Jumat, 02 Agustus 2013

Tugas Gereja

TRITUGAS GEREJA KATOLIK YANG UTAMA
Dalam kehidupan kita, gereja mempunyai tiga tugas penting sebagai usaha melanjutkan karya Kristus dan merangkul kita semua, yakni: tugas sebagai nabi, tugas imani, dan tugas rajawi. Tugas imani merupakan tugas pengudusan, tugas sebagai nabi merupakan tugas pewartaan, dan tugas rajawi merupakan tugas melayani yang diartikan dalam Konsili Vatikan II. Tugas-tugas tersebut disebut juga sebagai Tritugas Gereja. Berikut penjelasannya.

Tugas Mewartakan
Gereja pada dasarnya tidak lain dan tidak bukan adalah jawaban atas panggilan Yesus Kristus sebagai sabda Allah. Dengan adanya Gereja, Yesus Kristus bisa hadir di antara kita semua. Hal inilah yang menyebabkan Gereja disebut sebagai Sabda. Dalam hal ini gereja dipandang sebagai pewarta dari arti yang luas. Selain tugas sebagai pewarta di dunia, Gereja juga memiliki bentuk-bentuk sabda. Ketiga bentuk sabda Allah dalam Gereja, yaitu: (1) sabda para rasul sebagai daya yang membangun Gereja; (2) sabda dalam Kitab Suci sebagai kesaksian normatif; dan (3) sabda Allah dalam pewartaan aktual Gereja sepanjang zaman.

Gereja juga berkarya dalam hal magisterium atau wewenang dalam mengajar. Hal ini muncul dari adanya konflik dari umat yang sering terjadi dengan para umat sendiri dan/ataupun  dengan para pemimpin Gereja, terutama dalam hal wewenang dan pengajaran. Itulah yang menyebabkan munculnya tugas hierarki di mana tugasnya adalah sebagai pemersatu. Wewenang mengajar dalam Gereja Katolik tidak berarti bahwa hanya ada dalam lingkungan hierarki yang menjadi aktif, tetapi juga diharapkan dari pihak yang berlawanan. Pengajaran dalam agama tidaklah sembarangan. 

Untuk mengajar atau mewarta harus memenuhi empat syarat, yaitu:
-       Ajaran itu harus menyangkut iman dan kesusilaan,
-       Harus bersifat ajaran yang otentik,
-       Dinyatakan dengan tegas dan defenitif, dan
-       Disepakati bersama.

Adapun dalam Gereja Katolik yang disebut dengan teologi, di mana tugas teologi adalah mengadakan penelitian lebih mendalam sehingga tercapailah pengertian yang makin mendalam tentang pewahyuan, jawaban atas persoalan atau masalah yang timbul dari kemajuan ilmu pengetahuan, dll. Teologi ada untuk menjelaskan sesuatu dalam agama sehingga suatu hal atau ajaran dapat diterima secara rasional. Dapat dikatakan bahwa teologi berada di antara ilmu pengetahuan dan agama.

Adapun hal lain yang perlu diketahui bahwa tugas hierarki berbeda dengan tugas teologi. Hierarki mempunyai tugas struktural dalam dalam Gereja demi kesatuan Gereja, sedangkan teologi bertugas merumuskan iman sesuai dengan situasi kehidupan Gereja dan tuntutan zaman. Oleh karena menjadi pewarta merupakan suatu panggilan maka kita dituntut dengan adanya penyesuaian ekstensial antara pewarta dengan apa yang diwartakan. Secara khusus tugas pewarta ini merujuk kepada golongan imam dan biarawan-biarawati yang dengan status hidup mau memberikan kesaksian tentang kebenaran injil.

