Minggu, 09 Agustus 2015

Pertikaian & Perselisihan Para Imam

Tanggal 2 – 3 Desember 2014, para romo, yang berada di wilayah Kevikepan Bangka Belitung, mengadakan rekoleksi di Puri Sadhana, Kebun Sahang. Pada hari pertama, Romo Vikep menghantar kami dalam permenungan. Romo, yang berperan juga sebagai Pastor Kepala Katedral, menyajikan bahan refleksinya dari ensiklik Paus Fransiskus, Evangelii Gaudium. Topik yang di-share-kan adalah godaan-godaan yang dihadapi para petugas pastoral.

Topik ini sangat menarik mengingat posisi saya dan rekan-rekan lainnya sebagai petugas pastoral. Romo Vikep sendiri menyatakan bahwa topik ini memang menarik. Yang menjadi daya tariknya adalah kata “godaan”. Bukankah godaan itu selalu menarik? Hawa jatuh ke dalam dosa karena ia melihat buah pohon itu menarik hati karena memberi pengertian (Kej 3: 6).

Lantas apa saja yang menjadi godaan-godaan kami pada imam, yang adalah petugas pastoral? Perlu disadari bahwa godaan itu sekaligus juga tantangan dalam mewartakan kabar sukacita.
Ada beberapa poin godaan dan sekaligus tantangan. Semua poin itu menarik bagi saya, dan sangat mengena pada kehidupan saya. Akan tetapi saya lebih terkesan dan tertarik dengan poin keenam. Kata kuncinya adalah pertikaian dan perselisihan di antara petugas pastoral. Tema ini menjadi menarik karena ia begitu aktual. Ada banyak imam hidup dalam pertikaian dan perselisihan. Saya sendiri pun pernah mengalaminya.

Namun, ada satu hal yang perlu saya sampaikan. Bukan berarti saya mau membantah topik atau bahan refleksi itu; dan bukan pula saya mau membela diri. Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa tidak semua perselisihan dan pertikaian itu negatif. Kebanyakan orang menilai, sebagaimana juga dikatakan dalam bahan refleksi itu, bahwa perselisihan dan pertikaian itu disebabkan karena cemburu dan hanya mementingkan kepentingan pribadi. Padahal tidaklah selalu demikian. Tak sedikit orang berselisih demi kebaikan dan kebenaran.

Tuhan Yesus, selama hidup-Nya, selalu berselisih dengan kaum Farisi, Saduki, para imam dan ahli-ahli Taurat. Yesus sering mengecam mereka. Apa lantas bisa dikatakan Yesus cemburu dan hanya mementingkan kepentingan diri sendiri? Sama sekali tidak. Justru beberapa kali terlihat merekalah yang iri hati terhadap Yesus. Dan lewat perselisihan itu Tuhan Yesus mau menunjukkan kebenaran dan kebaikan, bukan untuk diri-Nya, melainkan untuk mereka dan umat manusia.

Renungan Hari Minggu Biasa XIX - B

Renungan Hari Minggu Biasa XIX, Thn B/I
Bac I  1Raj 19: 4 – 8; Bac II                Ef 4: 30 – 5: 2;
Injil    Yoh 6: 41 – 51;

Bacaan pertama hari ini, yang diambil dari Kitab Pertama Raja-raja, berkisah tentang Nabi Elia. Diceritakan bahwa Elia melarikan diri dari kejaran Izebel yang ingin membunuhnya. Elia melarikan diri ke padang gurun. Di tengah perjalanan ia kelelahan karena lapar. Hal ini membuatnya putus asa sehingga ia ingin mati. “Sekarang, ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.” (ay. 4). Namun Allah masih menunjukkan belas kasih-Nya dengan memberinya roti dan air. Dengan itu Elia mendapatkan kekuatan dan hidup.
Roti yang memberi hidup kembali diungkapkan dalam Injil hari ini. Bukan sembarang roti, karena roti ini, sama seperti bacaan pertama, turun dari surga. Artinya, roti ini merupakan pemberian Tuhan karena kasih-Nya kepada umat. Dan roti itu adalah Tuhan Yesus sendiri. “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.” (ay. 51). Di sini mau diungkapkan nilai pengorbanan Tuhan Yesus kepada umat manusia. Ia menyamakan diri-Nya dengan roti agar dimakan. Namun makan di sini tidak dalam pengertian hurufiah, melainkan seperti yang dikatakan-Nya, “Barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal.” (ay. 47).
Dalam bacaan kedua, yang diambil dari Surat Paulus kepada Jemaat di Efesus, Paulus seakan merefleksikan makna Tuhan Yesus menjadi roti hidup. Bagi Paulus, pernyataan Tuhan Yesus tentang orang yang makan diri-Nya, yang adalah roti hidup, menunjukkan pengorbanan-Nya di kayu salib. Ini merupakan ungkapan kasih Allah dalam diri Sang Putera. “Sebagaimana Kristus Yesus juga telah mengasihi kamu dan telah menyerahkan diri-Nya untuk kita sebagai persembahan dan korban yang harus bagi Allah.” (ay. 2)
Sabda Tuhan hari ini mau mengatakan kepada kita bahwa Allah senantiasa mengasihi umat-Nya. Allah tidak mau membiarkan kita mati dalam penderitaan, seperti pengalaman Nabi Elia. Pucak kasih Allah itu tampak dalam diri Putera-Nya, Tuhan kita Yesus Kristus. Tuhan Yesus adalah roti hidup (Yoh 6: 48). Tuhan Yesus telah menyerahkan diri-Nya demi hidup dunia, yaitu keselamatan umat manusia. Hal itu terjadi pada peristiwa salib. Dan tentang roti ini, kita senantiasa merayakannya dalam ekaristi. Jadi, setiap kali kita merayakan ekaristi dan menyambut hosti, yang adalah Tubuh Kristus, kita merayakan cinta Allah pada kita. Namun, seperti yang dikatakan Tuhan Yesus, dibutuhkan iman kepercayaan.***
by: adrian