Minggu, 14 Desember 2014

Ini Alasan Iman Menjadi Hilang

PENYEBAB HILANGNYA IMAN
Dalam wawancara batin dengan Don Stefano Gobbi, Bunda Maria mengungkapkan beberapa alasan kenapa iman menjadi hilang. Hal ini bisa menjadi bahan permenungan kita, melihat sejauh mana iman kita akan Kristus Yesus.

Setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan hilangnya iman. Pertama, merajalelanya kesesatan yang disebarluaskan dan seringkali diajarkan oleh professor teologi di seminari-seminari dan sekolah-sekolah katolik, dan dengan demikian memperoleh pembenaran dan pengesahan. Kedua, pemberontakan terang-terangan melawan Magisterium autentik Gereja, khususnya melawan Paus yang memperoleh dari Kristus tugas untuk menjaga seluruh Gereja dalam kebenaran iman katolik. Ketiga, contoh buruk yang diberikan oleh gembala-gembala yang telah membiarkan diri mereka dikuasai sepenuhnya oleh roh dunia dan yang lebih menjadi penyebar ideologi politik dan sosiologi, daripada pewarta Kristus dan Injil-Nya, dan dengan demikain melupakan amanat yang diterima dari Yesus, “Pergilah ke seluruh dunia dan wartakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Mrk 16: 15).

Menurut Bunda Maria, akibat hilangnya iman ini membuat kemurtadan banyak terjadi. Memang pernyataan Bunda Maria ini disampaikan pada 13 Maret 1990, namun bukan tidak mustahil relevansinya masih berlaku hingga kini. Tugas kitalah untuk menjawabnya.

diedit dari: Marian Centre Indonesia, Kepada Para Imam: Putra-putra Terkasih Bunda Maria. Jilid 2 (hlm 291)
Baca juga:
4.      Injil konteks Kini
8.      Korupsi dan Gereja

Orang Kudus 14 Desember: St. Spiridion

SANTO SPIRIDION, USKUP & PENGAKU IMAN
Spiridion lahir di Cyprus, dari sebuah keluarga yang miskin dan amat sederhana namun kaya akan harta surgawi. Semasa mudanya ia ditugaskan menggembalakan domba-domba. Ia seorang anak yang lemah lembut, rela menolong orang yang membutuhkan bantuannya, bersikap ramah kepada teman-temannya serta rendah hati. Kurangnya pengetahuan dan pendidikan di sekolah diisi dengan usaha-usaha yang praktis. Ia menggemari keindahan alam, yang menghantar dia kepada renungan-renungan mendalam tentang Sang Pencipta alam semesta. Dengan mengagumi keindahan alam raya, ia disemangati untuk memuja Tuhan dengan doa dan renungan. Di kemudian hari ketika ia memasuki usia dewasa, semua pengalaman rohaninya menggerakkan dia menjadi seorang dermawan. Rumahnya senantiasa terbuka kepada orang-orang miskin yang datang meminta bantuannya. Oleh penduduk setempat ia dianggap sebagai orang yang saleh.

Sepeninggal uskup kota Leukosia, Spiridion dipilih menjadi uskup oleh semua imam dan segenap umat. Tetapi ia dengan rendah hati menolak kehormatan itu, karena merasa diri tidak pernah memperoleh pendidikan yang sebanding dengan jabatan sebagai uskup. Akan tetapi ia tidak berdaya menghadapi tuntutan kehendak semua imam dan seluruh umat. Ia akhirnya menyerah dan ditahbiskan menjadi uskup.

Dalam melaksanakan karyanya sebagai uskup, ternyata Spiridion tampil sebagai seorang gembala yang mengagumkan. Kotbahnya yang penuh semangat itu sungguh menyentuh hati umat dan mempertebal keyakinan umat akan kebenaran-kebenaran iman kristiani. Ia sendiri tidak memaksakan umat untuk melakukan sesuatu yang tidak dilakukannya sehari-hari. Kesaksian hidupnya yang baik sudah merupakan suatu kotbah konkret kepada umat.

