Sabtu, 10 Agustus 2019

PARADOKSAL KEBENARAN

Blog budak-bangka 5 tahun lalu, persisnya 10 Agustus 2014, menurunkan sebuah tulisan dengan judul: “Kebenaran yang Membebaskan”. Tulisan tersebut diambil dari tulisan C. Aman, OFM, yang dimuat dalam situs UCAN News. Sengaja blog ini mengutipnya dan memuat kembali karena pesan yang berguna bagi pembaca.
Tulisan itu menyatakan bahwa kebenaran itu paradoksal. Dia dirindukan tapi juga ditakuti; menyembuhkan dan juga melukai. Lewat tulisan tersebut, pembaca diajak untuk berefleksi diri, melihat pada diri sendiri apakah dirinya termasuk orang yang merindukan kebenaran atau takut pada kebenaran.
Sekalipun tulisan lima tahun lalu itu bernuansa filosofis, namun ia dikemas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan ringan sehingga mudah dan enak untuk dibaca siapa pun. Tulisan tersebut sangat berguna bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan pengetahuan.
Kenapa kebenaran itu menyembuhkan sekaligus melukai? Apa yang dimaksudkan kebenaran yang paradoksal? Apakah tidak ada kebenaran absolut? Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tadi, silahkan klik dan membaca di sini. Selamat membaca!!!

INI KIAT BERANTAS KORUPSI DI INDONESIA

Salah satu tantangan bangsa Indonesia saat ini adalah korupsi yang kian tak kunjung reda. Semakin diberantas, semakin bertambah banyak pelaku korupsinya. Belum lagi tuntas korupsi-korupsi skala kakap, seperti Century dan Hambalang, kasus-kasus OTT (Operasi Tangkap Tangan) kerap menghiasi pemberitaan. Korupsi ini, seperti kata orang Betawi, kagak ade matinye. Menghadapi situasi seperti inilah banyak elemen masyarakat bertanya-tanya: kenapa korupsi tidak berkurang sekalipun para koruptornya sudah ditangkapi dan dipenjara? Bagaimana caranya supaya korupsi makin berkurang dari muka Ibu Pertiwi ini?
Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, 6 tahun lalu, persisnya 10 Agustus 2013, blog budak-bangka menurunkan sebuah tulisan dengan judul: “Hukuman Bagi Koruptor”. Menilik judul tulisan tersebut, terlihat jelas bahwa solusi untuk memberantas koruptor ada pada hukuman-nya. Tulisan tersebut sendiri lahir menanggapi judul tulisan berita di Harian KOMPAS: “Korupsi Telah Menjadi Budaya”. Penulis blog ini merasa prihatin dengan pernyataan bahwa korupsi telah menjadi budaya; seolah-olah korupsi setara dengan budaya-budaya bangsa ini yang harus dilestarikan. Apakah korupsi memang harus dikembangkan dan dilestarikan?
Menyikapi hal itu, penulis blog budak-bangka menawarkan gagasan tentang hukuman bagi koruptor yang diyakini dapat mengurangi minat orang untuk melakukan tindak korupsi. Salah satu premis awalnya adalah hukuman apa yang membuat orang menjadi jera. Tampak jelas solusi yang diberikan lewat tulisan 6 tahun lalu itu tidak hanya bertujuan menghukum para koruptor tetapi juga mencegah orang lain untuk tidak korupsi.
Dikemas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana dan ringan sehingga mudah dan enak untuk dibaca siapa pun. Tulisan tersebut sangat berguna bagi siapa saja, terutama bagi mereka yang bersentuhan dengan tindak pemberantasan korupsi, terutama presiden dan DPR, karena mereka pemegang kuasa legislatif. Semua itu, seperti dikatakan pada bagian akhir tulisan tersebut, tergantung pada political will.
Apa solusi yang ditawarkan tulisan tersebut untuk membasmi korupsi dari negeri ini? Temukan ulasannya dengan klik dan membaca di sini. Selamat membaca!!!