 Tugas Menguduskan
Tugas Gereja yang kedua ini lebih khusus mengarah kepada kegiatan-kegiatan dalam Gereja, seperti: doa-doa, sakramen-sakramen dan ibadat-ibadat. Dalam tugasnya, Gereja selalu dibimbing oleh Roh Kudus, “Roh Kuduslah yang menciptakan persekutuan umat beriman dengan menghimpun mereka dalam Kristus, sebagai prinsip kesatuan Gereja”(UR 2). Kesatuan Gereja bukan hanya karena karya Roh Kudus, tetapi juga hasil komunikasi antar manusia, terutama komunikasi iman. Sarana komunikasi iman dalam Gereja adalah pengungkapan iman. Yang termasuk dalam pengungkapan iman adalah perayaan liturgi, perumusan iman dan perayaan iman.
  • Doa-doa dalam Gereja Katolik
Dalam Gereja Katolik dibedakan antara doa pribadi dan doa bersama. Doa pribadi disebut juga sebagai “doa di dalam Gereja”, sedangkan doa bersama biasa juga disebut “doa Gereja”. Doa sendiri berarti bahwa mengarahkan hati kepada Tuhan. Dalam berdoa tidak membutuhkan banyak kata, tidak perlu sikap badan yang bagus dan baik, serta gerakan-gerakan yang khusus. Hal ini demikian karena yang berdoa adalah hati kita, bukan badan.

Salah satu bentuk doa Gereja adalah liturgi. Liturgi tidak hanya merupakan kegiatan yang istimewa, tetapi juga wahana utama untuk mengatur umat Kristen ke dalam persatuan pribadi dengan Kristus.

Inti pokok dari doa adalah kesatuan pribadi dengan Putra dan dalam penyerahan-Nya kepada Bapa. Maka dari itu, dalam Gereja Katolik kita selalu berdoa, “Dengan perantaraan Tuhan kami Yesus Kristus”. Selain itu, liturgi juga bukan hanya pujian kepada Tuhan, tapi karena kemuliaan Allah tidak pernah lepas dari segi lain dari iman. Liturgi selalu mempunyai dua segi, yaitu: segi kemuliaan Allah dan segi manusia.

Jadi liturgi bukanlah tontonan bagi kita, tapi liturgi merupakan perayaan dalam hidup rohani kita. Melalui perayaan yang kita laksanakan kita manusia pun turut ambil bagian dalam misteri yang dirayakan. Seperti tertulis: “Di mana ada dua atau tiga orang yang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka”. 
  • Sakramen
Sakramen menjadi bagian dalam tugas Gereja karena sakramen itu sendiri merupakan rahmat yang tidak kelihatan dalam bentuk yang kelihatan dan ditawarkan kepada kita. Gereja Katolik menetapkan ada tujuh sakramen dalam gereja, yaitu: baptis, tobat, ekaristi, krisma, imamat, perkawinan, dan minyak suci. Sakramen sendiri berawal dari praktik dan ritus-ritus dalam Gereja perdana pada awalnya, namun belum ada penetapan pada saat itu bahwa itulah yang ketujuh sakramen tersebut.

Dalam sakramen, cinta kasih Allah disampaikan secara konkret melalui tanda-tanda badaniah kepada kita. Hal nyata yang dapat kita lihat adalah pada saat pembaptisan. Seorang imam akan menuangkan air kepada si penerima sebagai tanda sambil berkata, “Aku membabtis engkau dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus”. Perbuatan itu melambangkan peristiwa penyelamatan yang  dilaksanakan oleh Allah Tritunggal melalui imam menjadi nyata. Hal ini juga berlaku pada keenam sakramen lainnya sebagai sarana bagi kita. 
  • Sakramentali
Sakramentali adalah tanda-tanda suci yang memiliki kemiripan dengan sakramen-sakramen. Sakramentali juga menandakan karunia-karunia khususnya yang bersifat rohani, yang diperoleh berkat doa permohonan Gereja (SC 60). Sakramen dan sakramentali tidaklah sama. Sakramen merupakan pelaksanaan diri Gereja dalam bidang perayaan dan semuanya menyangkut Gereja, sedangkan sakramentali lebih bersifat khusus yang artinya bahwa ia perwujudan dari doa Gereja bagi orang tertentu. Namun perlu diketahui bahwa sakramentali bukanlah perwujudan kehadiran Kristus dalam Gereja melainkan dalam bentuk permohonan Gereja yang konkret. 

