Sabtu, 04 Agustus 2012

Rancangan Jadwal Pelajaran Seminari

JADWAL  PELAJARAN
Hari
Waktu
KPP
Kelas 1
Kelas 2
Kelas 3
Senin
07.15 – 08.45
Indonesia
Inggris
Jerman
Sastra Indo
08.45 – 09.00
 ISTIRAHAT
09.00 – 10.30
Inggris
Agama
Sastra Indo
Jerman
10.30 – 10.45
 ISTIRAHAT
10.45 – 12.15
Agama
Indonesia
Inggris
Antropologi
Selasa
07.15 – 08.45
Latin
Jerman
Indonesia
Inggris
08.45 – 09.00
 ISTIRAHAT
09.00 – 10.30
Matematika
Latin
Sosiologi
Indonesia
10.30 – 10.45
 ISTIRAHAT
10.45 – 12.15
Sej. Gereja
Sosiologi
Antropologi
Agama
Rabu
07.15 – 08.45
Kitab Suci
Matematika
Agama
Liturgi

08.45 – 09.00
 ISTIRAHAT
09.00 – 10.30
Liturgi
Antropologi
Matematika
Kitab Suci
10.30 – 10.45
 ISTIRAHAT
10.45 – 12.15
Musik Litur
Sej Gereja
Kitab Suci
ASG
Kamis
07.15 – 08.45
Psikoseksual
Kitab Suci
Sej Gereja
Matematika
08.45 – 09.00
 ISTIRAHAT
09.00 – 10.30
Logika
Liturgi
ASG
Sej Gereja
10.30 – 10.45
 ISTIRAHAT
10.45 – 12.15
Komputer
Retorika
Liturgi
Indonesia
Jumat
07.15 – 08.45
Indonesia
Inggris
Jerman
Antropologi
08.45 – 09.00
 ISTIRAHAT
09.00 – 10.30
Inggris
Indonesia
Psikoseksual
Jerman
10.30 – 10.45
 ISTIRAHAT
10.45 – 12.15
Agama
ASG
Sastra Indo
Inggris
Sabtu
07.15 – 08.45
Latin
Indonesia
Inggris
Sastra Indo
08.45 – 09.00
 ISTIRAHAT
09.00 – 10.30
Inggris
Psikoseksual
Homilitika
Matematika
10.30 – 10.45
 ISTIRAHAT
10.45 – 12.15
Exkul
Exkul
Exkul
Exkul

Katekese tentang Bunda Maria

KATEKESE TENTANG MARIA OLEH ST. YOHANES MARIA VIANEY
Bapa bersukacita memandang hati Santa Perawan Maria Tersuci, sebagai karya tangan-Nya yang paling agung; sama seperti kita selalu senang akan karya kita sendiri, terlebih apabila hasilnya sungguh baik. Putra bersukacita atas hati Bunda-Nya, sumber darimana Ia mendapatkan Darah-Nya yang telah menebus kita. Roh Kudus bersukacita atas Bait-Nya. Para nabi mewartakan kemuliaan Maria sebelum kelahirannya; mereka memperbandingkannya dengan matahari. Sungguh, kehadiran Santa Perawan dapat diperbandingkan dengan seberkas sinar matahari yang cemerlang di pagi yang berkabut.

Sebelum kedatangan Maria, murka Allah menggelantung di atas kepala kita bagaikan sebilah pedang yang siap menebas kita. Segera setelah kehadiran Santa Perawan di dunia, murka-Nya reda. Maria tidak tahu bahwa ia akan menjadi Bunda Allah. Ketika masih kanak-kanak, ia biasa berkata, “Bilakah aku memandang ciptaan agung yang akan menjadi Bunda Allah?” Santa Perawan dihadapkan kepada kita dua kali: dalam Inkarnasi dan di kaki salib; dengan demikian ia Bunda kita dua kali lipat. Santa Perawan seringkali diperbandingkan dengan seorang ibu, namun demikian ia tetap jauh lebih mengagumkan daripada seorang ibu terbaik sekalipun; sebab ibu terbaik kadang-kadang menghukum anaknya apabila anaknya itu mengecewakan hatinya, dan bahkan menghajarnya: ia pikir ia melakukan hal yang tepat. Tetapi, Santa Perawan tidak melakukan itu semua; ia begitu lembut hati hingga ia memperlakukan kita dengan penuh kasih sayang dan tak pernah sekali pun menghukum kita.

