Minggu, 21 September 2014

Mengenal Injil Matius

PENGANTAR INJIL MATIUS
Siapakah penginjil Matius yang juga dikenal dengan nama Lewi? Kita membaca dalam Kitab Suci bahwa ia adalah seorang pemungut cukai dan Yesus menanggil dia untuk nenjadi salah seorang dari rasul-rasul-Nya (Mat 9:9 dan Mrk 2:13). Namun kita tahu dengan pasti bahwa lnjil yang menggunakan namanya baru disusun dalam bentuknya sekarang menjelang tahun 80 Masehi, yang berarti sesudah Matius telah tiada. Mungkinkah penulisnya adalah salah seorang dari murid-muridnya yang menggunakan naskah asli yang disusun oleh Matius sendiri? (Lihat Pengantar Perjanjian Baru). Sangat mungkin Injil ini ditulis dalam komunitas Kristen yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani, mungkin di Antiokhia (lihat Kis 12:19 dan 13). Masa itu ditandai pertikaian antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen, ketika komunitas Yahudi - yang telah banyak menderita karena perang dengan Roma yang memusnahkan bangsa mereka - mulai mengorganisir masyarakatnya di bawah pimpinan orang-orang Farisi. Orang-orang Farisi ini baru saja memutuskan untuk mengucilkan semua orang Yahudi yang percaya kepada Yesus dan yang telah menjadi anggota komunitas Kristen.

Injil ini bermaksud menguatkan hati orang-orang Kristen bahwa mereka tidak perlu merasa terganggu sekalipun mereka ditolak oleh bangsanya sendiri. Penolakan bangsa Yahudi terhadap Mesias mengakibatkan bangsa Yahudi kehilangan hak berbicara dan berharap pada janji-janji Allah; dan Allah telah memilih suatu bangsa terpilih yang baru, yaitu Gereja. Matius mengutip banyak teks dari Perjanjian Lama untuk membuktikan bahwa orang-orang Kristen adalah ahli waris sejati dari umat perjanjian.

Dalam perspektif ini seluruh sejarah Yesus ditampilkan sebagai suatu konflik, yang berakhir dengan suatu pemisahan. Titik balik dapat ditemukan pada bagian akhir dari bab 13 dimana Yesus tidak lagi berbicara dengan masyarakat Yahudi pada umumnya, melainkan berbicara hanya kepada murid-murid.

Matius sangat terkesan oleh kenyataan bahwa Yesus, selama Ia berkarya di depan umum, sangat sering tampil sebagai pengkhotbah, sebagai guru Kitab Suci. Oleh karena itu, Matius teliti mengutip kata-kata Yesus sendiri, dan di dalam Injil Matius ada lebih banyak kata asli dari Yesus dibanding dengan injil-injil lain.

Tidaklah mengherankan bahwa Matius menyusun injilnya seputar lima "wejangan" di mana ia telah menggabungkan kata-kata Yesus yang diucapkan pada berbagai kesempatan. Wejangan-wejangan ini sebagai berikut:
- Hukum Baru: bab 5-7.
- Petunjuk-petunjuk bagi para misionaris: bab 10.
- Perumpamaan-perumpamaan tentang Kerajaan: bab 13.
- Nasihat-nasihat bagi komunitas Kristen: bab 18.
- Masa depan Gereja: bab 23-25.

Orang Kudus 21 September: St. Matius

Santo MatIus, rasul & pengarang injil
Murid-murid Yesus berasal dari berbagai lapisan masyarakat dengan pekerjaan dan gaya hidup masing-masing: rakyat jelata dan pegawai miskin dan kaya, nelayan dan pemungut cukai. Hari ini Gereja merayakan pesta Santo Matius, rasul dan pengarang Injil. Ayahnya bernama Alpheus. Ia sendiri pun disebut juga Levi. Matius dikenal luas sebagai pemungut cukai di kota Kapernaun, daerah Galilea. Di kalangan masyarkat Yahudi, terutama para pemimpinnya, jabatan pemungut cukai dipandang sebagai jabatan kotor. Para pemungut cukai dipandang sebagai pendosa, yang dapat disejajarkan dengan pembunuh, perampok, penjahat, pelacur, dll. Alasannya ialah mereka itu adalah sahabat dan kaki-tangan Romawi, bangsa kafir yang menjajah mereka. Meskipun tuduhan itu tidak seluruhnya benar, namun Matius jelas digolongkan dalam kelompok yang tak terhormat itu. Apa boleh buat karena itulah pandangan umum masyarakat Yahudi.

Segera terlihat bahwa Matius masih berharga di mata Tuhan. Yesus memanggil dia, “Ikutilah Aku!” Panggilan ini menunjukkan bahwa bagi Yesus, Matius masih memiliki titik-titik kebaikan yang dapat diandalkan. Peristiwa panggilan Matius sempat mencengangkan banyak orang. “Bagaimana mungkin Yesus memanggil dan memilih seorang pendosa menjadi murid-Nya?” Ketika Matius mengadakan perjamuan besar di rumahnya bagi Yesus dan murid-murid-Nya, banyak pemungut cukai hadir juga. Kaum Farisi dan orang-orang lain yang tidak menyukai Yesus semakin membenci Yesus. “Mengapa gurumu makan bersama dengan para pendosa?” Pada saat itulah Yesus mengatakan, “Bukan orang sehat yang memerlukan dokter, melainkan orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang saleh, melainkan orang bedosa.”