Tugas Melayani
Gereja selain memiliki tugas sebagai pewarta dan pengudusan, juga memiliki tugas dalam hal melayani. Tugas inilah yang paling mendasari semuanya. Seperti Yesus yang melayani pada waktu perjamuan malam terakhir, maka Gereja pun ingin mengikuti tradisi tersebut sebagai pelayan di zaman sekarang ini. Tugas melayani ini banyak kita jumpai dalam kehidupan kita sekarang. Entah itu sebagai pelayan dalam ibadat rukun maupun pelayan dalam ekaristi.

Contoh konkret yang dapat kita bilaan adalah pada imam yang adalah pelayan Gereja. Seorang imam harus ikhlas dalam melayani setiap umat yang datang. Bukan saja imam tapi kita pun dituntut untuk berlaku demikian. Dalam usaha pelayanan janganlah yang lain menjadi objek belas kasihan. Pelayanan berarti kerjasama, di mana di dalamnya semua orang merupakan subjek yang ikut bertanggung jawab. Yang pokok adalah harakat, martabat, harga diri, bukan kemajuan dan bantuan sosial-ekonomis yang hanyalah sarana.

Dalam melayani, Gereja Katolik memiliki beberapa ciri antara lain: Pertama, sikap iman yang radikal harus dinyatakan dalam pelayanan terhadap sesama, seperti yang ada dalam hukum kasih bahwa kita mesti mencintai sesama kita. Kedua, kesetiaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan guru. Dan ketiga ialah mengambil bagian dalam sengasara dan penderitaan Kristus yang telah senasib dengan semua yang menderita.

Pendidikan Seks bagi Anak

Pendidikan Seks mencakup pengajaran pengetahuan-pengetahuan yang berguna dan ketrampilan-ketrampilan yang berkaitan dengan masalah-masalah penting yang berhubungan dengan seksualitas, termasuk hubungan manusia, identitas seksual dan peran gender, anatomi reproduksi dan citra tubuh, pubertas dan proses reproduksi, aspek emosional dari pendewasaan, nilai dari meningkatnya kesadaran remaja yang belum aktif secara seksual, cara-cara pencegahan HIV/PMS (Penyakit Menular Seksual), dan akibat-akibat kesehatan dari tidak memakai kontrasepsi dan cara-cara pencegahan di antara remaja-remaja yang aktif secara seksual. Penelitian menunjukkan bahwa seksualitas remaja paling banyak dipengaruhi oleh orang tua, diikuti oleh teman-teman sekelompok, dan akhirnya, oleh apa yang dipelajari di sekolah.

Pendidikan seks berkembang sebagai tanggapan dari penelitian-penelitian yang menunjukkan angka keterlibatan seksual remaja yang tinggi (75% pada saat di perguruan tinggi) dan rendahnya penggunaan kontrasepsi dan pengetahuan tentang PMS. Lebih jauh lagi, penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa faktor situasional mendukung aktifitas beresiko ini di kalangan remaja - terutama kegagalan untuk merencanakan dari awal untuk aktivitas seksual (dengan asumsi bahwa merencanakan berhubungan seks akan merusak spontanitas dan keromantisan) dan penggunaan alkohol atau obat-obatan sebelum atau dalam berhubungan seks. Juga, kurangnya pemikiran mengenai akibat berhubungan seks sangat umum di kalangan remaja.

Tujuan utama dari pendidikan seks di sekolah adalah perkenalan pada kesehatan seksual. Untuk mencapai tujuan ini, kebanyakan program menyediakan informasi yang akurat tentang seksualitas manusia, kesempatan untuk klarifikasi nilai, ketrampilan untuk mengembangkan hubungan interpersonal, dan bantuan dalam mewujudkan kehidupan seksual yang bertanggung jawab, termasuk penerapan perilaku dan sikap yang sehat yang berhubungan dengan perilaku seksual. Penelitian tentang efektifitas pendidikan seks mempunyai hasil yang beragam. Umumnya, pendidikan seks telah berhasil meningkatkan pengetahuan remaja tentang masalah-masalah seksual, termasuk cara mengembangkan kemampuan interpersonal yang berkaitan dengan perilaku seksual, dan menerapkan nilai-nilai yang tepat, tapi hasilnya belum menggembirakan terutama berkaitan dengan perilaku seksual. Hasil terbaik ditemukan pada program pendidikan yang bekerjasama dengan klinik kesehatan di sekolah. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan seks efektif bila disampaikan sebelum aktivitas seksual muncul, dan pada saat ia menggabungkan masalah kesadaran dan kontrasepsi. Penelitian menolak anggapan bahwa pendidikan seks mendorong eksperimen seksual atau meningkatkan aktivitas seksual. Program yang menekankan masalah kesadaran juga terbukti tidak efektif dalam mengendalikan awal aktivitas seksual.

