Sabda kecaman merupakan kebalikan dari sabda bahagia. Tuhan Yesus menyebut orang-orang yang berbahagia, seperti: yang miskin, yang lapar, yang menangis (bersedih), dan yang menderita karena nama Yesus. Orang-orang seperti ini akan mendapat upah yang besar di sorga. Di sini Yesus mau mengatakan bahwa orang-orang yang berbahagia ini karena mereka tidak mengandalkan dunia, melainkan Allah. Karena itu, Tuhan Yesus mempertentangkan kelompok ini dengan kelompok orang yang dikecam karena mereka mengandalkan kekayaan, kepuasan dan kenikmatan duniawi tanpa peduli akan nasib orang lain.

Mempertentangkan dua hal kembali diungkapkan Paulus dalam bacaan pertama. Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus mengungkapkan secara implisit ada umat yang hidup tergantung pada hal-hal duniawi. Mereka ini seakan terikat dan bergantung padanya. Sadar akan keterbatasan waktu, Paulus menghimbau mereka untuk bersikap bebas terhadap hal-hal duniawi itu dan lebih mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan. Paulus mengajak umat yang menggunakan barang duniawi seolah-olah tidak menggunakannya.

Kita hidup di dunia. Hal-hal yang duniawi tentulah ada di sekitar kita. Setiap kita pasti tak bisa lepas dari hal-hal duniawi itu. Namun perlu disadari bahwa tujuan akhir kita bukanlah dunia ini. Dunia hanyalah tempat dan sarana kita menuju perjalanan akhir hidup kita. Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita bahwa hal-hal duniawi itu hanya bersifat sementara. Karena itu, hendaknya kita jangan terikat atau tergantung padanya. Kita harus bersikap lepas bebas serta memanfaatkan hal-hal duniawi itu demi kebahagiaan bersama. Tuhan menghendaki supaya kita tidak hanya memikirkan diri sendiri tanpa peduli orang lain, melainkan agar kita, dengan segala yang kita miliki, mau berbagi pada sesama.

by: adrian

Renungan Hari Selasa Biasa XXIII - Thn II

Renungan Hari Selasa Biasa XXIII, Thn A/II
Bac I    1Kor 6: 1 – 11; Injil               Luk 6: 12 – 19;

Salah satu berita yang menarik dalam Injil hari ini adalah penetapan para rasul. Setelah berdoa semalam-malaman kepada Allah, diceritakan bahwa akhirnya Tuhan Yesus memilih 12 orang menjadi rasul-Nya. Dalam memilih 12 orang itu, Tuhan Yesus sekan tidak melakukan penelitian ataupun penyelidikan tentang latar belakang, baik sosial, ekonomi, kepribadian atau pendidikannya. Karena itu wajar bila di dalam keduabelas orang itu ada terdapat orang bodoh, pintar, biasa-biasa saja, kaya, miskin, bahkan ada juga orang jahat. Semua itu seakan tidak dipedulikan Tuhan Yesus, karena Dia berharap akan adanya perubahan.

Harapan akan perubahan inilah yang kembali diungkapkan Paulus dalam bacaan pertama. Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus menegaskan bahwa Allah tidak memandang status kita di awal, melainkan di akhir. Karena bagi Paulus, ketika Allah memanggil kita, Allah telah menguduskan kita. Allah telah membenarkan kita dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah. Jadi, sekalipun awalnya umat itu seorang pendosa, berkat panggilan Allah, ia disucikan dan dibenarkan. Namun, Paulus berharap agar umat tetap hidup dalam kebenaran. Jika hingga akhirnya umat tetap hidup dalam keberdosaan, maka ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah.

