Rabu, 31 Mei 2017

PENODAAN AGAMA: BAGAIMANA UMAT KRISTEN MENYIKAPINYA?

Tahun 2016 ini ditutup dengan berita panas tentang masalah penodaan agama. Dan pertengahan tahun 2017 diisi dengan berita vonis 2 tahun penjara bagi pelaku penodaan agama. Tokoh utamanya adalah Basuki Tjahaya Purnama, atau biasa disapa Ahok. Berawal dari keselip lidah dalam pidatonya di Kepulauan Seribu, yang mana videonya yang telah diedit diunggah di dunia maya, Ahok difatwa telah melakukan penodaan agama. Protes, kecaman dan demo pun mulai menyeruak di negeri ini, bukan hanya di Jakarta melainkan juga di beberapa daerah Indonesia.
Sekalipun Ahok sudah menyampaikan permintaan maaf dan menjelaskan bahwa tidak ada niatnya untuk menghina agama islam (Al Quran), sekalipun Nusron Wahid dan beberapa tokoh islam sudah menyatakan tidak ada kata-kata yang menghina Al Quran dalam pidato Ahok, umat islam sudah keburu marah. Mungkin sudah didasari oleh fatwa MUI bahwa Ahok telah melakukan penodaan agama dan ulama. Mereka tidak memperhatikan isi dan konteks pidato Ahok.
Soal penodaan agama sebenarnya bukan baru kali ini saja terjadi. Penistaan agama juga sebenarnya bukan hanya dialami oleh umat islam saja. Penodaan agama juga dialami oleh umat dari agama mana pun, dan sudah terjadi sejak dulu. Salah satunya adalah umat kristen.
Ini Kisah Nyata
Seorang anak SD berkata kepada pastornya, “Romo, apa benar yang di salib itu bukan Tuhan Yesus?” Ketika pastor bertanya darimana info itu didapat, siswa itu menjawab dari guru agama islam. Kemudian anak itu mengatakan bahwa yang sebenarnya mati di kayu salib itu adalah orang yang menyerupai Yesus. Dengan tersenyum, pastor itu berkata, “Itu keyakinan mereka. Kita harus menghormatinya. Keyakinan kita adalah bahwa yang mati di salib adalah Tuhan Yesus. Itu tertulis dalam kitab suci.”
Pengalaman anak SD di atas bisa terjadi juga di tempat lain. Ada banyak siswa Kristen, yang karena kekurangan tenaga guru agamanya, terpaksa ikut pelajaran agama islam. Tentu publik ingat akan Aria Desti Kristiana, seorang mualaf, yang menjadi islam sejak kelas 1 SD. Bukan tidak mungkin, di sekolahnya ia menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang belum bisa dia jawab. Misalnya, kenapa Tuhan harus disalib? (baca kisahnya di sini: Kisah Mualaf).

Selasa, 30 Mei 2017

AHOK DAN AL-MAIDAH: 51

Ada banyak kasus penistaan agama yang terjadi di Indonesia. Namun kasus penistaan agama dengan pelaku Basuki Tjahaya Purnama, atau biasa disapa Ahok, adalah kasus yang sangat menarik perhatian publik Indonesia. Dikatakan menarik karena kasus ini tidak hanya murni kasus agama saja. Kalau orang mau jujur, kasus ini sarat dengan nuansa politik. Kentalnya warna politik dalam kasus ini membuat orang bingung menilai: apakah agama memainkan politik atau politik yang memainkan agama. Yang dimaksud agama di sini adalah agama islam.
Dari kasus penistaan agama ini muncul fenomena “aneh”, yang di satu sisi akan menimbulkan kebingungan bagi umat non muslim tapi di sisi lain membuka “aib” sendiri (sayang, hal ini sepertinya tidak disadari). Fenomena pertama adalah “perang” argumentasi. Ada ahli agama islam menilai Ahok telah melakukan penistaan agama. Mereka mengemukakan argumen-argumen, baik dari sisi quranis, hadis maupun teologis. Namun ada juga ahli, yang juga ahli agama islam, yang menilai Ahok tidak melakukan penistaan. Dasar argumentasinya pun tak jauh berbeda dengan dasar argumentasi ahli sebelumnya.
Fenomena kedua adalah “perang” pro dan kontra. Tak bisa dipungkiri kasus penistaan agama oleh Ahok ini menimbulkan “perang” di antara umat islam sendiri. Ada banyak umat islam menghojat dan mengecam Ahok karena telah menghina agamanya. Namun tak sedikit pula umat islam membela Ahok, dan berpikir Ahok tidak melakukan penghinaan. Dan sebagaimana perang pada umumnya yang selalu meminta adanya korban, dalam kasus ini pun ada korban. Ada jenazah warga yang mendukung Ahok ditolak untuk dishalatkan. Hal ini dipertegas lagi dengan spanduk yang jelas-jelas menyatakan menolak menshalatkan jenazah pendukung atau pembela penista agama. Sekali lagi perlu ditegaskan, agama yang dimaksud di sini adalah agama islam.
Semua fenomena yang lahir dari kasus Ahok ini sungguh membingungkan umat non islam. Sementara umat islam, baik dari kubu pro maupun kontra, berusaha menampilkan jatidiri agamanya, umat nom muslim bertanya inikah islam. Umat non islam tahu bahwa Ahok telah menistakan agama hanya dari pernyataan pendapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang dibaca di media massa. Akarnya pada pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu, yang menyinggung surah Al-Maidah ayat 51. Dalam pidatonya Ahok menyebut, “Dibohongi pakai surah Al-Maidah ayat 51.”