Hati Bunda yang amat lemah-lembut ini sepenuhnya adalah cinta dan belas kasihan; ia hanya menginginkan kita bahagia. Kita hanya perlu datang kepadanya agar ia mendengar kita. Putra memiliki keadilan-Nya, tetapi Bunda tak memiliki apa-apa kecuali kasih sayangnya. Tuhan begitu mengasihi kita sehingga Ia rela wafat bagi kita; tetapi dalam hati Kristus ada keadilan-Nya, yang adalah atribut Allah; dalam hati Santa Perawan Tersuci, tak ada yang lain selain belas kasihan. Putranya siap menghukum mereka yang berdosa, Maria menengahi, ia menahan pedang keadilan, memohon dengan sangat pengampunan bagi pendosa yang malang. “Ibu,” demikian Kristus berkata kepada Bunda-Nya, “Aku tak dapat menolak apa pun permohonanmu. Bahkan jika neraka bertobat, engkau akan beroleh pengampunan baginya.”

St. Perawan Tersuci menempatkan dirinya di antara Putranya dan manusia. Semakin berdosa kita, semakin besar kelemahlembutan dan belaskasihan yang ia rasakan bagi kita. Anak yang menyebabkan ibunya meneteskan paling banyak airmata adalah anak yang paling dicintainya. Tidakkah seorang ibu senantiasa bergegas menolong anaknya yang paling lemah dan paling rentan terhadap bahaya? Tidakkah seorang dokter di rumah sakit lebih memperhatikan mereka yang menderita sakit yang paling serius? Hati Bunda Maria begitu lemah lembut terhadap kita, hingga andai saja hati segenap ibu di seluruh dunia digabung menjadi satu akan serupa sekeping es saja dibandingkan dengan hatinya. Lihat, betapa amat baiknya Perawan Tersuci! Hambanya yang mengagumkan, St. Bernardus, biasa menyapanya, “Salam bagimu, Maria”. Suatu hari, Bunda yang baik ini menjawabnya, “Salam bagimu, puteraku Bernardus.”

Ave Maria adalah doa yang tak pernah membosankan. Devosi kepada Perawan Tersuci begitu nikmat, begitu manis dan begitu menyegarkan jiwa. Apabila kita membicarakan masalah-masalah duniawi atau politik, kita akan merasa bosan; tetapi apabila kita membicarakan Perawan Tersuci, kita akan selalu bersemangat. Semua orang kudus memiliki devosi yang mendalam kepada Bunda Maria; tak ada rahmat datang dari surga tanpa melalui tangan-tangannya. Kita tak akan dapat masuk ke dalam rumah tanpa berbicara kepada penjaga pintunya; nah, Perawan Tersuci adalah penjaga pintu Surgawi.

Apabila kita hendak menyampaikan sesuatu kepada seorang tokoh yang kita hormati, kita menyampaikannya melalui orang yang dekat dengannya, agar pemberian kita itu berkenan padanya. Demikian juga doa-doa kita akan memperolehkan manfaat yang berbeda apabila disampaikan melalui Bunda Maria, sebab ia adalah satu-satunya makhluk yang tidak pernah menghina Allah.Perawan Tersuci seorang saja yang memenuhi perintah pertama – mengagungkan Tuhan saja dan mengasihi-Nya dengan sempurna. Ia melakukannya dengan sempurna tanpa cela.

Segala yang diminta Putra dari Bapa diberikan kepada-Nya. Segala yang diminta Bunda dari Putra, demikian juga, diberikan kepadanya. Jika kita menggenggam sesuatu yang harum, maka tangan kita akan mengharumkan apa saja yang disentuhnya: biarlah doa-doa kita melewati tangan-tangan Perawan Tersuci; ia akan mengharumkan doa-doa kita. Aku pikir bahwa pada akhir dunia Perawan Tersuci akan sangat tenang dan damai; tetapi sementara dunia berakhir, kita menarik-nariknya ke segala penjuru. Perawan Tersuci bagaikan seorang ibunda dengan begitu banyak anak – ia terus-menerus sibuk memeriksa dan memelihara anak-anaknya satu persatu.


sumber : “Catechism on the Blessed Virgin by Saint John Vianney”;www.catholic-forum.com
diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya

Orang Kudus 4 Agustus: St. Yohanes M. Vianey

SANTO YOHANES MARIA VIANNEY, PENGAKU IMAN
Mulanya ia dianggap remeh karena kelambanan dan kebodohannya. Setelah ditahbiskan menjadi imam, ia tidak diperkenankan uskup melayani sakramen pengakuan dosa karena dianggap tidak mampu memberi bimbingan rohani. Setelah beberapa lama, ia ditempatkan di paroki Ars, sebuah paroki yang terpencil dan tak terurus. Di paroki ini Yohanes Maria Vianney mengabdikan dirinya dan menjadikan desa Ars sebuah tempat ziarah bagi umat dari segala penjuru.