Tak bisa dipungkiri bahwa manusia itu lemah. Kelemahan itu membuat manusia selalu jatuh ke dalam dosa. Seringkali manusia merasa tak layak menghadap Tuhan karena keberdosaannya. Manusia lupa kalau Allah selalu ingin manusia selamat. Allah memang membenci dosa, tapi bukan lantas berarti Dia benci orang berdosa. Allah senantiasa memanggil semua manusia, baik berdosa ataupun tidak, kepada keselamatan. Pintu tobat selalu terbuka. Sabda Tuhan hari ini menyadarkan kita bahwa Allah tidak memandang status atau latar belakang kita. Allah menghendaki perubahan dalam hidup kita. Perubahan akan mendatangkan selamat, sedangkan ketidakberubahan mendatangkan derita. Tuhan menghendaki agar kita yang sudah dibenarkan dalam nama Yesus Kristus senantiasa hidup dalam kebenaran.

by: adrian

Renungan Hari Senin Biasa XXIII - Thn II

Renungan Hari Senin Biasa XXIII, Thn A/II
Bac I    Rom 8: 28 – 30; Injil                        Mat 1: 1 – 16, 18 – 23;

Hari ini Gereja Universal memperingati Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria. Bacaan-bacaan liturgi hari ini sama sekali tidak ada kaitan dengan kelahiran Bunda Maria. Bahkan tidak ada catatan sejarah tentang kapan dan dimana persisnya Ibunda Yesus ini dilahirkan. Gereja merasa perlu menetapkan momen ini, mengingat peran Maria dalam karya keselamatan Allah. Jadi, penetapan ini lebih pada penghormatan kepada Bunda Maria, serta ajakan untuk mengikuti teladan hidupnya. Pada poin terakhir inilah, sabda Tuhan mendapat gaungnya.

Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, Paulus menekankan bahwa Allah senantiasa bekerja untuk keselamatan umat manusia. Untuk maksud itu, Allah membutuhkan tangan manusia. Maria merupakan salah satu rancangan Allah untuk keselamatan umat manusia, melalui Tuhan Yesus. Hal ini terlihat dalam Injil hari ini. Diawali dengan silsilah Yesus Kristus, dimana nama Maria muncul di dalamnya, hingga bagaimana Allah “menggunakan” Maria sebagai alat-Nya. Maria mengandung dari Roh Kudus. Ini sesuai dengan janji Allah, yang telah dilontarkan para nabi Perjanjian Lama.

Hari ini sabda Tuhan mau menyadarkan kita bahwa untuk menyelamatkan umat manusia, Allah membutuhkan manusia. Salah satunya adalah Bunda Maria, yang melaluinya Allah menjadi manusia. Maria telah dipanggil Allah sedari awal, dibenarkan dan akhirnya dimuliakan. Semua itu karena teladan iman Maria, “Terjadilah padaku menurut kehendak-MU.” Teladan inilah yang hendak ditawarkan kepada kita. Melalui sabda-Nya dan juga lewat pesta Maria ini, Tuhan menghendaki supaya kita hidup berserah diri kepada Tuhan. Kita diajak untuk senantiasa hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.

by: adrian

Renungan Hari Minggu Biasa XXIII - A

Renungan Hari Minggu Biasa XXIII, Thn A/II
Bac I    Yeh 33: 7 – 9; Bac II             Rom 13: 8 – 10;
Injil      Mat 18: 15 – 20;

