Sabtu, 24 September 2016

CARA SBY PERTAHANKAN DINASTI YUDHOYONO DI DEMOKRAT

Pilkada DKI 2017 mempunyai daya magnetnya sendiri. Hampir semua mata penjuru Indonesia tertuju ke Jakarta. Karena itu, wajar bila seorang teman berkomentar bahwa pemilihan menuju DKI-1 tak jauh beda dengan pilpres lalu. Hal ini dimaklumi mengingat DKI Jakarta merupakan barometer politik Indonesia.
Pusat episentrum perpolitikan pilkada DKI adalah sosok petahana, yaitu Basuki Tjahaya Purnama, atau yang biasa disapa Ahok. Sejak mengajukan diri kembali menjadi Gubernur DKI Jakarta periode 2017 – 2022, mulai dari calon independen hingga calon partai, ada banyak partai dan perseorangan berusaha untuk menjegal niat Ahok. Partai-partai, minus 3 partai pengusung awal Ahok (Nasdem, Hanura dan Golkar) membentuk koalisi kekeluargaan dengan prinsip: asal bukan Ahok. Tak kalah menarik juga kemunculan beberapa tokoh, mulai dari Yusril hingga Rizal Ramli, yang juga berprinsip sama seperti partai.
Akhirnya semua kita mengetahui akhir dari drama percalonan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Koalisi Kekeluargaan pecah (sama seperti koalisi permanen pada masa pilpres 2014 lalu), yang berawal dari masuknya PDIP ke kubu petahana. Perpecahan ini memunculkan dua poros, yaitu poros Yudhoyono atau biasa disebut poros Cikeas, dan poros Prabowo. Sementara itu, beberapa tokoh yang cukup santer namanya, seperti Yusril, Rizal Ramli, Anis Baswedan, Hasnaeni Moein, dll, bak hilang ditelan bumi. Metro TV, dalam acara “Selamat Pagi Indonesia” Jumat (23/09) menyebut mereka sebagai “Layu Sebelum Berkembang”.
Sangat menarik untuk mencermati pilihan poros Cikeas, yang terdiri dari Partai Demokrat, PAN, PKB dan PPP. Setelah melalui rapat panjang, Kamis (22/09) malam poros ini mendeklarasikan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI untuk melawan pasangan calon Ahok dan Djarot, yang Kamis kemarin sudah mendaftar di KPU. Sekedar diketahui Agus Harimurti adalah anak kandung SBY, yang saat ini masih aktif di ketentaraan dengan pangkal mayor infanteri.
Banyak reaksi dan tanggapan dari pengamat, baik senior maupun yunior. Ada pengamat menilai langkah poros Cikeas mengusung Agus Harimurti sebagai langkah antara bingung dan terpaksa. Ada juga yang mempertanyakan apakah ini merupakan langkah berani atau bunuh diri. Umumnya mereka terkejut atau kaget atas terpilihnya Agus Harimurti. Karena itu, Kosmas Lawa Bagho membuat tulisan di kompasiana dengan judul “Poros Cikeas Membuat Kejutan yang Mengejutkan”. Semua memberi penilaian negatif terhadap terpilihnya Agus Harmurti sebagai calon gubernur.