Yohanes Maria Vianney lahir pada 8 Mei 1786 di desa Dardilly, Lyon, Perancis. Ayahnya, Mateus Vianney, seorang petani miskin. Ibunya seorang yang taat agama. Masyarakat setempat kagum dan suka pada mereka karena cara hidup mereka yang benar-benar mencerminkan kebiasaan hidup kristiani. Semenjak kecil Yohanes Maria Vianney sudah terbiasa dengan kerja keras dan doa yang tekun berkat teladan orang tuanya. Dibandingkan dengan kelima orang saudaranya, ia memang trampil dan rajin bekerja namun lamban dan bodoh. Ia baru bisa membaca pada usia 18 tahun. Meskipun begitu ia bercita-cita menjadi imam.

Pada umur 20 tahun, ayahnya dengan berat hati mengizinkan dia masuk seminari di desa tetangganya, Ecully. Hal itu bukan karena ayahnya tidak menginginkan dia menjadi imam tetapi semata-mata karena kelambanan dan kebodohannya.

Pendidikannya sempat tertunda karena kewajiban masuk militer yang berlaku di Perancis pada masa itu. Baru pada tahun 1812, ia melanjutkan lagi studinya. Ia mengalami kesulitan besar sepanjang masa studinya di seminari. Hampir semua mata pelajaran, terutama bahasa Latin, sangat sulit dipahaminya. Namun ia tidak putus asa. Ia rajin berziarah ke Louveser untuk berdoa dengan perantaraan Santo Fransiskus Regis agar bisa terbantu dalam mempelajari semua bidang studi. Berkat doa-doanya ia berangsur-angsur mengalami kemajuan hingga menamatkan pendidikan Seminari Menengah Berriores dan masuk seminari tinggi. Di jenjang seminari tinggi ia harus berjuang keras lagi agar lolos dari kegagalan. Meskipun begitu ia terus menerus harus mengulangi setiap ujian. Pimpinan seminari sangat meragukan dia, namun mereka pun tidak bisa mengeluarkan dia karena kehidupan rohaninya sangat baik. Ia seorang calon imam yang saleh. Akhirnya Yohanes Maria Vianney pun dianggap layak dan ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1815.

Setelah menjadi imam, ia belum diperkenankan melayani sakramen pengakuan dosa karena dianggap tidak mampu memberikan bimbingan rohani kepada umat. Kecuali itu ia dinilai tidak bisa menjadi pastor di paroki-paroki kota. Oleh karena itu ia ditempatkan di Paroki Ars. Ars adalah sebuah desa terpencil dan terbelakang di Perancis. Paroki ini dianggap cocok bagi dia karena tingkat pendidikan umatnya tidak seberapa.

Pada 8 Februari 1818, Yohanes Maria Vianney memulai karyanya di Paroki Ars. Di satu pihak ia sungguh menyadari bahwa kemampuannya tidak seberapa bila dibandingkan dengan beratnya tugas mengembalakan umat Allah. Akan tetapi di pihak lain ia pun sadar bahwa dirinya bukanlah pelaku utama karya penggembalaan umat melainkan Allah melalui Roh Kudus-Nyalah pelaku utama karya besar itu. Kesadaran itu mendorong dia untuk senantiasa mempersembahkan karyanya kepada Tuhan. Tahap demi tahap ia membenahi parokinya dengan coba membangkitkan semangat iman umat. Semangat kerja kerasnya semenjak kecil mendorongnya untuk berkotbah dan mengajar umat tanpa mengenal lelah.

Yohanes Maria Vianney yang dahulu dianggap remeh dan dipandang dengan sebelah mata oleh uskup dan banyak imam, kini dikagumi dan disanjung. Desa Ars yang dahulu sepi, sekarang menjadi tempat ziarah terkenal bagi umat dari segala penjuru Perancis. Dari mana-mana umat datang ke Ars untuk merayakan ekaristi dan mendengarkan kotbah pastor desa yang saleh itu. Kotbah-kotbahnya tajam, keras dan mengena sehingga menggetarkan hati umat terutama para pendosa. Namun di kamar pengakuan ia ramah dan dengan hati ikhlas memberi bimbingn rohani kepada umatnya. Oleh rahmat Allah yang diperkuat dengan keluhuran budi dan kesalehan hidupnya, Yohanes Maria Vianney mampu menghantar kembali umat kepada pertobatan dan penghayatan iman yang benar.