Tema sabda Tuhan hari ini adalah kasih. Tema kasih ini diungkapkan dalam bacaan pertama lewat memperingati orang jahat untuk kembali ke jalan yang benar. Melalui kitabnya, Nabi Yehezkiel diangkat Tuhan menjadi penjaga bagi kaum Israel. Yehezkiel diminta oleh Tuhan untuk senantiasa mengajak orang bertobat dari kesalahannya agar ia tidak mati dalam dosanya. Dengan kata lain, Allah ingin menyelamatkan umat-Nya melalui Yehezkiel. Allah mau supaya umat tidak mati dalam kebinasaan, melainkan selamat. Penyelamatan ini merupakan ungkapan kasih Allah kepada umat-Nya.
Apa yang dinyatakan Allah melalui Nabi Yehezkiel, kembali ditegaskan Tuhan Yesus dalam Injil hari ini. Dalam Injil Matius, Tuhan Yesus mengajak para murid-Nya untuk menyelamatkan orang berdosa dengan menegor mereka. Menegor, memperingati, menasehati, dan arti tertentu juga mengkritik, merupakan suatu tindakan penyelamatan agar orang yang ditegor sadar akan kesalahannya dan bersedia kembali ke jalan yang benar. Tuhan Yesus mengajak pendengar-Nya untuk menegor, memperingati, menasehati, dan arti tertentu juga mengkritik, dalam suasana kasih,  bukan suasana kebencian. Dasar kasih adalah penyelamatan.
Dalam bacaan kedua, tema kasih ini mendapat tekanan khusus. Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Roma, kembali mengulangi apa yang pernah diajarkan Sang Guru, Tuhan Yesus. Paulus mengajak umat untuk hidup dalam kasih, karena kasih memenuhi hukum Taurat. Paulus mempertentangkan semangat kasih ini dengan dendam dan kebencian. Paulus mengistilahkan dengan utang. Jadi, permintaan untuk tidak berutang berarti ajakan untuk tidak menyimpan dendam. Perasaan dendam muncul dari kebencian. Hal inilah yang hendak disingkirkan dengan menumbuhkan semangat kasih.
Sabda Tuhan hari ini pertama-tama mau menyadarkan kita bahwa Allah itu adalah kasih. Karena kasih-Nya, Allah ingin supaya manusia selamat. Sekalipun manusia lemah dan sering jatuh ke dalam dosa, Allah tetap ingin manusia selamat. Karena itu, Allah membutuhkan sesama manusia untuk saling menyelamatkan. Ada banyak tindakan penyelamatan itu. Salah satunya adalah menegor, memperingati, menasehati, dan arti tertentu juga mengkritik, yang dilakukan dalam suasana kasih. Tuhan menghendaki kita untuk menyelamatkan sesama kita yang jatuh ke dalam kesalahan agar ia bertobat dan kembali ke jalan yang benar.

by: adrian

Renungan Hari Senin Biasa XXIV - Thn II

Renungan Hari Senin Biasa XXIV, Thn A/II
Bac I    1Kor 12: 31 – 13: 13; Injil               Luk 2: 33 – 35;

Hari ini adalah peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita. Gereja Universal mengajak umatnya untuk bercermin pada dukacita Bunda Maria. Injil hari ini memuat ramalan Simeon akan dukacita Maria. “Suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri.” (ay. 35) demikian ungkap Simeon tentang Maria. Pusat dukacita Maria ada pada Yesus, Puteranya. Dukacita Maria menampilkan sisi keibuannya atas perilaku tak adil terhadap Yesus, Puteranya. Perlakuan tak adil yang diterima Yesus terjadi sepanjang hidup-Nya dan berpuncak pada salib. Karena itu, peringatan ini masih berkaitan dengan pesta Salib Suci kemarin.

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus, yang menjadi bacaan pertama ini, memang sama sekali tidak menyinggung secara eksplisit Maria yang berdukacita. Tema surat Paulus ini adalah kasih. Paulus mengajak jemaat untuk mewujudkan kasih di antara sesama. Salah satu ungkapan kasih adalah bersukacita akan kebenaran, bukan atas ketidak-adilan (ay. 6). Dengan kata lain, terhadap peristiwa ketidak-adilan, umat hendaknya tidak bersukacita, tetapi berdukacita. Di sini umat menunjukkan kasih solidaritas atas mereka yang menderita ketidak-adilan. Hal ini mirip seperti yang dialami oleh Bunda Maria.

Dewasa ini banyak orang tua tidak lagi bisa membedakan mana yang baik dan tidak baik; mana yang benar dan salah, berkaitan dengan anaknya. Kasih orang tua akan anaknya sering ditampilkan dengan sikap membela sang anak, sekalipun anak berbuat salah. Bahkan ada orang tua yang bangga akan perilaku anak yang demikian. Hari ini kita diajak untuk berkaca pada Bunda Maria. Sabda Tuhan menghendaki supaya kita berdukacita pada ketidak-adilan dan bersukacita pada kebenaran. Artinya, kita bisa membedakan benar dan salah. Jika ada orang lain berbuat salah, entah itu anak atau siapa saja, hendaknya kita prihatin atas hal itu dan berusaha untuk membenahinya.

