Minggu, 27 Desember 2020

TITIK TEMU ISLAM – KRISTEN SOAL YESUS


Selama ini sering terjadi konflik antara islam dan kristen. Konflik ini bukan hanya terjadi secara fisik, tetapi terlebih dalam argumen-argumen terkait dengan ajaran. Beberapa tokoh menyebutnya dengan istilah “perang teologis”. Tak bisa dipungkiri “perang teologis” ini terjadi dilatar-belakangi oleh perbedaan konsep, yang terutama berakar pada beda cara pandang. Padahal, jika ditelaah dengan nurani jernih, ternyata antara islam dan kristen mempunyai kesamaan atau titik temu. Salah satu titik temu itu adalah sosok Yesus Kristus, yang dalam islam lebih dikenal sebagai Isa Al-Masih.

Memang harus diakui dan juga dihormati adanya perbedaan dalam menyikap tokoh yang satu ini. Jika umat kristen melihat Yesus sebagai Allah, umat islam justru hanya melihat-Nya sebagai nabi. Sekalipun mempunyai segudang keistimewaan, yang bahkan mengalahkan nabi Muhammad SAW, tetap saja Yesus dipandang sebagai nabi. Hal ini dapat dimaklumi karena umat islam berpegang teguh pada konsep tauhid, dimana “tiada tuhan selain Allah.” akan tetapi, harus jujur juga mengakui adanya kegagalan dalam memahami kesatuan Yesus dengan Allah, sebagaimana yang dipahami kristen. Artinya, islam tak bisa memahami konsep trinitas dengan baik sehingga menilai Allah kristen itu tiga.

Namun, biar bagaimana pun, umat islam dan kristen tidak perlu terlalu memperdebatkan hal tersebut. Adalah lebih baik mencari titik temu sehingga memudahkan dialog dan komunikasi. Setidaknya ada 3 titik temu tentang Yesus atau Isa Almasih.

KRISTEN

ISLAM

Allah bekerja dalam diri Yesus (Yoh 5: 17 – 19)

Allah bekerja dalam diri Isa Almasih (QS 5: 110)

Firman Allah (Yoh 1: 1 – 3, 14)

Kalimat Allah (QS 4: 171)

Yesus dari Roh Kudus (Luk 1: 35; Mat 1: 20)                                                                      

Dari Roh Allah (QS 4: 171)

Alfa dan Omega (Why 1: 8; 21: 6; 22: 13)

Yang Awal dan Yang Akhir (QS 57: 3)

1.   Allah bekerja dalam diri Yesus

Berhadapan dengan kritikan dan amarah orang-orang Yahudi atas tindakkan-Nya menyembuhkan orang lumpuh pada hari Sabat, Yesus berkata,

Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga. [....] Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa menerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak. (Yoh. 5: 17, 19)

Sangat menarik kalau mencermati ayat 18. Di sini dikatakan bahwa orang-orang Yahudi tidak hanya sekedar marah, tetapi berusaha untuk membunuh Yesus. Titik persoalannya bukan saja karena Yesus meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Yesus menyamakan diri-Nya dengan Allah.

Kata-kata Yesus di atas tak jauh beda dengan wahyu Allah dalam surah al-Maidah. Allah SWT menegaskan bahwa Isa Almasih dapat melakukan aneka mukjizat, seperti menyembuhkan orang buta, orang kusta, membangkitkan orang mati, setelah mendapat izin dari Allah (QS al-Maidah: 110). Dapatlah dikatakan bahwa jika tidak ada izin dari Allah, maka Isa Almasih tidak bisa melakukan mukjizat.

Ada kemiripan antara “apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak” dengan mukjizat Isa Almasih yang dilakukan dengan seizin Allah. Umat islam melihat hal ini dan menafsirkan adanya, bukan saja perbedaan tetapi juga, pemisahan antara Anak dan Bapa, antara Isa Almasih dan Allah. Berbeda dengan orang Yahudi, yang melihat Yesus telah menyamakan diri-Nya dengan Allah. Dengan kata lain, Anak dan Bapa itu berbeda tapi satu. Orang kristen juga melihat seperti itu.

Karena itu, sebenarnya Al-Qur’an sudah menegaskan aspek keilahian Isa Almasih lewat teks ini. Kekuatan melakukan mukjizat hanya milik Allah. dengan melakukan mukjizat, maka Isa Almasih mempunyai aspek ilahi. Tentulah umat islam akan menyanggah bahwa sekalipun dapat membuat mukjizat, tapi semua itu terjadi atas izin Allah. Tanpa izin Allah, maka tidak akan terjadi. Demikian logikanya. Namun orang bisa bertanya, kenapa Allah tidak melakukan hal tersebut kepada Muhammad? Kenapa Allah SWT tidak memberi izin agar Muhammad bisa melakukan mukjizat?

