Minggu, 11 Mei 2014

Hosti adalah Tubuh Yesus

HOSTI ADALAH TUBUH YESUS
Setiap hari Minggu bahkan setiap hari, umat Katolik merayakan perayaan ekaristi sebagaimana pernah diminta Yesus kepada para rasul, "Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Aku." Dan dalam perayaan ekaristi itu umat menyambut hosti yang adalah benar-benar tubuh Kristus. Sebelum ekaristi  hosti itu memang hanyalah sebuah roti tak beragi. Namun, setelah diberkati imam dalam Doa Syukur Agung, tepatnya saat konsekrasi, hosti itu menjadi tubuh Kristus. Hanya mata iman yang bisa melihatnya. Persis syair lagu Allah yang Tersamar (Puji Syukur 557): "Allah yang tersamar, Dikau kusembah// Sungguh tersembunyi, roti wujudnya//..."

Berikut ini akan dikisahkan beberapa kisah mukjizat ekaristi. Kami tidak tahu apakah ini dapat menghapus keraguan banyak orang. Bukan maksud kami untuk membuat Anda percaya. Karena soal percaya atau tidak adalah hak Anda. Kami hanya mau berbagi cerita. Berkaitan dengan percaya atau tidak, kami mengikuti apa yang pernah dikatakan Yesus, "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya." (Yoh 20: 29).

CASCIA, sekitar tahun 1300
Cascia adalah sebuah kota kecil di pegunungan di lembah Umbrian, Italia. Itulah kota kediaman St. Rita dari Cascia. Jenazah St. Rita yang hingga kini masih utuh dibaringkan di Basilika Utama. Di bawahnya, di Basilika Kecil, disimpan Mukjizat Ekaristi dan jenazah Beato Simone Fidati, seorang imam yang terlibat langsung dalam mukjizat tersebut.

Pada masa terjadinya mukjizat, seorang imam tak lagi memiliki rasa hormat terhadap Ekaristi. Ketika diminta untuk mengantarkan Sakramen Mahakudus kepada seorang petani yang sedang sakit, ia mengambil sekeping Hosti yang telah dikonsekrasikan, menempatkannya dengan sembarangan di antara halaman-halaman buku breviary, lalu berangkat. Ketika ia membuka bukunya, ia mendapati bahwa Hosti telah berubah warna merah darah segar dan darah meresap ke kedua halaman buku di mana Hosti diselipkan.

Imam tersebut kemudian mohon nasehat Beato Simone Fidati, seorang imam yang kudus dan dihormati pada masa itu. Pastor Fidati menerima pengakuan sang imam dan memberinya absolusi. Beato Fidati mengambil kedua halaman dari breviary itu; satu ditempatkannya di tabernakel di Perugia dan satunya lagi ditempatkannya di Cascia. Mukjizat Ekaristi ini diperingati secara istimewa di Cascia setiap tahun pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus.

Orang-orang yang melihat ke halaman yang ternoda darah itu dapat melihat gambar Kristus tertera di sana.

Ya Kristus, berilah kami rahmat agar dapat melihat Engkau dalam Ekaristi dan mengenali-Mu pada saat pemecahan roti.

HASSELT, tahun 1317
Seorang imam mengunjungi seorang penduduk desa yang sedang sakit. Ia membawa bersamanya sekeping Hosti dalam siborium dan meletakkan siborium di atas meja, sementara ia pergi ke kamar lain untuk berbicara dengan si sakit dan keluarganya. Seseorang yang berada dalam keadaan dosa berat membuka tutup siborium, memegang Hosti, lalu mengangkatnya. Seketika itu juga, Hosti mulai berdarah. Imam memasuki ruangan dan ia amat terperanjat melihat Hosti yang berdarah.

Imam membawa kembali Hosti yang berdarah itu kepada kepala parokinya yang menasehatinya untuk membawa Mukjizat Ekaristi itu ke gereja biara para biarawati Cistercian di Herkenrode yang berjarak sekitar 30 mil jauhnya.

Begitu imam tiba di altar biara dan menempatkan Hosti di atas altar, suatu penglihatan akan Kristus bermahkotakan duri nampak kepada semua imam yang hadir. Oleh karena mukjizat Ekaristi dan penglihatan itu, segera saja Herkenrode berubah menjadi tempat ziarah yang terkenal di Belgia.