Pada masa penganiayaan umat Kristen oleh Kaisar Maksimianus, banyak orang beriman bersama uskup dan imam-imamnya dihukum kerja paksa di tambang-tambang; tetapi kerja paksa itu segera berakhir pada waktu Konstantin Agung menjadi kaisar Roma pada tahun 312. Spiridion dibebaskan dan mulai berkarya lagi di keuskupannya.

Sebagai uskup, Spiridion juga menghadiri Konsili Nicea. Pada waktu itu ia berhasil menobatkan seorang filsuf kafir bukan dengan bujukan melainkan dengan ata-kata bijak yang menjelaskan hakikat iman Kristen. Spiridion meninggal dunia pada tahun 340.

sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 14 Desember:

Renungan Hari Minggu Adven III - B

Renungan Hari Minggu Adven III, Thn B/I
Bac I    Yes 61: 1 – 2a, 10 – 11; Bac II                    1Tes 5: 16 – 24;
Injil      Yoh 1: 6 – 8, 19 – 28;

Hari ini adalah Minggu adven ketiga. Persiapan umat lebih diarahkan kepada penyambutan kedatangan Tuhan Yesus dalam perayaan Natal. Perayaan itu sudah dekat. Karena itu, hendaklah umat bergembira. Inilah yang hendak dikatakan Paulus dalam bacaan kedua. Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Tesalonika, Paulus mengawalinya dengan ajakan untuk bersukacita. “Bersukacitalah senantiasa!” (ay. 16). Pesan Paulus ini bukan hanya disampaikan kepada jemaat di Tesalonika saja, melainan kepada umat kristiani saat ini yang masih dalam masa penantian (adven). Natal, yang merupakan hari kelahiran Yesus, sudah dekat. Maka hendaklah umat bergembira. Namun Paulus mengajak supaya umat tidak larut dalam kegembiraan sehingga makna persiapan menjadi hilang. Paulus minta agar dalam suasana sukacita, jemaat tetap berdoa, bersyukur, menjauhkan diri dari kejahatan dan lain sebagainya.

Ajakan bersukacita kembali disampaikan Nabi Yesaya dalam bacaan pertama. Dalam kitabnya, Yesaya menulis “Aku bersukaria di dalam Tuhan, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku.” (ay. 10). Di sini Yesaya mau mengajak umat bersukacita karena telah sekian lama mempersiapkan diri menyambut kedatangan Tuhan. Salah satu inti persiapan itu adalah pertobatan. Dengan bertobat umat menanggalkan pakaian lamanya dan mulai mengenakan jubah kebenaran dan pakaian keselamatan.

Makin dekatnya kedatangan Tuhan dalam perayaan natal juga terlihat dalam Injil hari ini. Injil menampilkan sosok Yohanes Pembaptis, yang secara khusus hadir untuk mempersiapkan umat menyambut kedatangan Tuhan Yesus. Peran Yohanes Pembaptis ini bukan hanya dikhususkan kepada umat Israel waktu itu, melainkan juga umat kristiani yang memang sedang dalam masa persiapan (adven). Sebagaimana pesan-pesan persiapan sebelumnya, kali ini juga Yohanes mengajak umat untuk mempersiapkan diri menyambut kedatangan Tuhan Yesus dengan bertobat. “Luruskanlah jalan bagi Tuhan!” (ay. 23).

Bergembira merupakan ekspresi bahagia. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk bergembira karena perayaan kelahiran Tuhan Yesus sudah dekat. Kita sudah melewati dua pekan adven. Sudah dua pekan persiapan kita lakukan. Perayaan natal sudah di depan mata. Karena itu wajar jika kita bersukacita. Namun Tuhan juga mengingatkan agar kita tidak larut dalam kegembiraan itu. Kegembiraan yang berlebihan terkadang membuat kita takabur dan akhirnya kembali dalam dosa. Karena itu, sebagaimana yang diminta Paulus, dalam suasana sukacita ini, kita tetap mempersiapkan diri dengan tekun berdoa dan menjauhkan diri dari dosa.

by: adrian