2.    Firman Allah

Prolog Injil Yohanes sedikit filosofis. Jika dua Injil Sinoptik (Matius dan Lukas) memaparkan keallahan Yesus di awal kitab mereka melalui kisah narasi, Injil Yohanes mengungkapkannya dalam bentuk madah. Yohanes menulis,

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. [....] Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita .... (Yoh. 1: 1 – 3, 14)

Lewat prolog Injil Yohanes ini, umat kristiani memahami Yesus itu sebagai Firman Allah yang telah menjadi manusia. Konsep ini sangat mirip dengan yang disampaikan Allah SWT kepada Muhammad bahwa Isa Almasih itu adalah kalimat Allah (QS an-Nisa: 171). Dalam teks surah ini kita dapat mengetahui bahwa Isa Almasih itu adalah (1) utusan Allah, (2) Kalimat Allah, dan (3) Roh Allah. Kata “firman” tak berbeda dengan kata “kalimat” atau “sabda” atau juga “wahyu”. Sekalipun ada kesamaan konsep, yaitu bahwa Yesus (Isa Almasih) adalah Sabda Allah, namun umat islam dan kristen berbeda dalam cara pandang. Orang kristen tidak bisa memisahkan Firman dari Allah, karena “Firman itu adalah Allah”, sementara umat islam tidak hanya membedakannya tetapi juga memisahkannya.

3.    Roh Allah

Dalam kisah kelahiran Yesus, yang dinarasikan oleh Matius dan Lukas, dikatakan bahwa Yesus itu berasal dari Roh Kudus. Dalam Matius, pernyataan bahwa Yesus berasal dari Roh Kudus disampaikan kepada Yosef, sedangkan dalam Lukas disampaikan kepada Maria.

.... anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau menamakan Dia Yesus (Mat. 1: 20 – 21)

Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. [....] Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus. (Luk 1: 31, 35)

Orang kristen tidak bisa memisahkan Roh Kudus dari Allah. Orang kristen memahami bahwa Roh Kudus itu adalah Allah, sama seperti Firman itu adalah Allah. Bagi orang kristen, Roh Kudus adalah pribadi lain dari Allah yang sama dan satu dengan pribadi Allah yang lain, yaitu Sang Firman. Sebenarnya konsep ini, bahwa Yesus itu adalah (atau berasal dari) Roh Allah, sama seperti konsep islam yang tertuang dalam surah an-Nisa. Di atas telah dinyatakan bahwa berdasarkan kutipan QS an-Nisa: 171, Isa Almasih itu adalah (1) utusan Allah, (2) Kalimat Allah, dan (3) Roh Allah. Karena itu, jika dalam Injil Lukas Malaikat Gabriel mengatakan bahwa Yesus itu kudus, dalam QS Maryam: 19, Malaikat Jibril mengatakan bahwa Isa Almasih itu suci. (Sekedar diketahui saja, Gabriel itu sama saja dengan Jibril; yang pertama adalah sebutan dalam tradisi kristiani, sedangkan Jibril dikenal dalam islam).

4.    Alfa dan Omega

Umat kristiani memandang Yesus sebagai alfa dan omega, yang awal dan yang akhir. Gelar ini didapat dalam kitab Wahyu kepada Yohanes (1: 8; 21: 6; 22: 13). Yesus bersabda, “Aku adalah Alfa dan Omega, [....], Yang Awal dan Yang Akhir.” Sangat menarik bahwa ternyata Al-Qur’an juga memiliki istilah “Yang Awal, Yang Akhir” ini. Dalam QS al-Hadid: 3, Allah SWT berfirman, “Dialah Yang Awal, Yang Akhir....; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.“

Dalam kutipan Al-Qur’an di atas, dikatakan bahwa Allah menyebut sosok lain, yang disebut-Nya dengan kata Dia, sebagai “Yang Awal, Yang Akhir”. Dengan kata lain, “Yang Awal, Yang Akhir” bukanlah Allah yang saat itu sedang berfirman, melainkan Dia. Menjadi pertanyaan, siapa “Dia” itu? Menjadi semakin menarik bahwa sosok “Dia” ini dikatakan “Maha Mengetahui segala sesuatu”. Jika dikaitkan dengan konsep kristen tadi, maka sosok “Dia” ini adalah Isa Almasih atau Yesus Kristus.

Dabo Singkep, 10 September 2020

by: adrian