Pada tahun 1804, Hosti dibawa ke Gereja di San Quentin di Hasselt, di mana mukjizat Hosti yang terjadi pada tahun 1317 itu masih tetap dalam keadaan seperti semula.

BLANOT, tahun 1331
Blanot, suatu dusun pertanian kecil, tidak pernah digambarkan dalam peta-peta Perancis. Orang-orang Perancis yang meninggalkan Paris dan wilayah utara untuk menikmati matahari pantai selatan akan melewatinya dari tahun ke tahun tanpa pernah mengetahui keberadaan Blanot.

Namun demikian, dusun kecil ini dipilih Tuhan untuk menyatakan mukjizat-Nya - mukjizat Ekaristi. Pada tahun 1331 penduduk desa berdatangan dengan berjalan kaki atau dengan mengendarai kuda untuk merayakan Misa Paskah. Gereja kecil mereka dipadati umat beriman dan Misa pun dimulai. Kesedihan Masa Prapaskah telah berlalu dan umat Kristiani di seluruh dunia merayakan sukacita Kebangkitan Yesus. Dapat dibayangkan bagaimana bunga-bunga liar yang indah di desa itu telah dikumpulkan dan dirangkai menghiasi gereja untuk perayaan meriah pagi itu.

“Yesus Kristus telah Bangkit - Alleluia!”

Sementara imam mempersiapkan Hosti, para putera altar membentangkan kain putih panjang guna meyakinkan bahwa Hosti Kudus tidak terjatuh di lantai. Umat maju ke altar, sebagian dengan tangan bersilang di dada dan sebagian lainnya membuka mulut mereka untuk menerima Hosti. Seorang wanita, dengan sedikit tergesa dan canggung, menutup mulutnya terlalu cepat sehingga secuil kecil Hosti jatuh ke atas kain putih. Para putera altar amat terperanjat ketika serpihan kecil Roti berubah menjadi suatu tetesan berwarna merah!

Segera sesudah umat terakhir menyambut Kristus, para putera altar bergegas memberitahukan kepada imam apa yang telah terjadi. Imam menyisihkan kain itu dan mencucinya dalam air bersih beberapa kali, tetapi, meskipun air berubah warna menjadi merah, bekas tetesan terus muncul dan semakin membesar. Bekas itu tidak mau hilang. Imam kemudian sadar bahwa Darah tidak akan mungkin dihapuskan dari kain, maka ia menggunting bagian yang ternoda Darah dan menempatkannya dalam sebuah mostrans.

Berita tentang mukjizat ini berkembang amat cepat dan pada hari Minggu, limabelas hari sesudah paskah, Uskup Autun dari keuskupan terdekat, datang ke Blanot disertai serombongan imam untuk menyelidiki kasus tersebut. Di akhir penelitian, tim sepakat dengan suara bulat bahwa suatu mukjizat telah terjadi. Tahun berikutnya, Paus Yohanes memberikan indulgensi khusus bagi mereka yang merayakan Misa di gereja kecil Blanot. Para peziarah dari tempat-tempat yang jauh berdatangan ke Blanot. Kain di simpan dalam gereja sebagai tanda nyata akan kasih Allah. Di kemudian hari, kain dipotong dan reliqui kecil yang berharga itu ditempatkan dalam sebuah botol kristal. Meskipun harus melewati dua kali masa perang dunia, reliqui tersebut tidak pernah meninggalkan Blanot. Dalam masa-masa kesesakan - reliqui dihantar dari rumah ke rumah - dan dari waktu ke waktu dipergunakan untuk menyembuhkan mereka yang sakit. Dalam masa-masa tenang, reliqui dihantar kembali ke rumahnya yang pantas dalam dinding gereja dan di sanalah ia berada hingga saat ini bagi para peziarah yang datang dari seluruh penjuru dunia untuk menyaksikan serta bersembah sujud di hadapannya.
Jakarta, 9 Mei 2014
by: adrian, dari berbagai sumber

