Senin, 21 Juli 2014

(Inspirasi Hidup) YUDAS ISKARIOT MASA KINI

Bagi umat kristiani tentu sudah tak asing lagi dengan nama ini: Yudas Iskariot. Tokoh ini termasuk salah satu dari kedua belas rasul Yesus. Dia dikenal sebagai pengkhianat. Dalam Injil, khususnya Injil Sinoptik, saat perkenalan awal kedua belas rasul Yesus, Yudas ini sudah mendapat julukan itu: orang yang mengkhianati Yesus (Mat 10: 4; Mrk 3: 19; Luk 6: 16).

Dengan cara apa Yudas Iskariot mengkhianati Yesus? Matius mengisahkannya dalam Injilnya. Dikatakan bahwa Yudas bertemu dengan imam-imam kepala dan bernegoisasi soal imbalan yang akan dia dapat sekiranya ia menyerahkan Yesus. Saat ini Yesus memang sedang diincar. Ia bertanya kepada mereka, “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepadamu?” (Mat. 26: 15). Yudas mendapat 30 keping uang perak untuk usahanya itu.

Yudas Iskariot telah menjual Yesus untuk kepentingan pribadinya. Itulah bentuk pengkhianatan Yudas Iskariot: MENJUAL YESUS. Diri Yesus dihargai 30 uang perak. Dan itu hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.

Apakah pengkhianatan terhadap Yesus hanya terjadi pada jaman Yesus hidup saja? Ternyata TIDAK. Pengkhianatan terhadap Yesus masih berlangsung hingga kini. Masih ada Yudas Iskariot-Yudas Iskariot lain yang rela MENJUAL YESUS demi kepentingan pribadinya. Yesus masih terus dikhianati oleh para murid-Nya, bahkan oleh orang-orang dekat-Nya seperti Yudas Iskariot.

Seperti yang kita ketahui, Yudas Iskariot termasuk bilangan para rasul. Mereka ini selalu mengiringi Yesus. Mereka senantiasa bersama Yesus. Mereka sangat dekat dengan Yesus. Siapakah para rasul itu untuk masa kini? Mereka adalah para uskup dan para imam. Para uskup merupakan pengganti para rasul, sedangkan para imam, yang mengambil imamat dari uskup, adalah rekan kerja uskup. Karena itu, sosok Yudas Iskariot menjelma dalam diri para uskup dan para imam. Memang tidak semua uskup dan imam, sebagaimana tidak semua rasul mengkhianati Yesus.

Yang dilakukan oleh uskup dan imam yang mengkhianati Yesus ini tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Yudas Iskariot. Mereka menjual Yesus demi mendapatkan uang dan kekayaan. Memang adalah tugas uskup dan imam untuk “menjual” Yesus agar orang lain dapat mengenal kasih dan penyelamatan-Nya. Namun yang dilakukan uskup dan imam ini adalah menjual Yesus demi kepentingan pribadinya. Lewat pewartaannya, lewat karyanya dan tindakan lainnya, mereka menjual Yesus; dan hasil penjualan itu terlihat dalam gaya hidup mewah mereka.

Apa yang membedakan orang yang mewartakan Yesus dengan yang menjual Yesus, sekalipun kesannya sama-sama terlihat menjual? Kalau yang mewartakan Yesus, mereka tidak mendapatkan apa-apa, selain kemuliaan Yesus. Hal ini dicontohkan oleh Paulus. “Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah.” (1Kor 9: 18). Sedangkan menjual, seperti Yudas Iskariot, mereka mendapatkan sesuatu yang bertentangan dengan hakikat jabatan mereka. Bukankah uskup dan imam terikat dengan kaul kemiskinan? Namun dewasa ini jamak kita lihat uskup dan imam yang kaya dan hidup mewah, bertentangan dengan kaul kemiskinannya, yang semuanya itu didapat dari menjual Yesus.

Akan tetapi, sekalipun Yudas Iskariot digambarkan sebagai pengkhianat, yang dengan demikian membuat ia memiliki citra buruk, Yudas menunjukkan penyesalannya. Di akhir cerita kita tahu bahwa ia menyesali perbuatannya. Matius mencatat “Pada waktu Yudas, yang menyerahkan Dia, melihat bahwa Yesus telah dijatuhi hukuman mati, menyesallah dia. Lalu ia mengembalikan uang yang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan tua-tua.” (Mat 27: 3). Yudas menyesal dan ia mengembalikan uang hasil penjualannya itu. Yudas sama sekali tidak menggunakan uang itu.

Bagaimana dengan para uskup dan imam yang telah menjual Yesus dan mendapatkan uang dan kekayaan dari hasil penjualan itu? Adakah penyesalan dalam diri mereka? Adakah pertobatan?
Jakarta, 18 April 2014
by: adrian

Baca juga:
     1.      DIAKON YUDAS
     2.      TERNYATA….
     3.   KISAH TIGA CERITA
 

2 komentar:

  1. refleksi yg bagus buat para gembala.

    BalasHapus
  2. bagus sih bagus. Persoalannya, apakah mereka baca gak? Sadar gak?

    BalasHapus