Senin, 23 Desember 2013

Sinterklas atau Santa Claus???

SINTERKLASS SANTA CLAUS

Menjelang natal, dunia selalu dihiasi dengan kehadiran sosok orang tua gendut dengan janggut putih lebat dan berpakaian merah dengan mengendarai kereta rusa sambil berteriak, “Ho.. ho.., ho....!” Yah, bagi orang kristiani, bahkan yang bukan pun (baca: non kristen), tentu sudah tak asing lagi dengan sosok ini. Dialah Santa Claus atau juga yang biasa dipanggil Sinterklass.

Pada umumnya orang menyamakan saja kedua nama ini. Satu sosok dengan dua nama berbeda. Padahal sebenarnya keduanya tidak sama. Antara Santa Claus dan Sinterklass terdapat sedikit perbedaan.

Santa Claus adalah sosok yang tinggal di Kutub Utara, sementara Sinterklass merupakan tokoh dongeng Belanda yang dikisahkan tinggal di sebuah Kastil di Spanyol. Kesamaan keduanya adalah bahwa keduanya suka memberi hadiah kepada anak-anak yang sepanjang tahun menunjukkan kepribadian baik. Jadi, hadiah itu semacam reward karena sudah menjadi anak baik.

Bagaimana hadiah itu diberikan? Santa Claus ingin agar anak-anak meninggalkan kue untuk ditukarkan dengan hadiahnya. Sementara Sinterklass ingin supaya anak-anak menaruh rumput di sepatu untuk rusanya. Nah, rumput itu nantinya akan ditukar dengan hadiah natal. Ada kesan asas do ut des. Namun bukan untuk asas itu proses take and give ini dilakukan. Di sini ada nilai yang hendak ditanam dalam diri anak, yaitu agar anak juga bersedia memberi.

Bagaimana perlakukan kedua sosok legenda ini kepada anak-anak yang nakal? Terhadap anak-anak yang nakal, Santa Klaus akan memberi batu arang sebagai ganti hadiah. Jadi, Santa Claus akan mengambil kue yang diletakkan anak-anak dan menggantikannya dengan batu arang. Lain dengan Sinterklass. Sinterklass mempunyai seorang pengikut yang bertugas sebagai tukang hukum. Anak yang nakal tidak akan mendapat hadiah. Mereka akan dimasukkan ke dalam karung oleh pengikut Sinterklass yang dikenal dengan nama Piet Hitam.

Untuk pasar Indonesia, kehadiran Sinterklass lebih populer daripada Santa Klauss. Mungkin efek hukuman langsung dirasakan sebagai penyebab popularitas Sinterklass.
Jakarta, 30 Oktober 2013
by: adrian

Orang Kudus 23 Desember: St. Yohanes Kansius

SANTO YOHANES KANSIUS, PENGAKU IMAN
Yohanes Kansius adalah seorang pemuda kota yang berjiwa besar di kota dan Universitas Krakow, Polandia. Ia lahir di Kanty, Polandia pada tahun 1390. Ia bercita-cita menjadi imam. Oleh karena itu, semasa mudanya ia belajar filsafat dan teologi di Krakow. Di sekolah ia terkenal cerdas dan brilian sehingga dengan mudah menyelesaikan studinya dengan menyandang gelar doktor. Ia kemudian ditahbiskan menjadi imam, dan diangkat menjadi profesor Kitab Suci dan Teologi. Ia disukai semua mahasiswa karena caranya mengajar yang sangat memikat dan mendalam serta cara hidupnya yang sesuai dengan apa yang ia ajarkan. Ia dikenal sebagai seorang-mahaguru yang murah hati dan gemar menolong para miskin dan mahasiswanya. Setelah ditahbiskan menjadi imam ia terus belajar untuk memperdalam ilmunya. Perayaan Ekaristi harian yang dirayakannya dimaksudkan untuk memulihkan ke agungan Tuhan yang disepelekan baik oleh perbuatannya sendiri maupun perbuatan sesamanya. Ia mempersembahkan dirinya sebagai pepulih dosa-dosa manusia demi keselamatan jiwa-jiwa. Dalam pada itu, ia menaruh devosi istimewa kepada Kristus yang bersengsara. Ia rajin merenungkan makna kesengsaraan Kristus bagi keselamatan manusia.

Kebaikan dan kehebatannya menimbulkan iri dan pertentangan dengan rekan profesor lainnya sehingga ia terpaksa dipindahkan ke Olkusz sebagai pastor paroki. Sebagai pastor paroki, Yohanes ternyata seorang pastor yang bijaksana dan rendah hati. Ia disenangi umatnya. Ia senantiasa berhati-hati sekali di dalam melaksanakan tugasnya sebagai gembala umat, karena ia sadar bahwa apa yang dipandangnya baik bagi umat tidak selamanya berkenan di hati umat dan menjawabi kebutuhan umat. Akan tetapi kerendahan hati dan kelemah-lembutannya akhirnya toh dapat menarik simpatik umatnya. Setelah berkarya beberapa lama di Olkusz ia dengan berat hati meninggalkan umatnya karena dipanggil kembali ke Krakow untuk mengajar Kitab Suci. Tugas ini diembannya sampai akhir hidupnya.