Orang Kudus 11 Mei: St. Ignasius Peis Lakoni

SANTO IGNASIUS PEIS LAKONI, PENGAKU IMAN
Ignatius lahir di Sardinia pada tahun 1701. Ketika masih muda belia, ia masuk biara Kapusin sebagai seorang bruder. Cara hidup membiara telah menjadi cita-cita hidupnya semenjak kecil. Dengan memilih biara Kapusin, ia bermaksud menjadi seperti Fransiskus Asisi, pewarta Injil yang menghayati imannya dengan hidup miskin demi sesamanya. Pekerjaan setiap hari ialah menjelajahi seluruh kota untuk meminta derma bagi kepentingan biaranya. Pekerjaan ini dijalaninya selama 40 tahun. Sambil berkeliling meminta derma, ia mengajar orang-orang yang ditemuinya tentang Kasih Kristus kepada manusia. Senyum manis yang selalu menghiasi bibirnya mencerminkan kesejahteraan jiwanya. Perkataannya senantiasa membawa penghiburan bagi orang-orang yang bersusah serta menggerakkan hati mereka untuk lebih mencintai Yesus.

Bruder Ignatius yang dikenal sederhana selalu membagikan sedekah kepada orang-orang yang lebih miskin daripadanya. Ia menjadi rasul dan pewarta Injil Kristus dengan teladan hidupnya, doa-doa dan laku tapanya. Ia meninggal dunia pada tanggal 11 Mei 1781. Oleh Paus Pius XII (1939-1958), ia dinyatakan ‘Kudus’ pada tahun 1951.

Renungan Hari Minggu Paskah IV - A

Renungan Hari Minggu Paskah IV, Thn A/I
Bac I : Kis 2: 14a, 36 – 41; Bac II :         1Ptr2: 20b – 25;
Injil       : Yoh 10: 1 – 10;

Dalam Injil hari ini Yesus mengajari para murid-Nya dengan perumpamaan pintu kandang bagi domba-domba. Melalui pintu itulah, domba-domba dapat masuk ke kandang dan merasa tenang dan aman dari serangan binatang buas. Tanpa pintu itu, maka hidup domba akan selalu terancam. Dari sinilah Yesus memperkenalkan Diri-Nya sebagai pintu keselamatan bagi umat manusia. “Barangsiapa masuk melalui Aku, ia akan selamat dan ia akan masuk dan keluar dan menemukan padang rumput.” (ay. 9). Jadi, dalam Injilnya, Yohanes mau menegaskan bahwa dalam Yesus ada keselamatan.

Rasul Petrus dalam bacaan pertama, di hadapan orang Yahudi, juga memperkenalkan Yesus sebagai penyelamat. Namun Petrus tidak menyatakan bahwa Yesus adalah pintu, melainkan “Tuhan dan Kristus.” (ay. 36). Yesus yang adalah Tuhan dan Kristus itulah yang menyelamatkan manusia; dan itu dilihat Petrus dalam peristiwa salib. Bagi Petrus salib, di mana Yesus tergantung dan yang membuat-Nya menjadi Tuhan dan Kristus, mendatangkan keselamatan bagi umat manusia. Karena itulah, kepada orang-orang Yahudi, dan sekarang kepada kita, Petrus berseru, “Berilah dirimu diselamatkan dari angkatan yang jahat ini.” (ay. 40).

Dalam bacaan kedua, Petrus seakan mengulang kembali seruannya dalam bacaan pertama. Dalam suratnya yang pertama, Petrus menegaskan bahwa Yesus “telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kita telah sembuh” (ay. 24). Dalam bacaan kedua, Petrus menegaskan bahwa dalam Yesus ada keselamatan bagi umat manusia, dan keselamatan itu terjadi melalui salib. Petrus menyampaikan bahwa melalui peristiwa penyelamatan, Yesus meninggalkan teladan bagi kita supaya kita mengikuti jejak-Nya (ay. 21).

Hari ini sabda Tuhan, melalui bacaan liturgi, menyampaikan dua hal kepada kita. Pertama, sabda Tuhan menegaskan bahwa Yesus, apapun gelarnya, adalah penyelamat umat manusia. Kematian-Nya di kayu salib mendatangkan penebusan dan keselamatan. Kedua, kita yang telah ditebus oleh darah Kristus di salib diajak untuk senantiasa datang kepada-Nya dan mengikuti teladan-Nya. Salah satu wujud teladan-Nya adalah menderita karena berbuat baik dan benar (bdk. 1Ptr 2: 20), karena dengan demikian kita menderita bersama Kristus.

by: adrian