Pastor Ars yang saleh ini dikaruniai karisma mengetahui berbagai hal sebelum terjadi. Karisma itu dapat dilihat dalam pengalaman nyonya Pauze dari St. Etienne. Pauze datang mengaku dosanya di gereja paroki. Pastor yang melayaninya sudah tua, kurus dan lemah. Dialah Yohanes Maria Vianney. Dalam hatinya ia berpikir, “Tentu ini kesempatan terakhir bagiku menerima berkatnya.” Namun tiba-tiba pastor tua itu berkata, “Bukan begitu anakku! Tiga minggu lagi kita akan bertemu kembali.” Nyonya Pauze terperanjat dan pulang dengan seribu tanda tanya. Ia menceritakan kata-kata pastor itu kepada teman-temannya. Dan persis tiga minggu kemudian, nyonya Pauze meninggal dunia bersamaan dengan pastor tua itu. Mereka bertemu lagi di surga.

Meskipun ia saleh, ia tidak luput dari gangguan setan. Ia sering tidak bisa tidur karena gangguan setan di malam hari. Ia tidak takut karena yakin bahwa sesudah kejadian seperti itu selalu akan datang pendosa berat yang mau bertobat. Di samping penyembuhan luka-luka batin umatnya, banyak pula penyembuhan jasmani yang terjadi secara ajaib melalui perantaraannya.

Tugas hariannya yang berat itu sangat menguras tenaganya. Beberapa kali ia meninggalkan Ars dengan maksud beristirahat di sebuah biara. Tetapi ia selalu diseret kembali oleh umatnya ke dusun Ars. Ini suatu tanda bahwa umat sungguh mencintainya dan tidak rela kalau pastornya meninggalkan mereka. Yohanes Maria Vianney mendampingi umatnya di Ars sampa maut menjemputnya pada 3 Agustus 1859. Pada tahun 1925 dia dinyatakan sebagai “santo” oleh Paus Pius XI (1922 – 1939) dan diangkat sebagai pelindung surgawi bagi para pastor paroki.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Sabtu Biasa XVII - Thn II

Renungan Hari Sabtu Pekan Biasa XVII B/II
Bac I   Yer 26: 11 – 16, 24 ; Injil          Mat 14: 1 – 12

Injil hari ini mengisahkan tentang kematian Yohanes Pembaptis. Yohanes Pembaptis dibunuh karena ia menyuarakan kebenaran dan kebaikan. Warta itu sebenarnya tertuju kepada Herodes, namun yang tersinggung adalah Herodias. Kelicikan Herodias jugalah yang menyebabkan Yohanes Pembaptis dibunuh dengan cara dipenggal kepalanya.

Herodes memang ingin membunuh Yohanes, namun tidak berani. Ia takut karena masyarakat menerima warta kebenaran dan kebaikan dari Yohanes. Mereka menganggap Yohanes sebagai nabi. Dalam pandangan orang Yahudi, nabi adalah orang yang diutus oleh Allah. Karena itu, suara nabi adalah suara Allah. Pemikiran ini masih ada dalam hati Herodes sehingga ia tidak berani membunuh Yohanes.

Tidak demikian dengan Herodias. Dia sungguh bernafsu melenyapkan Yohanes dari kehidupannya. Karena itu, ia tidak menerima kebaikan dan kebenaran dari Yohanes. Ia punya kebenarannya sendiri. Harta, jabatan dan kenikmatan membuat ia buta akan kebaikan dan kebenaran yang disuarakan Yohanes. Maka, tanpa takut atau merasa bersalah, ia perintahkan putrinya untuk meminta kepala Yohanes.

Injil hari ini sejalan dengan bacaan pertama, hanya beda akhir cerita. Dalam bacaan pertama Nabi Yeremia nyaris mengalami nasib seperti Yohanes. Ia pun ingin dibunuh karena ia menyuarakan kebaikan dan kebenaran. Namun para pemuka dan seluruh rakyat meminta kepada para imam agar Yeremia jangan dibunuh. "Orang ini tidak patut mendapat hukuman mati, sebab ia telah berbicara kepada kita demi nama TUHAN, Allah kita." (Yer 26: 16).

Hari ini sabda Tuhan mau mengatakan kepada kita bahwa Allah dan juga Yesus adalah sumber kebaikan dan kebenaran. Kebaikan dan kebenaran ini berguna untuk hidup kita, bukan untuk Allah atau Yesus. Kebaikan dan kebenaran itu sekarang ada di dalam Injil atau Kitab Suci. Dan kebaikan serta kebenaran itu ditawarkan kepada kita. Persoalannya, apakah kita mau menerimanya? Ataukah kenikmatan duniawi membuat kita puas dengan kebaikan dan kebenaran kita sendiri, sehingga kita buta akan kebaikan dan kebanaran dari Allah?

by: adrian