by: adrian

Renungan Pesta Salib Suci - A

Renungan Pesta Salib Suci, Thn A
Bac I    Bil 21: 4 – 9; Bac II               Flp 6: 2 – 11;
Injil      Yoh 3: 13 – 17;

Hari ini Gereja Universal mengajak kita untuk merayakan pesta Salib Suci. Ada dua kata yang hendak ditonjolkan di sini, yaitu Salib dan Suci. Salib merupakan tempat Tuhan Yesus “ditinggikan”, sehingga dari-Nya umat manusia memperoleh keselamatan atau disucikan. Semua bacaan liturgi hari ini mau berbicara tentang hal itu. Bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Bilangan, memang sama sekali tidak menyinggung soal salib, namun kisahnya menjadi inspirasi Salib Kristus. Diceritakan bahwa umat Israel berdosa sehingga Allah menurunkan ular tedung sebagai hukuman. Akibat hukuman itu banyak orang Israel mati dan lahirlah pertobatan. Keselamatan muncul ketika orang memandang ular tedung tembaga yang ditinggikan Musa.

Peristiwa Perjanjian Lama ini kembali ditekankan dengan member makna baru oleh Tuhan Yesus dalam Injil hari ini. Tuhan Yesus membandingkan peristiwa peninggian ular tedung dengan peninggian Anak Manusia. Jika ular tedung tembaga ditinggikan dengan tongkat, Anak Manusia ditinggikan dengan Salib. Itulah peristiwa Kalvari. Pernyataan Tuhan Yesus mendahului peristiwa penyaliban Diri-Nya. Seperti ular tedung tembaga, Salib Kristus juga mendatangkan keselamatan bagi yang percaya.

Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, yang menjadi bacaan kedua, Paulus seakan merefleksikan dua bacaan tadi (bacaan pertama dan Injil). Paulus melihat bahwa dalam peristiwa salib itu, Yesus yang adalah Allah, rela melepas status keallahan-Nya dan mengambil rupa seperti manusia. Yesus yang rendah hati ini tidak hanya terlihat dalam keserupaan dengan manusia saja, melainkan juga dalam kematian-Nya di salib. Pada peristiwa salib, Paulus melihat ada gerak turun dan naik. Dengan salib Yesus benar-benar sangat merendahkan diri-Nya, tapi dengan salib juga Yesus ditinggikan. Dalam gerak turun dan naik inilah ada keselamatan. Dengan salib Yesus turun merangkul semua umat manusia; dan dengan salib juga Yesus mengangkat umat manusia pada kemuliaan. Itulah keselamatan. Dan itu ada pada salib, tempat Yesus bergantung.

Sabda Tuhan hari ini pertama-tama mau menyadarkan kita bahwa Allah menyelamatkan umat manusia dalam dan melalui Salib Kristus. Salib menunjukkan solidaritas Allah kepada umat manusia. Kepeduliaan Allah pada manusia yang ditunjukkan pada Salib hendaknya membangkitkan rasa hormat kita. Karena itulah, seperti kata Paulus, hendaknya kita berlutut menyembah Dia bagi kemuliaan Allah. Sikap hormat pada Salib adalah juga sikap percaya pada-Nya. Namun lebih dari itu, lewat sabda-Nya, Tuhan hendak mengajak kita juga untuk membangun semangat solidaritas antar sesama. Allah telah menunjukkan solidaritas-Nya dalam salib, yang adalah juga simbol penderitaan dan penghinaan. Maka solidaritas kita pun hendaknya tertuju kepada mereka yang menderita dan hina.

by: adrian

Renungan Hari Sabtu Biasa XXII - Thn II

Renungan Hari Sabtu Biasa XXII, Thn A/II
Bac I    1Kor 4: 6b – 15; Injil                        Luk 6: 1 – 5;

Dalam bacaan kedua, yang diambil dari surat Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus membeberkan kriteria murid Kristus. Kriteria itu bukan sebatas ungkapan teoretis belaka, melainkan nyata dalam diri Paulus sendiri dan juga Apolos. Artinya, jemaat dapat melihat kriteria murid Kristus dalam diri kedua rasul itu. Misalnya seperti mengutamakan kepentingan umat daripada kepentingan pribadi, sabar sekalipun dianiaya, memberkati meskipun dicaci maki, ramah walaupun difitnah. Melalui suratnya ini Paulus meminta jemaat untuk mengikuti teladan hidupnya dan juga Apolos, karena itulah ciri atau tanda murid Kristus.