Terhadap panggilan Yesus “Ikutilah Aku!” Matius segera bangun dan mengikuti Yesus. Ia meninggalkan seluruh hartanya yang banyak itu dan dengan rela memulai suatu hidup yang baru bersama Yesus dan murid-murid lainnya. Sikap tegas Matius menunjukkan bahwa ia memiliki sifat-sifat Kerajaan Allah: semangat kemiskinan dan pelayanan, terutama cinta dan iman-kepercayaan akan Yesus.

Matius seorang terpelajar. Ia dapat berbicara dan menulis dalam bahasa Yunani dan Aramik, suatu dialek bahasa Ibrani. Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui, baik sebelum maupun sesudah dipanggil Yesus. Menurut tradisi lisan purba, setelah Yesus naik ke surga, Matius mewartakan Injil dan berkarya di tengah kaum sebangsanya: orang-orang Kristen keturunan Yahudi di Palestina atau Siria selama kira-kira 15 tahun. Selama itulah ia menulis Injilnya yang berisi pengajaran agama dan kesaksian tentang Yesus kepada orang-orang kristen keturunan Yahudi. Injilnya ditulis kira-kira antara tahun 50 – 65. Dalam Injilnya, Matius menegaskan bahwa Yesus dari Nazareth itu adalah benar-benar Mesias yang dijanjikan Allah dan dinubuatkan para nabi dalam masa Perjanjian Lama. Ia membuka Injilnya dengan membeberkan silsilah Yesus Kristus mulai dari Abraham sampai Maria yang melahirkan Yesus. Dengan silsilah itu, ia mau menunjukkan dengan tegas kemanusiaan Yesus dan kedudukan-Nya sebagai penyelamat (terakhir!) yang dijanjikan Allah. Itulah sebabnya Injil Matius dilambangkan dengan “manusia bersayap.”

Setelah menuliskan Injilnya, Matius pergi ke arah timur, ke Mesedonia, Mesir, Etiopia dan Persia. Konon ia mati sebagai martir di Persia karena mewartakan Injil tentang Yesus Kristus.

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Minggu Biasa XXV - A

Renungan Hari Minggu Biasa XXV, Thn A/II
Bac I    Yes 55: 6 – 9; Bac II             Flp 1: 20c – 24,27a;
Injil      Mat 20: 1 – 16a;

Injil hari ini berbicara tentang keadilan Allah. Tentulah banyak orang merasa sulit memahami kisah Injil ini. Dan spontan orang berpikir bahwa Allah sangat tidak adil. Pekerja yang sudah bekerja seharian mendapat imbalan yang sama dengan pekerja yang mungkin hanya bekerja selama satu dua jam saja. Bagaimana mungkin Allah tidak berbelas kasih kepada pekerja yang sudah bekerja seharian? Hal ini terjadi karena orang menggunakan kaca mata manusia, dan mengenakan konsep keadilan manusiawi. Lewat kisah perumpamaan Kerajaan Sorga, Tuhan Yesus mau mengatakan bahwa keadilan Allah tidak sama dengan keadilan manusiawi.

Untuk dapat memahami konsep keadilan dalam Injil hari ini, kita dibantu dengan bacaan pertama yang diambil dari kitab Nabi Yesaya. Kepada umat Israel, Nabii Yesaya menasehati supaya mereka tidak menggunakan konsep manusiawi kepada konsep Allah. Manusia dengan segala keterbatasannya, tak mungkin dapat memahami Allah yang tak terbatas. Karena itu, Yesaya menyampaikan pesan Allah bahwa “Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku.” (ay. 8). Sikap yang hendak dibangun adalah rendah hati dan senantiasa mencari Tuhan serta tobat.

Sikap seperti yang diungkapkan dalam Kitab Yesaya, dinyatakan kembali oleh Paulus dalam bacaan kedua. Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Paulus menyampaikan sikapnya terhadap Kristus. Paulus sama sekali menanggalkan kehendak dan pola pikirnya, dan semata-mata mengenakan Kristus. Karena itulah Paulus mengatakan bahwa hidupnya adalah Kristus dan mati merupakan keuntungan (ay. 21). Tentulah pernyataan Paulus ini terasa aneh bagi kebanyakan orang yang menggunakan pola pikir manusiawi. Akan tetapi tidak bagi Paulus. Di sini Paulus mau mengajak jemaat untuk mengikuti teladan hidupnya.

Dalam kehidupan beriman, teristimewa soal akhir zaman, seringkali kita sulit memahami rencana Allah dalam hidup kita. Banyak orang memaksakan kehendak, pola pikir dan konsepnya kepada rancangan Allah. Tak sedikit orang yang akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Allah hanya karena berbeda pandangan. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk mengubah pola pikir seperti itu. Rancangan Tuhan bukanlah rancangan kita, dan jalan kita bukanlah jalan Tuhan. Kita tidak bisa mengatur-atur Tuhan, karena Dia maha kuasa. Sikap yang harus ditumbuhkan dalam diri kita adalah sikap rendah hati, senantiasa mencari Tuhan dan bertobat.

by: adrian