Senin, 17 Februari 2020

THE ROOM: KENIKMATAN DUNIAWI BUKANLAH SEGALANYA


The Room (2019) merupakan film drama misteri yang diproduksi atas kerjasama tiga negara, yakni Perancis, Luxembourg dan Belgia. Film, yang disutradarai oleh Christian Volckman dan dibantu oleh Sabrina B. Karine dan Eric Forestier, dibintangi oleh Olga Kurylenko dan Kevin Janssens. Sempat masuk dalam nominasi di berbagai festival, namun penghargaan yang berhasil diraih adalah “Bucheon Choice Award” dalam kategori Film Feature terbaik.
Dimulai dari kedatangan sepasang suami istri, Matt dan Kate, yang diperankan oleh Kevin Janssens dan Olga Kuryfenko, di sebuah rumah. Rumah itu baru saja mereka beli. Matt adalah seorang pelukis, sedangkan Kate berprofesi sebagai penterjemah. Ketika merapikan rumah baru tersebut, Matt menemukan sebuah ruang misterius. Yang membuat ruangan itu makin misterius adalah keadaan listrik ketika mereka memasuki ruangan itu.
Matt dan Kate meminta bantuan ahli listrik untuk mengecek instalasi listrik, karena lampu berkedip-kedip saat mereka masuk ke ruangan misterius itu. Keesokan harinya, ketika tukang listrik datang dan mengecek instalasi listrik, misteri bukannya terkuak, tetapi justru menambah misterius. Tukang listrik mengakui bahwa instalasi listrik seperti itu baru ditemuinya saat itu. Ketika hendak pulang, tukang listrik sedikit memberi gambaran kepada Matt tentang rumah yang mereka beli itu. Dari sini suasana horror mulai muncul.
Semuanya bermula dari ruangan misterius itu. Berbagai peristiwa dan kejadian berawal dari sana. Konflik cerita juga tak bisa dipisahkan dari ruangan itu. Intinya ruangan itu menjadi magnet ceritanya. Semuanya dikemas dalam kisah film yang sangat menarik. Lokasi cerita memang tidak terlalu banyak. Demikian pula tokoh-tokohnya. Dalam film ini tokoh-tokohnya tak lepas dari Matt, Kate dan Shane (anak ilusi), serta John Doe. (Mau nonton filmnya, klik saja di sini. Maaf, masih dalam format MP4)

PAUS FRANSISKUS: KAUM RELIGIUS HARUS SEPERTI SIMEON

Pada misa Pesta Yesus Dipersembahkan di Bait Allah, 1 Februari 2020, Paus Fransiskus memusatkan perhatian pada kata-kata Simeon ketika ia menemukan Kristus di Bait Allah” “Mataku telah melihat keselamatan yang berasal dari-Mu” (Luk 2: 30). Ketika berbicara langsung dengan pria dan wanita hidup bakti, yang hadir untuk Hari Hidup Bakti sedunia, Paus Fransiskus mengatakan bahwa mereka seperti Simeon, “adalah pria dan wanita sederhana yang melihat harta yang bernilai lebih dari kebaikan duniawi.” Kemampuan mengenali Yesus, untuk melihat “apa yang benar-benar penting dalam hidup” adalah inti dari kehidupan religius.
Visi ini, jelas Paus Fransiskus, dimulai dengan “mengetahui cara melihat rahmat,” terutama dengan melihat cara Allah bekerja dalam hidup kita, “bukan hanya di saat-saat besar kehidupan tetapi juga dalam kerapuhan dan kelemahan kita.” Paus Fransiskus mengingatkan “melihat sesuatu dengan cara duniawi” adalah godaan besar dalam hidup religius, yang bisa menyebabkan kehilangan gairah, kesedihan, ketidak-percayaan. Sebaliknya, mampu “memahami rahmat Allah bagi kita, seperti Simeon,” memberi makna pada karunia kemiskinan, kesucian dan kepatuhan yang dijalani dengan sukarela.
Melanjutkan renungannya tentang sosok Simeon, Paus Fransiskus mengatakan ia “melihat Yesus sebagai orang kecil, rendah hati, yang datang untuk melayani, bukan untuk dilayani, dan mendefinisikan diri-Nya sebagai pelayan.” Melihat Yesus dengan cara ini, dan kemampuan melihat apa yang Dia lakukan, akan mengajarkan kita cara “hidup untuk melayani.” Paus Fransiskus melanjutkan, “Kita perlu memiliki pandangan yang berupaya mencari sesama kita.” Dan kaum religius dipanggil untuk membawa pandangan itu ke dunia kita.

INILAH INDIKASI PACARAN YANG SEHAT


Pacaran adalah sebuah tugas perkembangan yang memang perlu dilalui oleh seorang remaja. Erikson, seorang psikolog perkembangan, menilai kalau remaja perlu belajar mengenal lawan jenisnya, yang tentu saja tujuannya untuk memperluas pergaulan dan juga untuk mengembangkan pribadinya guna persiapan memasuki masa dewasa. Dengan berpacaran, remaja akan belajar bagaimana membentuk komitmen dan juga membangun tanggung jawab pribadi.
Pacaran pada hakikatnya adalah proses untuk saling mengenal; proses seseorang belajar give and take, serta memegang tanggung jawab. Dalam proses ini kata kunci yang harus muncul adalah “saling” sehingga dalam relasi pacaran itu terwujud simbiose mutualisme. Namun, hal inilah yang tidak dipahami remaja. Mereka lebih melihat pacaran sebagai proses bersenang-senang dan proses untuk bisa diterima sebagi pribadi dewasa serta masuk dalam dunia orang dewasa. Karena itu, tak jarang dalam pacaran remaja menunjukkan “kedewasaan” dengan melakukan hubungan seks.
Bagaimana pacaran yang sehat? Di bawah ini ada beberapa poin untuk direnungkan dan bisa menjadi tolok ukur melihat relasi pacaran kita.