Senin, 22 September 2014

(Refleksi) Maria, Bunda yang Berduka

BUNDA YANG BERDUKACITA
Pengantar
Pesan Bunda Maria ini diambil dari wawancara batin antara Don Stefano Gobbi dan Bunda Maria. Wawancara batin adalah suatu gejala mistik yang ada dalam kehidupan Gereja. Ia bukanlah komunikasi inderawi. Dalam wawancara batin ini orang tidak mendengar dengan telinga atau melihat dengan mata dan tidak ada sesuatu yang bisa disentuh. Jadi, wawancara batin merupakan anugerah dalam bentuk pesan yang disampaikan Allah kepada kita supaya dilaksanakan dengan bantuan-Nya.
Dalam wawancara batin di sini, Don Stefano menjadi alat komunikasi; dengan tetap menjaga kebebasannya, ia mengungkapkan persetujuan terhadap kegiatan Roh Kudus. Artinya, ia tidak mencari-cari gagasan atau cara pengungkapannya. Ia murni sebagai penyalur pesan.
Wawancara batin antara Bunda Maria dan Don Stefano Gobbi ini memuat pesan Bunda Maria untuk para imam. Pesan yang disampaikan dalam wawancara batin ini, meski terjadi pada tahun 1981, namun nilai dan maknanya masih relevan hingga saat kini. Pesan Bunda Maria ini, secara khusus ditujukan kepada para imam, akan tetapi peruntukkannya bisa juga untuk umat katolik dan umat manusia pada umumnya. Jadi, dalam pesan Bunda Maria yang disampaikan masa lalu, terdapat butir-butir pencerahan untuk masa sekarang.
Semuanya tergantung sejauh mana keterbukaan mata hati kita membacanya.
Bunda Maria Berpesan
"Aku ini Bundamu yang berdukacita. Milikkulah semua dukacitamu. Juga bagimu, pada masa ini penderitaan dan penindasan semakin bertambah. Sebab kamu hidup di masa hati manusia telah menjadi beku, tertutup oleh egoisme yang picik.
Umat manusia terus bergegas di jalan penolakan keras kepala terhadap Allah, kendati segala nasehat keibuanku dan tanda-tandaku terus dilimpahkan oleh Kerahiman Tuhan. Demikianlah wabah dosa, kebencian dan kekerasan semakin merajalela. Dan kurban yang paling rentan adalah anak-anakku, yang tidak punya pembela dan mereka yang tidak memiliki perlindungan.
Saat ini betapa banyak orang miskin, yang tidak punya apa-apa, dan yang hidup dalam keadaan yang memprihatinkan dan tidak manusiawi, tanpa pekerjaan yang tetap, tanpa sarana hidup yang layak. Dan betapa banyak orang yang menyimpang jauh dari Allah serta Hukum Kasih-Nya, yang direngut oleh pasukan tangguh orang-orang yang mengajarkan ateisme.
Umat manusia hidup di padang gurun, yang tandus dan dingin; belum pernah seperti sekarang mereka begitu terancam. Penderitaan umat manusia terangkum di dalam Hatiku yang Tak Bernoda. Saat ini, lebih dari kapan pun, aku adalah Bunda yang berdukacita, dan air mata berjatuhan dari mataku yang rahim. Dengarkanlah Ibumu dan jangan menjauh dari kasih Bundamu yang berdukacita, yang ingin menuntun kamu semua kepada keselamatan.

Putra-putraku terkasih, pada saat ini kamu harus menjadi tanda dukacitaku yang mendalam. Di dalam hatimu, bersamaku tanggunglah penderitaan dunia dan Gereja, yang sedang menghadapi sakratulmaut dan sengsaranya yang menyelamatkan. Kiranya hanya dari penderitaan kita inilah suatu era damai yang baru akan bersemi bagi semua orang.”
Ponta Grossa, 15 September 1981
diedit dari: Marian Centre Indonesia, Kepada Para Imam: Putra-putra Terkasih Bunda Maria. (hlm 511 – 512)
Baca juga:

Orang Kudus 22 September: St. Thomas Villanova

SANTO THOMAS VILANOVA, USKUP & PENGAKU IMAN
Thomas biasanya digambarkan lengkap dengan pakaian kebesarannya sebagai uskup didampingi para pengemis malang yang sedang meminta belaskasihan. Gambaran itu melukiskan keistimewaan yang ada pada Thomas sebagai seorang uskup yang menaruh keprihatinan besar kepada para miskin.

Thomas berkebangsaan Spanyol. Ia lahir pada tahun 1488 dari sebuah keluarga Kristen yang taat agama. Semenjak kecilnya, Thomas tampak cerdas dan pandai bergaul. Orang tuanya mendidiknya secara baik menurut adat istiadat Kristen Spanyol. Pada masa mudanya ia dikirim belajar di Universitas Alkala yang termasyhur di Spanyol pada masa itu. Di sana ia menekuni banyak ilmu termasuk filsafat dan teologi. Setelah menyelesaikan studinya ia diminta menjadi mahaguru di Alkala dalam bidang filsafat. Mahaguru muda ini dalam waktu singkat segera harum namanya di Universitas Alkala karena kecerdasannya dan kepandaiannya dalam mengajar. Semua mahasiswa yang mengikuti kuliahnya kagum dan senang akan dia. Beberapa universitas lain, misalnya Universitas Salamanca, meminta dia juga untuk mengajar namun permintaan itu ditolaknya karena ia bercita-cita menarik diri dari dunia ramai untuk menjalani suatu corak hidup yang baru: hidup dalam doa dan tapa. Kiranya dengan cara itu ia dapat menghindarkan diri dari segala penghormatan dan kesenangan duniawi.