Senin, 29 Mei 2017

PAUS FRANSISKUS: KASIH TUHAN MELEMBUTKAN HATI SEKERAS BATU

Kasih Tuhan dapat mengubah hati yang keras dari orang-orang yang menggunakan hukum untuk mengutuk orang lain, demikian ungkap Paus Fransiskus. Seseorang yang memiliki hati yang keras dan tidak mengizinkan Roh untuk masuk, seringkali mengandalkan kekuatan dan kepintarannya sendiri daripada memahami kehendak Tuhan melalui kerendahan hati, ujar Paus Fransiskus dalam misa di Domus Sanctae Marthae.
“Mereka tidak tahu bahwa Sabda telah menjadi daging, bahwa Sabda menjadi saksi kesetiaan,” ungkap Paus Fransiskus. “Mereka tidak sadar bahwa kebaikan Tuhan memampukan orang-orang untuk keluar dari hati yang sekeras batu dan menggantikannya dengan hati selembut daging.”
Paus Fransiskus berbicara tentang kemartiran St. Stefanus, yang dirajam sampai mati karena mengecam para pemuka agama dan penatua sebagai orang yang keras kepala dan selalu menolak Roh Kudus. Berbeda dengan murid-murid yang berjalan ke Emaus yang hatinya terbuka ketika bertemu dengan Yesus, para tokoh agama yang melempari Stefanus dengan batu membiarkan amarah mengendalikan mereka. Ini menjadi tragedi bagi mereka yang hatinya tertutup dan tidak mau berubah.
“Yang membuat gereja menjadi sangat menderita adalah hati yang tertutup, hati yang keras seperti batu, hati yang tidak mau terbuka, yang tidak mau mendengar, hati yang hanya mengenal bahasa kutukan,” tegas Paus Fransiskus. Mereka yang melempari batu kepada martir pertama gereja tidak menyediakan tempat dalam hati mereka untuk Roh Kudus, yang membuat orang kristen melihat orang lain dengan kelembutan yang Tuhan lakukan kepada kita, terhadap dosa-dosa kita dan terhadap kelemahan-kelemahan kita.
sumber: UCAN Indonesia

Minggu, 28 Mei 2017

TERUNGKAP, ALASAN UMAT ISLAM MENGISLAMKAN ORANG KAFIR

Tujuan akhir hidup umat beragama adalah sorga. Tak ada satu orang yang dapat menggambarkan bagaimana keadaan dan situasi di sorga itu. Yang jelas di sana hanya ada kebahagiaan dan sukacita. Gambaran ini sangat kontras dengan neraka, sebagai bentuk lawan dari sorga. Setiap orang selalu menghindari neraka dan hanya inginkan sorga.
Bagaimana orang dapat sampai ke sorga? Tiap-tiap agama punya caranya sendiri. Dalam islam, salah satu cara untuk masuk sorga adalah dengan mengajak orang-orang kafir meninggalkan iman kepercayaannya sebelumnya dan masuk menjadi islam. Dengan kata lain, menjadi mualaf. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad. Sang nabi pernah bersabda, “Siapa yang dapat mengislamkan orang dengan usahanya, maka pastilah ia masuk ke dalam sorga.” (Al-Tabrani).
Bunyi hadis Al-Tabrani didasarkan langsung pada kata-kata Nabi Muhammad sendiri. Dan untuk masuk sorga merupakan suatu kepastian (“pastilah…”), jika orang berhasil membuat orang kafir masuk islam. Dikatakan orang kafir, karena dalam islam yang bukan islam disebut dengan istilah kafir. Untuk orang-orang Kristen gelar ini didapat karena iman mereka akan keallahan Yesus dan soal konsep trinitas (QS al-Maidah: 17, 72 dan 73).
Dengan membaca hadis ini orang tentu akan berpikir bahwa orang islam pasti masuk sorga dengan mengislamkan orang lain. Tak peduli berapa banyak uang yang dikorupsinya, berapa banyak orang yang dibunuhnya atau berapa besar kejahatan yang telah dilakukannya. Yang penting sudah mengislamkan orang lain (walaupun hanya satu orang), ia pasti masuk sorga.
Dengan prinsip hadis ini, wajar saja bila banyak orang islam berjuang mengislamkan orang lain. Terlebih kaum perempuan, karena menurut Hadis Sahih Muslim, sedikit saja kaum perempuan masuk ke sorga. Nabi Muhammad berkata, “Wahai kaum wanita! Beri zakat, karena aku melihat kebanyakan penghuni neraka adalah kalian.” (HS Bukhari). Jadi, dalam pandangan islam, kaum perempuan lebih banyak menghuni neraka, sedangkan di sorga termasuk kelompok minoritas. Hal ini disebabkan karena perempuan selalu dipandang sebagai sumber dosa.