Pendidikan seks yang disampaikan hanya di dalam kelas sangat terbatas efektifitasnya. Karena itu timbul pendekatan-pendekatan yang inovatif. Salah satunya adalah melalui pembuatan video-video pendidikan. Video ini menekankan teknik kepercayaan diri dan penolakan (bila ada tekanan kelompok), pembuatan keputusan yang berkaitan dengan seksualitas remaja, dan seks yang spesifik dan informasi kesehatan (misalnya gejala-gejala PMS). Ada video yang mengangkat masalah praktek penggabungan alkohol dan aktivitas seksual (yang mendorong pembuatan keputusan yang lemah dan perilaku yang berbahaya). Alasan pembuatannya adalah karena pengetahuan saja tidak cukup untuk merendahkan frekuensi perilaku berbahaya. Video mengenai pendidikan seks biasanya membahas masalah hambatan-hambatan dalam menghindari resiko (misalnya tekanan dari pacar untuk berhubungan seks atau anggapan yang tersebar luas bahwa kondom tidak efektif dalam mencegah kehamilan atau infeksi PMS/HIV).

Pendekatan inovatif lain, yang menggabungkan hiburan dan komunikasi kelompok mengenai pendidikan seks, adalah penggunaan teater remaja. Ini dimulai tahun 1973 di New York Medical College. Sejak dimulai, pendidikan seks dengan teater remaja telah diterapkan di banyak tempat di AS. Harapannya adalah pertunjukan drama tentang masalah-masalah penting dalam pendidikan seksual akan mengurangi kecemasan remaja tentang masalah-masalah sensitif, meningkatkan keinginan remaja untuk berbicara terbuka mengenai masalah-masalah seksual, meningkatkan minat remaja yang aktif secara seksual untuk menggunakan kontrasepsi dan melindungi diri dari HIV/PMS, dan menolong penundaan aktifitas seksual bagi remaja yang belum aktif. Penelitian menunjukkan bahwa satu faktor kunci tidak dipakainya kondom di kalangan remaja adalah rasa malu. Untuk mengatasinya, beberapa teater remaja memfokuskan pertunjukan mereka pada pembuatan keputusan mengenai pembelian dan penggunaan kondom. Evaluasi dari pendidikan seks melalui teater remaja menunjukkan bahwa pendekatan ini meningkatkan tingkat pengetahuan seksual dan meningkatkan keinginan untuk bicara bebas mengenai seks. Tapi, hasilnya belum jelas terlihat terhadap praktek-praktek hubungan seks.

Dukungan orang tua terhadap pendidikan seks yang berhubungan dengan AIDS mencapai 90% dari seluruh orang tua yang diteliti. Bahkan di antara orang tua yang mendukung pendidikan seks, masih ada perdebatan mengenai isinya (apakah kesadaran untuk menahan menjadi penekanan, haruskah alat kontrasepsi didiskusikan, apakah pengetahuan tentang kontrasepsi akan mendorong aktifitas seksual) dan pada umur berapa pendidikan seks diberikan.

Sebagian masyarakat percaya bahwa pendidikan seks harus diberikan di rumah, hingga ada jaminan bahwa orang tua akan bebas mengajarkan nilai-nilai moral mengenai seksualitas dan aktifitas seksual kepada anak-anak mereka. Beberapa kelompok orang tua telah melakukan protes atas pelaksanaan program pendidikan seks dan program lain yang terkait (misalnya pendidikan pencegahan HIV untuk remaja) di sekolah-sekolah umum. Walau beberapa kelompok penentangnya berorientasi religius, penelitian membuktikan bahwa gereja tidak ikut campur dalam masalah pendidikan seks. Kurangnya pendidikan dan orang tua yang telah berumur secara umum kurang menyukai pendidikan seks.

Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan seks akan sangat efektif bila orang tua dan sekolah menyampaikan pesan-pesan yang sama mengenai seksualitas remaja

Berbicara Seks dan Kesehatan Reproduksi pada Anak
Pernahkah anda sebagai seorang ibu atau seorang ayah berbicara tentang mimpi basah pada anak laki-laki anda yang berusia 13 tahun? Atau bercerita tentang menstruasi pada anak perempuan anda yang berusia 12 tahun? Kalau pernah, anda dapat meneruskannya menjadi suatu kebiasaan baik di dalam keluarga. Jika anda belum pernah melakukannya, maka anda perlu mencobanya mulai sekarang.

Pada dasarnya, mendapatkan informasi seks dan kesehatan reproduksi yang baik dan benar merupakan hak setiap anak di seluruh penjuru dunia. Terlebih karena rasa ingin tahu anak tentang seks adalah hal yang wajar akibat konsekuensi dari perkembangannya. Rasa ingin tahu itu akan selalu muncul berulang-ulang selama belum terpuaskan. Dan orang yang paling tepat untuk menjawab keingintahuan anak-anak adalah orang terdekat mereka, yaitu orang tua. Karena orang tua adalah orang yang seharusnya paling mengenal siapa anaknya, apa kebutuhannya dan bagaimana memenuhinya. Selain itu orang tua merupakan pendidik utama, pendidik pertama dan yang terakhir bagi anaknya.

Terkadang orang tua enggan, karena merasa bahwa masalah itu bukan urusan mereka, cukup diserahkan pada guru dan sekolah, atau karena tidak tahu bagaimana cara memulai atau menyampaikannya. Tetapi ada juga yang lebih tidak peduli lagi dengan berpendapat bahwa nantinya mereka akan tahu dengan sendirinya. Tidakkah pernah terlintas bahwa anak-anak justru akan menjawab ketidaktahuan mereka dengan mencari sumber-sumber lain yang tidak bisa dipercaya, misalnya dari teman-teman sebayanya yang juga tidak tahu apa-apa, dari majalah, teve, bahkan dari internet. Menunggu anak mendapatkan informasi tentang seks dan kesehatan reproduksi dari guru adalah langkah yang kurang bijak, karena anak akan segera mendapatkannya dari sumber yang lain.

Saat ini arus informasi mengalir deras, mudah didapat kapan dan dimana saja anda berada. Informasi-informasi ini dikemas dengan sangat menarik, hingga terkadang orang dewasa pun sulit membedakan mana yang dapat dipertanggungjawabkan dan mana yang tidak. Hal yang sama terjadi pada informasi tentang seks dan reproduksi. Kemasan-kemasan yang sedemikian rupa telah membentuk opini tersendiri bahwa “seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba “ (dikenal dengan istilah sexpectation).

Di sinilah saatnya orang tua berperan, mengkomunikasikan apa yang baik, mana yang boleh dan mana yang tidak. Para orang tua bisa memilih apakah akan tetap diam, mengulang kesalahan yang sama yang dilakukan orang tua zaman dulu yang tidak mengkomunikasikan tentang seks dan reproduksi dengan alasan tabu untuk dibicarakan, atau segera merubah pikiran, bahwa pendidikan anak merupakan tanggung jawab orang tua.

Beberapa penelitian bahkan telah membuktikan bahwa anak-anak dari orang tua yang biasa berbicara tentang seks, lebih sedikit mengalami permasalahan dibanding dengan anak-anak yang tidak pernah diajak berbicara atau diberikan informasi apa pun oleh orang tua mereka.  Sebagai orang tua yang baik pastinya kita akan melakukan apapun yang terbaik agar anak kelak menjadi manusia yang baik jiwa dan raganya, bertanggung jawab baik pada dirinya maupun pada orang lain serta mampu menghadapi segala permasalahan dengan baik.