Dan doa dan kesunyian pertapaan itu ia menemukan jalan hidupnya yang sebenarnya: jalan hidup sebagai abdi Allah dalam kehidupan membiara. Pada tahun 1516, ia masuk tarekat Santo Agustinus dan tak lama kemudian ia ditahbiskan menjadi imam. Dengan jalan hidup baru ini ia benar-benar menemukan jalan yang tepat untuk mencurahkan segala kemampuannya kepada Gereja dan sesamanya. Selama 25 tahun ia merangkap beberapa jabatan penting dalam Ordo Agustin. Ia dikenal sebagai seorang imam pengkotbah terbaik di Spanyol dan tokoh teladan dalam hal doa dan tapa. Ia tidak pernah menuntut dari orang lain apa yang dia sendiri tidak lakukan. Ia dipilih sebagai kepada biara sekaligus provinsial ordo. Pada masa jabatannya ia mengutus banyak imamnya ke Meksiko. Karena prestasi dan kesalehan hidupnya ia ditawarkan jabatan Uskup Granada, tetapi ia menolak tawaran itu karena lebih suka menjadi seorang biarawan biasa.

Setelah tawaran Granada, ia ditawari jabatan Uskup Valencia. Kali ini karena patuh pada kaul ketaatannya kepada Takhta Suci dan kaisar Karel V, ia dengan rendah hati menerima jabatan Uskup Valencia. Selama menjadi Uskup Valencia, ia tetap menunjukkan kesederhanaannya dan tetap berpakaian jubah tarekatnya. Semua harta miliknya dibagi-bagikan kepada fakir miskin, khususnya kepada gadis-gadis yang tidak cukup uang untuk menikah, yatim piatu dan anak-anak terlantar. Meskipun demikian, Tuhan tetap mencukupi semua kebutuhannya, juga semua yang dibutuhkan keuskupannya. Sekali ia mendapat sejumlah besar uang untuk kebutuhan rumah tangga keuskupan. Tetapi uang itu digunakannya untuk membangun sebuah rumah sakit.

Thomas mencurahkan perhatiannya pada usaha pembaharuan keuskupannya yang sudah lama tidak terurus baik. Ia menggalakkan pembaharuan tata tertib dan semangat iman umat dengan kotbah-kotbah dan pengajaran-pengajarannya. Semua umatnya sangat mengagumi dia sebagai seorang gembala jiwa yang benar-benar menampakkan cinta kasih Kristus kepada manusia. Setelah lama berkarya bagi umatnya ia meninggal dunia pada tahun 1555.

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Senin Biasa XXV - Thn II

Renungan Hari Senin Biasa XXV, Thn A/II
Bac I    Ams 3: 27 – 34; Injil             Luk 8: 16 – 18;

Sabda Tuhan hari ini mau mengajarkan kita untuk senantiasa berbuat baik kepada sesama dan menghindari hal jahat. Dalam bacaan pertama yang diambil dari Kitab Amsal, dengan tegas penulis mengajak pembacanya untuk tidak menunda perbuatan baik yang dapat dilakukan. Bagi penulis, kebaikan yang ada pada kita merupakan hak bagi orang lain. Artinya, kebaikan kita itu musti diberikan kepada mereka yang berhak mendapatkannya. Di sini penulis Kitab Amsal hendak menegaskan bahwa kita menjadi berarti ketika kita bermakna bagi orang lain.

Nasehat Kitab Amsal kembali diulangi Yesus dalam Injil hari ini. Dalam pengajaran-Nya, Tuhan Yesus menggunakan perbandingan, yaitu soal pelita. Semua orang tentu tahu apa itu pelita dan apa fungsinya. Karena itu, akan terasa aneh jika pelita yang dinyalakan disembunyikan di bawah tempat tidur atau di dalam tempayan. Tindakan itu akan menghilangkan fungsi pelita itu. Di sini Tuhan Yesus menyamakan pelita dengan kebaikan yang ada pada setiap orang. Dengan perbandingan ini, Yesus mau mengajak pendengar-Nya untuk senantiasa membagikan kebaikan yang ada padanya kepada orang lain. Kebaikan itu bersifat sosial.

Manusia, selain dikenal sebagai makhluk individu, adalah juga makhluk sosial. Kesosialan itu melekat dengan seluruh hidup dan pribadinya. Karena itu, apa yang melekat dengan diri manusia memiliki dimensi sosial. Salah satunya adalah kebaikan. Tentulah setiap kita mempunyai kebaikan, karena pada dasarnya manusia itu adalah baik. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki agar kita selalu membagikan kebaikan yang kita miliki kepada orang lain yang membutuhkannya. Tuhan tidak mau kita bertindak egois, menikmati sendiri kebaikan itu.

by: adrian