Kamis, 25 Mei 2017

Ramadhan & Naiknya Harga Barang

Tinggal beberapa jam lagi umat islam mulai memasuki bulan ramadhan, atau biasa juga disebut bulan puasa. Selama 30 hari umat islam akan menjalani ibadah puasa. Secara sederhana puasa dipahami dengan tidak makan dan tidak minum dalam waktu tertentu. Puasa umat islam adalah tidak makan mulai dini hari (istilahnya sahur) hingga kumandang azan mahgrib. Pada waktu inilah umat islam boleh makan.
Dengan kata lain, selama masa puasa ini akan terjadi pengurangan jatah makan. Biasanya orang makan sehari tiga kali, pagi, siang dan malam, dalam masa puasa menjadi dua kali sehari, pagi dan malam saja. Puasa tidak hanya berdampak pada pengurangan jatah dan porsi makan, melainkan juga kebutuhan. Selama bulan puasa ini, umat islam diajak untuk mengendalikan nafsu, salah satunya adalah nafsu makan.
Jika memakai kalkulasi ekonomi, seharusnya dalam bulan puasa ini tidak terjadi kenaikan harga kebutuhan pokok. Akan tetapi, faktanya berbicara lain. Setiap tahun, menjelang bulan ramadhan selalu saja pemerintah kewalahan mengatasi kenaikan harga barang. Dan selalu yang disalahkan adalah kartel, penimbun atau pedagang.
Tulisan berikut ini mencoba mengungkap keanehan bulan puasa umat islam ini, dan menyingkap siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas fenomena kenaikan harga menjelang dan selama bulan ramadhan ini. Lebih lanjut silahkan baca di sini: Budak Bangka: Ramadhan & Naiknya Harga

Rabu, 24 Mei 2017

PAUS FRANSISKUS: MARIA MENGAJARKAN KITA UNTUK TIDAK KEHILANGAN HARAPAN

Bunda Maria, sebagaimana kebanyakan ibu di seluruh dunia, menjadi contoh kekuatan dan keberanian dalam menerima kehidupan baru dan merasakan penderitaan anak-anak mereka, ungkap Paus Fransiskus. Meskipun dia tidak tahu apa yang menanti di hadapannya ketika menerima tawaran untuk mengandung dan melahirkan Putera Allah, Maria dalam hal ini tampak seperti salah satu dari ibu-ibu di dunia ini, sangat berani. Demikian ujar Paus Fransiskus dalam audensi mingguan.
Kasih sayang dan keberanian sebagai seorang ibu sekali lagi menjadi nyata ketika dia berdiri di kaki salib puteranya. “Dia mengajarkan kepada kita arti dari penantian, bahkan ketika segala sesuatu tampak tidak berarti apa-apa,” kata Paus Fransiskus.
Paus Fransiskus mengangkat topik tentang Maria dan pengharapan sebelum berangkat ke Fatima, Portugal, untuk merayakan 100 tahun penampakan Maria. Sebagaimana diketahui, pada 13 Mei 1917 Bunda Maria menampakkan dirinya kepada 3 anak gembala, yaitu Lucia dos Santos, Yasinta Marto dan Fransesco Marto. Penampakan itu berlangsung sekali sebulan hingga 13 Oktober 1917.
Paus Fransiskus dijadwalkan akan memimpin misa perayaan puncak di Basilika Ratu Rosari Fatima pada 13 Mei untuk memperingati 100 tahun penampakan Bunda Maria. “Kita bukan yatim piatu. Kita punya ibu di sorga,” kata Paus Fransiskus. “Dalam momen yang sulit, semoga Maria, ibu yang diberikan Yesus kepada kita semua, selalu menuntun langkah kita.”
Bunda Maria adalah bunda pengharapan, demikian Paus Fransiskus. “Jangan lupa: selalu ada hubungan erat antara harapan dan mendengarkan. Dan Maria adalah perempuan yang mendengarkan, yang menerima keadaan yang datang kepada kita baik dalam saat senang maupun saat susah, yang selalu ingin kita hindari.”
“Seorang ibu tidak mengkhianati, dan dalam hal ini, di kaki salib, tidak ada satu pun dari kita bisa mengatakan manakah penderitaan yang lebih kejam: pria tidak bersalah yang mati dipaku di salib atau penderitaan seorang ibu yang menemani puteranya dalam momen-momen terakhir hidupnya,” tegas Paus Fransiskus.
sumber: UCAN Indonesia