Yohanes Kansius, seorang imam yang serius dalam menjalankan tugasnya namun ia tetap rendah hati; kebaikan hatinya dikenal oleh semua umat di kota Krakow terutama mereka yang miskin dan malang yang mengalami berbagai kesulitan hidup. Ia membantu orang-orang itu dengan harta dan uangnya. Untuk kebutuhan-kebutuhannya sendiri ia menyisihkan hanya sejumlah kecil uang. Jam tidurnya hanya sedikit dan di lantai saja. Makanannya pun sangat sederhana tanpa lauk-pauk. Cintanya yang besar kepada Kristus tersalib mendorong dia beberapa kali berziarah ke Yerusalem untuk menyaksikan langsung jalan sengsara yang dilalui Yesus sewaktu memikul salib-Nya menuju Golgotha. Ia dengan penuh semangat mewartakan Injil kepada bangsa Turki dengan harapan menjadi martir di tangan bangsa Turki yang Islam itu. Dalam ziarah-ziarah itu biasanya ia memikul sendiri bebannya. Apabila ia ditegur dan dinasehati oleh atasannya agar memperhatikan kesehatannya, ia dengan tenang menjawab: "Hidup kita adalah dalam tangan Tuhan. Lihat saja pada para rahib yang hidup di padang gurun dengan matiraga dan puasa yang keras; namun mereka itu justru berumur panjang."

Yohanes Kansius menanggung beban derita batin yang luar biasa karena kebencian orang lain, namun ia tenang saja menghadapi semuanya itu, malah dengan tekun bermatiraga dan berpuasa. Beberapa kali ia pergi ke Roma untuk bertemu dengan Sri Paus. Ada suatu kejadian kecil yang dialaminya dalam suatu perjalanannya ke Roma. Dari kejadian itu dapat kita membayangkan kebaikan dan kemurahan hatinya: "Pada suatu perjalanannya ke Roma ia disergap dan ditodong oleh beberapa orang perampok. Mereka meminta dari padariya uang atau emas. Dengan tenang ia mengatakan kepada perampok-perampok itu bahwa ia tidak punya apa-apa selain pakaian yang dikenakannya. Lalu ia melanjutkan perjalanannya tanpa memberi apa-apa kepada perampok-perampok itu. Tetapi tak seberapa jauh dari penjahat-penjahat itu, teringatlah dia bahwa di dalam saku mantelnya ada sebutir emas. Maka ia segera kembali mendapatkan perampok-perampok itu untuk menyerahkan emas itu kepada mereka. Perampok-perampok itu begitu malu dan tidak bersedia menerima emas yang disodorkan Yohanes. Mereka lalu membiarkan dia melanjutkan perjalanannya. Banyak sekali tanda heran yang terjadi atas namanya baik sebelum maupun sesudah kematiannya pada malam Natal 1473.

Renungan Hari Senin Adven IV - A

Renungan Hari Senin Adven IV, Thn A/II
Bac I   : Mal 3: 1 – 4, 4: 5 – 6; Injil         : Luk 1: 57 – 66

Sabda Tuhan hari ini berpusat pada Yohanes Pembaptis yang datang untuk mempersiapkan manusia akan kedatangan Tuhan Yesus. Kehadiran Yohanes ini sudah diramalkan oleh Kitab Maleakhi. Dalam bacaan pertama, dikatakan bahwa utusan yang mendahului Tuhan itu akan memurnikan manusia supaya pantas dan layak. Pemurnian itu dilakukan melalui pertobatan.

Injil hari ini mengisahkan tentang peristiwa kelahiran Yohanes Pembaptis. Kelahirannya disambut sukaria keluarga dan sanak kenalan. Namun bukan sukaria itu yang menjadi titik utama pesan Injil ini hari, melainkan tanda yang menyertai kehadiran Yohanes dalam keluarga Zakaria dan Elisabeth. Menyaksikan peristiwa itu, semua orang benar-benar merasa bahwa “tangan Tuhan menyertai dia.” (ay. 66).

Masa adven adalah masa penantian. Kita sedang menanti kedatangan Tuhan, baik untuk masa yang akan datang (eskatologis), maupun saat kini (perayaan natal). Dalam masa penantian ini, kita selalu disuguhi penampilan Yohanes Pembaptis. Ini mau mengatakan kepada kita bahwa Yohanes Pembaptis tidak bisa dilepaskan dari masa penantian itu. Yohanes selalu mengajak kita untuk bertobat, menyucikan dan mentahirkan diri, agar kita pantas dan layak menerima kehadiran Tuhan Yesus.

by: adrian