Senin, 08 Oktober 2012

Orang Kudus 8 Oktober: St. Simeon


Simeon, Tokoh Israel Sejati
Lukas adalah satu-satunya penulis Injil yang menampilkan sosok Simeon di dalam Injilnya (lih. Luk 2:22-35). Di dalamnya Lukas menggambarkan Simeon sebagai seorang tokoh Israel yang benar dan saleh di hadapan Allah. Simeon dipandang sebagai tokoh Israel sejati yang sungguh percaya akan Allah dan janji-janji-Nya. Lukas menegaskan hal itu dengan mengatakan bahwa ia ditentukan Allah 'tidak akan mati' sebelum menyaksikan dengan mata kepala sendiri kehadiran Yesus, Al-Masih, Dia yang dijanjikan Allah untuk menebus dosa umat manusia.

Oleh dorongan Roh Kudus, ia datang ke bait Allah. Ternyata di sana ia bertemu dengan Yusuf dan Maria yang datang ke dalam bait Allah untuk mempersembahkan Yesus, Anaknya, kepada Allah menurut Hukum Taurat Musa. Segera ia mengambil Yesus dari Maria dan menatang-Nya dalam tangannya sambil mengucap syukur kepada Allah karena telah diperkenankan melihat sendiri Dia yang datang dari Allah. Ia memuliakan Allah dengan berkata: "Sekarang, Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan Firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah Engkau sediakan di hadapan segala bangsa, yaitu terang yang menjadi pernyataan bagi bangsa-bangsa lain dan menjadi kemuliaan bagi umat-Mu, Israel." Kidung pujian ini disebut 'Nunc Dimitis'.

Kecuali itu, Simeon juga meramalkan penderitaan yang akan dialami Maria: "Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan, dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang." (Luk 2:34-35).

(Pencerahan) Pengorbanan


KETIKA TUHAN MENJADI MAKANAN
Tuhan memutuskan untuk mengunjungi bumi.
Maka Ia mengutus malaikat-Nya
untuk menyelidiki keadaan lebih dahulu

Malaikat kembali dengan laporan ini:
“Mereka kebanyakan kekurangan makanan,” katanya,
“dan kebanyakan juga menganggur.”

Tuhan berkata,
“Nah, Aku ingin menjelma dalam bentuk makanan
bagi mereka yang kelaparan
dan pekerjaan bagi mereka yang menganggur.”

by: Anthony de Mello, Burung Berkicau
Baca juga refleksi lainnya:

Renungan Hari Senin Biasa XXVII - Thn II


Renungan Hari Senin Pekan Biasa XXVII B/II
Bac I  Gal 1: 6 – 12 ; Injil        Luk 10: 25 – 37

Injil hari ini, jika mau diberi judul, sepertinya kurang pas kalau dikatakan “Orang Samaria yang Murah Hati. Judul yang cocok untuk Injil hari ini, yang menggambarkan isi kisah dalam Injil adalah “Orang Samaria yang Luar Biasa.”

Mengapa orang Samaria luar biasa. Pertama sekali harus dilihat adalah siapa yang dia tolong: musuhnya; orang yang membenci dirinya karena ke-Samaria-an dirinya. Jadi, sekalipun dia tahu bahwa orang yang sekarat di hadapan matanya itu adalah musuhnya, dia tetap mengulurkan tangan untuk membantu.

Hal lain yang membuat orang Samaria ini luar biasa adalah apa yang dilakukannya. Dia membersihkan luka-luka orang itu, lalu membalutnya. Dia sendiri mengangkat orang itu ke atas keledai tunggangannya, membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Ketika dikatakan “membawa ke penginapan” itu berarti orang Samaria berjalan kaki menuntun keledainya. Orang Samaria itu juga yang membayar penginapan dan biaya perawatan. Apa yang didapat orang Samaria? Tidak ada. Sebelum orang sekarat tadi sadar, orang Samaria itu sudah pergi.

Dalam kisah ini Tuhan mau menunjukkan soal “belas kasih.” Orang Samaria sudah menunjukkan belas kasihnya. Belas kasih orang Samaria itu tanpa pandang bulu dan tanpa pamrih. Orang Samaria tidak melihat orang yang sekarat itu adalah musuhnya; ia tidak melihat orang itu adalah orang Yerusalem. Yang dilihatnya adalah manusia yang membutuhkan pertolongan. Belas kasih orang Samaria juga tanpa pamrih. Dia tidak mendapatkan imbalan sepeser apa pun. Dan dia tidak mengharapkan apa-apa dari orang yang ditolongnya. Kesembuhan merupakan harapan orang Samaria buat orang Yerusalem.

Hari ini, melalui kisah Injil ini, kita diajak untuk mewujudkan belas kasih kepada siapa saja, tanpa memandang suku, ras, agama ataupun golongan. Kita juga diajak untuk melakukan belas kasih tanpa pamrih. Inilah kehendak Allah.

by: adrian