Senin, 22 Mei 2017

PENODAAN AGAMA DAN PESAN TOLERANSI QS. AL KAFIRUN: 6

Indonesia pernah dihebohkan dengan berita soal penodaan agama, yang tokoh utamanya adalah Basuki Tjahaya Purnama, alias Ahok. Sungguh, ini menjadi topik pembicaraan hangat di negeri kita. Topik ini malah menutupi hangatnya berita lainnya dari belahan dunia lain, yaitu kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat. Penodaan agama, yang dilakukan oleh Ahok saat kunjungan dinasnya di Kepuluan Seribu, dibingkai oleh fatwa MUI, demo umat islam, safari Presiden Jokowi, aksi saling lapor antara HMI dan Partai Demokrat terkait rusuh demo damai, dan penetapan Ahok sebagai tersangka.
Terkait dengan pernyataan Ahok di hadapan warga Kepulauan Seribu tersebut, Majelis Ulama Indonesia menjatuhi fatwa bahwa Ahok telah melakukan penodaan agama dan ulama.  Fatwa ini menjadi salah satu legitimasi untuk umat islam melakukan aksi unjuk rasa. Beberapa ormas islam bahkan menyatakan siap mengawal fatwa ini, pasca penetapan Ahok sebagai tersangka.
Ada dua hal yang perlu disoroti dari fatwa itu. Pertamapenodaan ulama. Terus terang saya bingung pada titik mana Ahok telah melakukan penodaan ulama. Apakah tafsiran bahwa Ahok menyatakan kalau ulama telah melakukan pembohongan dengan memakai Surat al-Maidah ayat 51? Jika memang demikian, ada banyak pernyataan serupa, tapi kenapa tidak dipersoalkan. Sebagai satu contoh, sekitar tahun 2002, dalam bukunya The Corruption of Moslem Minds, DR Nader Pourhassan dengan tegas mengatakan bahwa selama ini ulama telah melakukan pembohongan kepada umat muslim. Namun tak ada satu otoritas islam di dunia ini yang menghakimi dia.
Pada satu titik, pernyataan Denny Siregar, dalam akun facebook-nya tertanggal 14 November 2016 pukul 22.06, juga bisa dinilai melecehkan ulama. Denny menulis, “Tidakkah kalian sadar bahwa agama kalian hanya dimanfaatkan untuk kepentingan politik mereka yang menamakan dirinya ULAMA?” Tetapi, kenapa MUI tidak merasa tersinggung dan mengeluarkan fatwa?

Jumat, 19 Mei 2017

UMAT ISLAM HARUS LIHAT MASALAH PENODAAN AGAMA SECARA TOTAL

Penodaan agama menjadi berita panas di Indonesia jelang Pilkada serentak 2017. Aktornya adalah Basuki Tjahaya Purnama, atau yang biasa disapa Ahok. Kejadian ini terjadi pada 27 September 2016 di Kepulauan Seribu. Pada waktu itu, Ahok mengunjungi warga Kepulauan Seribu untuk menjelaskan program kerja sama Pemerintah Provinsi DKI dan Sekolah Tinggi Perikanan. Dalam pidato penjelasannya itu, keseliplah pernyataan yang dinilai oleh MUI sebagai bentuk penodaan agama.
Bunyi pernyataannya seperti ini, “Jadi, jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak pilih saya. Dibohongin pakai surat al Maidah ayat 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu.” Atas pernyataannya ini, MUI memfatwa Ahok melakukan penodaan agama dan ulama.
Untuk lebih jelasnya, kita akan kutip surat al Maidah yang dimaksud. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS al Maidah: 51)
Teks Al Quran ini secara tegas melarang umat islam memilih orang non muslim sebagai pemimpin. Orang-orang yang beriman dalam teks tersebut merujuk pada umat islam, karena umat lain dilabeli sebagai kafir. Teks ini sering digunakan oleh tokoh-tokoh islam, baik tokoh politik maupun agama, untuk melawan calon pemimpin non muslim. Ahok sendiri sudah mengalaminya ketika pertama kali terjun dalam pilkada di Belitung Timur tahun 2003.
Kenapa pernyataan Ahok dinilai melecehkan agama islam dan ulama? Ketua MUI, Maruf Amin menjelaskan, penghinaan itu karena Ahok menyebut kandungan dari surah al Maidah itu sebuah kebohongan. Karena yang menyebarkan surah tersebut adalah ulama, maka dapat juga dikatakan bahwa ulama juga melakukan pembohongan. Dengan kata lain, pernyataan Ahok ditafsirkan bahwa surah al Maidah telah berbohong, atau surah tersebut adalah kebohongan.