Apa yang dihidupi Paulus dan Apolos, dan yang menjadi teladan bagi jemaat, sudah dilakukan Tuhan Yesus. Makanya wajar bila dalam perilaku Paulus dan Apolos, umat dapat melihat Kristus. Injil hari ini menampilkan kriteria yang dimaksud Paulus dalam suratnya itu. Menghadapi kritik pedas dari kaum Farisi berkaitan dengan kebiasaan hari sabat, Tuhan Yesus menghadapinya dengan sabar dan ramah. Tuhan Yesus tidak menggunakan rasionalisasi, melainkan menggunakan dasar Kitab Suci. Jadi, dasar Kitab Suci yang digunakan kaum Farisi dalam mengecam perbuatan para murid Yesus dilawan dengan Kitab Suci juga. Di sini bukan berarti Kitab Suci itu membingungkan karena berisi pertentangan. Yesus mau mengajak umat, terlebih kaum Farisi, untuk dapat melihat Kitab Suci secara utuh; bukan secara parsial saja. Lebih dari itu, Yesus mau meminta mereka untuk lebih melihat kehendak Allah dalam Kitab Suci, ketimbang menggunakan Kitab Suci untuk pembenaran diri.

Tak jarang dalam kehidupan, kita sering menghadapi kritikan, hinaan, fitnah juga aniaya. Kebanyakan dari kita, ketika menghadapi semuanya itu, menunjukkan reaksi membalas atau sekedar pembenaran diri. Sangat jarang kita menghadapi semua itu dengan sikap jernih dan reflektif. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk menyikapi semua itu dengan hati jernih dan lapang dada. Kita tak perlu membalas ataupun berasionaliasi. Tuhan menghendaki supaya kita menampilkan jati diri kita sebagai orang Kristen, murid Kristus, yang mengutamakan damai dan kasih persaudaraan.