Di bawah ini beberapa hal yang dapat “memperkuat” anda untuk memulai pembicaraan tentang seks dan reproduksi pada anak :
1.     Ubah cara berpikir anda. Bahwa makna pendidikan seks itu sangat luas, tidak hanya berkisar masalah jenis kelamin dan hubungan seksual. Tapi di dalamnya ada perkembangan manusia (termasuk anatomi dan fisiologi organ tubuh, terutama organ reproduksi); hubungan antar manusia (antar keluarga, teman, pacar dan perkawinan); kemampuan personal (termasuk di dalamnya tentang nilai, komunikasi, negosisasi dan pengambilan keputusan); perilaku seksual; kesehatan seksual (meliputi kontrasepsi, pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, aborsi dan kekerasan seksual); serta budaya dan masyarakat (tentang jender, seksualitas dan agama).
2.     Mengajarkan tentang pendidikan seks sejak dini. Seperti saat anda mulai mengajari “ini hidung”, atau “ini mulut”, maka pada saat itulah anda mengajarinya “ini penis” atau “ini vulva”. Jangan menggunakan istilah-istilah yang tidak tepat (misalnya “nenen” untuk mengganti kata payudara atau yang lainnya), karena dengan demikian tanpa sengaja kita telah membuat dikotomi, antara organ yang biasa dan organ yang “jorok” atau tabu atau negatif. Karena persepsi tentang bagian tubuh yg keliru akan berdampak negatif bagi anak di masa yg akan datang.
3.     Manfaatkan ‘Golden Moments, misalnya saat sedang menonton teve yang sedang menayangkan kasus perkosaan, saat sedang melakukan aktivitas berdua (masak, membereskan tempat tidur), dan lain-lain.
4.     Dengarkan apa yang diucapkan anak dengan sungguh-sungguh, pahami pikiran dan perasaan mereka. Dengan demikian mereka akan merasa diterima, jika sudah merasa diterima, mereka akan membuka diri, percaya dan mudah diajak kerja sama.
5.     Jangan menceramahi. Anak umumnya tidak suka diceramahi. Karena pada saat kita menceramahi seseorang, biasanya kita “menempatkan” diri kita lebih tinggi darinya. Bukan dengan cara ini kita bisa berkomunikasi dengan mereka.
6.     Gunakan istilah yang tepat, sesuai dengan usianya. Misalnya saja kalau anak anda sudah beranjak remaja, maka gunakanlah bahasa gaul yang biasa digunakan remaja, sehingga anak tidak merasa sungkan menanggapi pembicaraan anda.
7.     Gunakan pendekatan agama. Kita harus meyakini bahwa segala masalah dan persoalan di dunia ini harus diselesaikan dengan nilai-nilai agama. Karena nilai-nilai agama tidak akan pernah berubah sampai kapan pun. Anak-anak juga harus diajak mempraktekkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
8.     Mulai saat ini juga. Begitu anda membaca artikel ini, mulai susun strategi apa yang akan anda gunakan untuk mulai mengajak anak berbicara. Yang perlu diingat yaitu bahwa anak adalah orang tua di masa yang akan datang, maka dari itu harus kita persiapkan sedemikian rupa agar menjadi generasi yang siap menghadapi masa depan dengan segala rintangannya. Percayalah, bahwa anda merupakan orang yang paling tepat dalam hal ini, dgn mempercayai diri sendiri, anda pun telah memberikan kepercayaan pada anak.

editor: adrian
Daftar Pustaka :
Peran Orang Tua dalam Pendidikan Akhlaq Sekait Perihal Seksual Anak, dibawakan oleh Neno Warisman dalam Dies Natalis II Akademi Kebidanan Pelita Persada Jakarta\
Giving Your Kids a Good Talking”, http://www.discoveryhealth.com accessed 30 September 2004
BKKBN, Memahami Dunia Remaja: Buku Panduan Orang Tua, Jakarta: 2001
PKBI, Seputar Seksualitas Remaja: Panduan untuk Tutor dan Penceramah, Jakarta: 2001

Seri Gaya Hidup Sehat – SENIOR. Jika Anak Bertanya Seks., Jakarta : P.T. Gramedia 2003