Senin, 15 Mei 2017

PAUS FRANSISKUS: FANATISME YANG BOLEH DIMILIKI ADALAH BERBAGI

Pada akhir bulan April 2017, Paus Fransiskus mengadakan kunjungan ke Mesir. Banyak orang menilai kunjungan ini terbilang nekad, mengingat beberapa minggu sebelumnya, beberapa gereja kristen di Mesir diserang bom bunuh diri oleh para teroris islam. Namun, seakan mengabaikan keselamatan dirinya, Paus Fransiskus tetap mengunjungi negeri itu.
Pada hari terakhir lawatannya Paus Fransiskus menyatakan bahwa satu-satunya fanatisme yang dikehendaki Tuhan adalah mencintai dan membantu orang lain secara fanatik. “Iman sejati membuat kita bermurah hati, menjadi lebih memaafkan, lebih jujur dan lebih manusia. Iman sesungguhnya menggerakkan hati kita untuk mencintai tanpa menghitung balasan,” kata Paus Fransiskus.
Bapa Paus merayakan misa di lapangan terbuka pada 29 April di Stadion Pertahanan Udara Kairo. Ia memimpin misa bersama Pemimpin Katolik Koptik Patriakh Ibrahim Isaac Sedrak dari Alexandria dan para pemimpin ritus katolik lainnya di Mesir.
“Seberapa seringkah kita melumpuhkan diri kita sendiri dengan menolak pemikiran kita sendiri tentang Tuhan, yang diciptakan dalam gambar dan rupa manusia,” ujar Paus. “Seberapa sering kita kehilangan harapan dengan menolak untuk percaya bahwa kemahakuasaan Tuhan bukan suatu kekuasaan dan kekuatan, melainkan cinta, pengampunan dan kehidupan.”

Jumat, 12 Mei 2017

SURAT TERBUKA BUAT AHOK

Dear pak Ahok,
Terlebih dahulu saya menghaturkan belasungkawa atas matinya nurani dan keadilan. Ketidakadilan dan matinya nurani menghantar Anda ke balik jeruji. Semua ini karena dua alasan, yaitu agama dan politik. Memang susah kalau menghadapi agama politik dan politik agama. Ini seperti anak domba menghadapi kawanan serigala lapar. Untuk itu, saya merasa sedih dan turut prihatin atas nasib yang Anda hadapi.
Banyak orang sedih. Bukan hanya di Jakarta saja, melainkan di seluruh Indonesia, bahkan dunia. Banyak orang menangis melihat Anda masuk ke dalam penjara. Dengan berderai air mata, mereka menyanyikan lagu kebangsaan. Banyak orang tak menyangka: manusia sebaik Anda dijebloskan ke dalam penjara. Anda seakan disamakan dengan para penjahat, baik itu koruptor maupun teroris yang membunuh sesama anak bangsa dengan mengatas-namakan agama islam.
Akan tetapi, tak sedikit juga yang tertawa. Tak sedikit orang merasa senang, seakan syahwat kebenciannya sudah tersalurkan. Tentulah Anda tahu siapa-siapa mereka itu. Mereka adalah tokoh agama dan politik. Jadi, semakin jelas kalau agama politik dan politik agama yang menghantar Anda ke balik jeruji penjara. Agama dan politik telah bersenggama hingga mencapai puncak orgasmenya. Karena itu, mereka puas lantas tertawa bahagia.
Dear pak Ahok,
Anda selalu mengatakan bahwa negara ini berdasarkan konstitusi. Hukum harus menjadi panglima. Dan Anda menyatakan diri Anda selalu taat pada konstitusi. Hal ini sudah Anda tunjukkan. Ketaatan pada konstitusi jugalah yang menghantar Anda masuk dalam penjara. Namun, Anda masuk bukan sebagai orang yang salah. Anda ke penjara bukan sebagai orang yang kalah, melainkan orang yang menang. Dengan lapang dada Anda mengajak para pendukung Anda untuk berbesar hati menerima keputusan hakim.
Melihat sikap Anda, saya teringat akan nubuat nabi Yesaya, “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.” (Yesaya 53: 7). Nubuat Yesaya memang ditujukan untuk Yesus, yang Anda imani sebagai Tuhan. Namun nubuat itu seakan relevan saat ini untuk Anda. Bukankah para pengikut Yesus harus juga menderita untuk mencapai kemuliaannya? Anda tidak sendirian.
Sungguh saya sangat salut akan kebesaran jiwa Anda. Sikap Anda ini seharusnya membuat malu para pemuka agama dan tokoh politik yang menghantar Anda ke balik penjara. Tapi, apakah mereka merasa malu? Maklum, banyak sesama kita sudah tidak punya rasa malu. Mereka merasa senang dan bangga karena menang dalam membela agama dan politiknya, tak peduli benar atau salah. Karena itu, sudah bisa dipastikan mereka itu tidak akan merasa malu.
Dear pak Ahok,