by: adrian

Orang Kudus 30 Mei: St. Marta Wiecka

BEATA MARTA WIECKA, PENGAKU IMAN
Marta Wiecka lahir pada 12 Januari 1874 di Nowy Wieck, Polandia. Ia adalah puteri dari Marcello Wiecki, seorang tuan tanah, dan Paulina Kamrowska. Ketika berusia 2 tahun Marta sakit keras sampai dokter tidak mampu menanganinya. Kedua orangtuanya berdoa dengan perantaraan Bunda Allah dari Piseczno, dan Marta sembuh dari penyakitnya. Marta kecil memiliki devosi kepada St. Yohanes Nepomuk. Ia suka membantu ibunya dalam menjaga dan membesarkan saudara-saudaranya.
Pada 3 Oktober 1866 Marta menerima komuni pertamanya. Sejak saat itu Tuhan Yesus menjadi pusat kehidupannya. Marta juga tidak pernah ragu dan mengeluh ketika harus berjalan 12 kilometer menuju gereja parokinya. Ketika berusia 14 tahun, Marta mencoba untuk bergabung dengan biarawati Putri Kasih St. Vinsensius a Paulo di Chelmo, tetapi ia ditolak karena masih terlalu muda. Dua tahun kemudian ia kembali, namun ia kembali tidak diterima akibat adanya pembatasan penerimaan aspiran oleh pemerintah Prusia.
Karena penolakan itu Marta kemudian menuju biara di Krakow. Di sana ia diterima. Pada 21 April 1863 Marta memasuki masa postulan dengan menerima jubah dan ditugaskan di rumah sakit di Lviv. Tahun 1894 Marta dipindahkan ke rumah sakit di Podhajce. Marta mengikrarkan kaulnya pada 15 Agustus 1897. Dua tahun kemudian ia pindah tugas ke Bochnia. Di sini Marta memperoleh penglihatan akan Tuhan Yesus yang tersalib.
Tak lama kemudian sebuah gosip merebak bahwa Marta memiliki hubungan terlarang dengan pasiennya sampai ia hamil. Di tengah terpaan gosip yang menyebar, Marta terus melayani tanpa lelah. Pimpinannya tidak mengizinkan dia pindah tempat tugas untuk membuktikan bahwa gosip itu salah. Dan setelah tidak terbukti, Marta baru dipindahkan ke Sniatyn, dimana ia menunjukkan pengabdiannya yang mendalam.
Dalam pelayanannya Marta tidak pernah membiarkan pasiennya meninggal tanpa menerima Sakramen Pengakuan Dosa. Ketika ada pasien yang menderita demam tifoid yang mudah menular, Marta merawatnya sampai ia juga tertular. Dalam keadaan sakit banyak orang mendoakannya termasuk orang Yahudi.
Sebelum meninggal, Marta sempat menerima Sakramen Mahakudus. Marta Wiecka meninggal dunia pada 30 Mei 1904 di Sniatyn, Ukraina. Pada 24 Mei 2008 ia dibeatifikasi oleh Paus Benediktus XVI, yang diwakili oleh Kardinal Tarcisio Bertone, SDB.
Baca juga orang kudus hari ini:

Orang Kudus 30 Mei: St. Yoahana d'Arc

SANTA YOHANA DE ARC, PENGAKU IMAN
Yohana lahir pada sekitar tahun 1412 di Domreni, Perancis. Ia adalah puteri dari Yakobus Arc, seorang petani biasa, dan Elisabeth. Kedua orangtuanya mendidik dan membesarkan Yohana menjadi seorang wanita petani yang rajin, peramah dan periang. Tetapi sebagaimana wanita desa lainnya, Yohana tidak tahu membaca dan menulis.
Ketika berusia 13 tahun, Yohana merasakan adanya suatu dorongan batin yang kuat untuk melibatkan diri dalam perjuangan menyelamatkan negerinya Perancis dari pendudukan tentara-tentara Inggris. Setahun kemudian, tatkala ia sedang menjaga domba-domba di padang, Yohana mengalami suatu cahaya penglihatan ajaib. Dari dalam cahaya itu terdengar olehnya suatu suara orang yang berkata, “Yohana, anakku. Jadilah anak yang baik-baik! Tuhan akan melindungi dan menaungi engkau dengan kekuatan Roh Kudus. Ingatlah, pada suatu saat engkau akan menolong raja untuk menyelamatkan Perancis dari bahaya peperangan dan dari pendudukan tentara Inggris.”
Dengan gentar Yohana berlutut dan berkata, “Ah, Tuhan, aku hanya seorang wanita petani yang miskin dan tak berdaya. Bagaimana harus berperang.”
Suara itu menjawab, “Jangan takut Yohana! Tuhan akan menolong engkau asal engkau percaya kepada-Nya.”
Waktu terus beredar. Ketika Yohana berusia 16 tahun, suara ajaib itu didengarnya lagi. Kali ini lebih tegas dan mendesak. “Waktunya sudah tiba. Dauphin, putra mahkota itu membutuhkan engkau. Pergilah ke istana dan mohonlah kepada panglima Robert agar mengizinkan engkau pergi menemui Dauphin.”
Situasi Perancis saat itu sedang kacau oleh amukan perang dan pendudukan tentara Inggris. Sementara itu putra mahkota belum dinobatkan menjadi raja. Yohana, dengan iman yang kuat kepada Tuhan, segera melaksanakan perintah ajaib itu. Ia pergi ke istana untuk menemui Robert.
“Aku membawa berita kepada Dauphin dari Tuhanku,” ungkap Yohana kepada Robert.
“Siapa Tuhanmu itu?”