PENODAAN AGAMA: ANEH TAPI NYATA

Setelah mengadakan sidang dan musyawarah antara ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), pada 11 Oktober 2016, mengeluarkan fatwa terkait dengan pernyataan Basuki Tjahaya Purnama, atau biasa disapa Ahok, terhadap Al Quran surah Al Maidah ayat 51. Dalam fatwa itu MUI menyatakan bahwa Ahok telah melakukan (1) penghinaan terhadap Al Quran, dan atau (2) penghinaan terhadap ulama. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa Ahok telah menghina islam.
Pernyataan Ahok, yang kemudian menimbulkan gelombang aksi unjuk rasa bela islam, terjadi pada saat kunjungan dinasnya ke Kabupaten Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Di sela-sela pidatonya Ahok berkata, “…. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat Al Maidah 51, macem-macem itu…”
Ada orang yang menyayangkan sikap tergesa MUI dalam mengeluarkan fatwa tersebut. Hamka Haq, anggota DPR dari PDI Perjuangan, menilai seharusnya sebelum mengeluarkan fatwa itu MUI mendengarkan terlebih dahulu keterangan Ahok. Karena menurut Hamka, tidak ada unsur penodaan agama yang dilakukan Ahok saat menyebut surat Al Maidah 51. Penilaian Hamka ini sejalan dengan penilaian Nusron Wahid, yang mengatakan bahwa tidak ada kata-kata Ahok yang menistakan Al Quran.
Fatwa MUI ini tentulah menjadi senjata bagi sekelompok umat islam untuk menjalani kepentingannya. Maka, setelah keluar fatwa itu muncullah gerakan untuk mengawal fatwa MUI. Gerakan ini dimotori oleh Front Pembela Islam. Dalam setiap aksinya, FPI selalu menyatakan bahwa gerakan ini merupakan wujud konkret membela agama islam. Soal membela agama (islam) ini sudah diamanatkan Allah dalam Al Quran.
Oleh karena itu, ada banyak umat islam turun ke jalanan ketika ada komando untuk melaksanakan aksi membela islam. Misalnya seperti aksi damai pada 4 November dan dilanjutkan dengan aksi super damai pada 2 Desember. Aksi ini bukan hanya dilakukan oleh umat islam di Jakarta saja, melainkan juga dari luar kota Jakarta. Ada banyak umat islam dari luar DKI Jakarta datang ke Jakarta untuk membela islam.

Selasa, 09 Mei 2017

PENODAAN AGAMA: DILEMA PARA HAKIM

Selasa, 13 Desember 2016, kasus penodaan agama, dengan tersangka Basuki Tjahaya Purnama, mulai memasuki babak baru. Hari itu proses hukum mulai dijalankan, diawali dengan pembacaan nota keberatan oleh Basuki atau Ahok dan panasehat hukumnya.
Sepintas kita melihat bahwa proses sidang ini tak ubahnya dengan sidang-sidang perkara hukum lainnya. Akan tetapi, jika dicermati dengan budi dan hati yang jernih, tentulah kita dapat melihat keanehan. Sidang kasus penodaan agama ini seakan membuka borok-borok atau carut-marutnya agama islam; bukankah ini sebuah bentuk penistaan?
Sayangnya, MUI tidak menyadari. Ataukah MUI tidak berpikir? Maksud hati ingin menghukum Ahok, namun dalam prosesnya malah membuka aib sendiri. Maksud hati ingin membela islam, yang terjadi justru menghina islam.
Di samping itu persidangan kasus penodaan agama ini menyisahkan dilema pada para hakim. Pertama-tama hakim, baik yang muslim maupun non muslim, berada di bawah tekanan. Yang menekan mereka adalah fatwa atau pendapat keagamaan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI).
Bagaimana mungkin hakim kelak memutuskan Ahok tak bersalah dan bebas, sementara MUI sudah memutuskan dengan fatwa bahwa Ahok telah melakukan penodaan agama dan ulama? Kita dapat berkaca pada kasus yang menimpa Arswendo Atmowiloto dengan tabloid Monitor-nya.
Jika hakimnya non muslim, dan memutuskan bebas, pastilah GNPF MUI mengatakan bahwa hakim membela sesama non muslim. Bukan tidak mungkin ada tuduhan bahwa ini merupakan konspirasi untuk menjatuhkan islam. Atau ada juga yang mengatakan bahwa hakimnya bodoh, tak tahu hukum islam. Bukan tidak mungkin juga hakim ini akan dikatakan terlibat penodaan agama. Perkiraan lebih parah adalah demo yang berujung pada kerusuhan. Oleh karena itu, jalan amannya adalah menyatakan Ahok bersalah supaya umat islam senang dan puas. Bandingkan dengan kasus Arswendo.

Senin, 08 Mei 2017

PAUS FRANSISKUS: PEMBANGUNAN HARUS CAKUP FISIK DAN SPIRITUAL MANUSIA

Paus Fransiskus mengatakan bahwa pendekatan katolik terhadap pembangunan harus bertujuan untuk membantu orang mencapai kesejahteraan secara fisik dan spiritual dan mendorong tanggung jawab individual dan hubungan komunitas. Pembangunan “manusia seutuhnya” mengakui bahwa menjadi manusia berarti berada dalam suatu hubungan, yang inklusif bukan eksklusif, yang mengangkat martabat seseorang dari segala macam bentuk eksploitasi dan berjuang untuk kemerdekaan, ungkap Paus dalam konferensi di Vatikan pada 4 April untuk menandai perayaan 50 tahun eksiklikal Populorum Progression dari Beato Paulus VI.
Pembangunan yang integral atau holistik, lanjut Paus Fransiskus, menyertakan semua orang menjadi satu keluarga manusia, menyatukan pribadi-pribadi ke dalam komunitas, serta menyatukan dimensi individu dan komunal dari kehidupan serta menyatukan fisik dan spiritual, demikian laporan Catholic News Service.

Jumat, 05 Mei 2017

PENODAAN AGAMA: HABIB RIZIEQ VS AHOK

Di penghujung tahun 2016 lalu, media disibukkan dengan berita penodaan agama yang dilakukan oleh Ahok, atau Basuki Tjahaya Purnama. Hal ini terkait dengan pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu pada bulan September 2016, yang oleh ulama Indonesia, atau MUI, dinilai telah menistakan agama islam. Tak tanggung-tanggung, MUI memfatwa Ahok telah melakukan penistaan terhadap agama dan ulama. Buah dari fatwa ini adalah lahirnya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI). Gerakan ini senantiasa memobilisasi massa untuk melakukan aksi demo membela agama. Setidaknya sudah ada dua kali aksi bela islam.
Membela agama ini adalah merupakan satu panggilan bagi umat islam, karena sudah diamanatkan oleh Allah dalam Al Quran. Ini dapat ditemukan dan dibaca dalam surah Muhammad ayat 7, surah al Hajj ayat 40 dan surah al Hadid ayat 25. Karena merupakan kewajiban, maka Buya Hamka pernah berkata, “Jika diam saat agamamu dihina, gantilah bajumu dengan kain kafan.” Jadi, jika agama islam sudah dihina, umat islam wajib membelanya. Agama islam di sini termasuk juga Al Quran, Hadits dan Nabi Muhammad. Tidak ada batasan pelakunya; siapa saja yang telah melakukan penodaan agama islam harus dilawan.
Dengan dasar pemikiran inilah maka pernyataan Ahok yang dinilai telah melakukan penodaan agama membangkitkan semangat umat islam untuk membela agamanya. Karena itu, tak heran jika aksi bela islam jilid 2 berhasil mengumpulkan massa sekitar 1 juta umat islam. Pernyataan Ahok, dalam pidatonya di Kepulauan Seribu, dianggap telah menodakan Al Quran. Ahok menyinggung surah al Maidah ayat 51.
“Dibohongi pakai surah al maidah ayat 51, macam-macam itu.” Demikian sepenggal pernyataan Ahok yang menyulut kontroversial. Dari pernyataan itu, MUI seakan menafsirkan bahwa Ahok telah menyatakan bahwa surah Al Maidah berbohong atau surah Al maidah ayat 51 itu adalah suatu kebohongan. Di samping itu, MUI menilai Ahok telah melecehkan para ulama, karena menganggap ulama berbohong ketika menyampaikan ajaran surah Al Maidah ayat 51.
Fatwa MUI kepada Ahok ini bukannya tanpa meninggalkan tanda tanya besar. Banyak orang mempertanyakan dasarnya. Ada juga yang menyayangkan fatwa itu, karena terkesan MUI gegabah atau telah dipolitisasi. Denny Siregar pernah menulis pada akun facebook-nya, “Tidakkah kalian sadar bahwa agama kalian hanya dimanfaatkan untuk kepentingan politik mereka yang menamakan dirinya ULAMA?”
Satu keanehan fatwa MUI ini ketika kita membandingkan pernyataan Ahok dengan pernyataan Habib Rizieq, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), dalam salah satu ceramahnya. Ceramah tersebut diupload di Youtube pada 7 November 2016; setelah kasus penodaan agama oleh Ahok meledak. Video ceramah tersebut dapat dilihat di sini. Dapat dikatakan bahwa pernyataan kedua orang ini pada hakekatnya sama, hanya berbeda dalam bentuk kalimat. Yang satu menggunakan kalimat pasif, yang lain kalimat aktif. Berikut ini kita paparkan kalimatnya.
Ahok: “Dibohongi pakai surah al maidah ayat 51, macam-macam itu.”
Habib: “Dia nipu umat pakai ayat Quran. Dia nipu umat pakai hadis nabi.”

Rabu, 03 Mei 2017

PENODAAN AGAMA: PERTARUNGAN AHOK ATAU MUI?

Pada 11 Oktober 2016, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait dengan pernyataan Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok terhadap surah Al Maidah ayat 51. Pernyataan Ahok itu dilontarkannya saat kunjungan dinas ke Kepulauan Seribu. Oleh MUI Ahok difatwa telah melakukan penodaan terhadap Al Quran dan ulama.
Memang satu minggu kemudian (18/10), sejumlah elemen masyarakat terdiri dari ulama, budayawan, akademisi, advokat dan organisasi kepemudaan, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Cinta Damai, menggelar aksi damai di kantor MUI. Mereka meminta MUI untuk mencabut fatwa tersebut. Salah satu alasa mereka adalah fatwa MUI tersebut dapat meningkatkan ketegangan politik dan konflik horisontal di dalam masyarakat. Fatwa tersebut akan dimanfaatkan sekelompok golongan untuk kepentingan di kancah pilkada.
Apa yang dikhawatirkan oleh aliansi masyarakat tersebut terbukti. Setelah dikeluarkannya fatwa MUI, aksi bela islam mulai digelar. Beberapa ormas islam, yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal fatwa MUI, mulai menggalang kekuatan. Pada 4 November mereka melakukan aksi unjuk rasa. Ratusan ribu umat islam tumpah ruah di jalanan ibukota untuk memberi tekanan kepada pihak pemerintah, khususnya kepolisian, agar menangani kasus Ahok segera (sesuai selera mereka).
Seakan takut menghadapi tekanan GNPF MUI, atau konsekuensi terjadinya konflik horizontal, pada 16 November pihak kepolisian menetapkan Ahok sebagai tersangka. Banyak pihak menilai penetapan status tersangka Ahok ini untuk meredam niat umat islam yang akan melakukan aksi bela islam pada 24 November. Namun, karena keinginannya belum terpenuhi (melihat Ahok dipenjara), GNPF MUI menggelar aksi bela islam pada 2 Desember.
Banyak orang melihat bahwa kasus penodaan agama ini merupakan pertarungan Ahok. Dalam kasus ini Ahok akan berjuang melawan sekelompok umat, yang mengatas-namakan agama islam. Di saat sedang berjuang dalam pertarungan Pilkada DKI, Ahok juga bertarung melawan umat islam, yang merasa agamanya dihina. Tentulah Ahok disibukkan dengan pembelaan-pembelaan bahwa dirinya tidak melakukan penodaan terhadap islam. Jangankan menistakan agama islam, niat untuk menodakan saja tak ada.

PENODAAN AGAMA: SEBUAH DIALOG UMAT DENGAN TUHAN

Suatu hari terjadi dialog antara umat manusia dengan Tuhannya. Topik pembicaraannya adalah soal “penodaan agama”. Dialog ini hanya sekedar dialog imaginatif. Akan tetapi, di dalamnya terkandung sejuta makna dan pesan yang mendalam. Berikut petikan dialognya.
Umat  : Tuhan, ada orang menodakan agama kita.
Tuhan: Menoda gimana?
Umat : Orang itu bilang bahwa agama kita ini kafir karena percaya bahwa Engkau adalah Allah.
Tuhan: Lalu?
Umat : Kami sangat marah. Kami tersinggung, karena kami dianggap sebagai orang kafir.
Tuhan: Apa kalian merasa sebagai orang kafir?
Umat  : Tidak!
Tuhan: Ya sudah. Tak perlu emosi-emosian. Biarkan mereka dengan kepercayaannya, dan kamu dengan kepercayaanmu.
Umat : Tapi, Tuhan…, orang itu juga menista Alkitab.
Tuhan: Menista gimana?
Umat : Orang itu bilang kalau Alkitab sekarang sudah tidak asli lagi. Alkitab sekarang ini palsu. Misalnya, dia bilang bahwa yang mati di kayu salib itu bukan Engkau, tetapi orang yang menyerupai Engkau. Jadi, dengan kata lain, orang-orang Kristen, yang percaya Engkau mati di kayu salib, sudah ditipu oleh Alkitab sekarang ini.