MENGKRITISI BUKU “MUSLIM PERTAMA”
Tanggal 13 Januari 2014 lalu, saya membeli beberapa buku di Bandung Book Center, di kawasan Palasari. Salah satu buku yang saya
beli berjudul “Muslim
Pertama: Melihat Muhammad Lebih Dekat” karya Lesley
Hazleton. Buku
ini pertama kali saya
lihat di toko buku Gramedia, sekitar pertengahan tahun 2013.
Hingga akhir tahun 2013, buku ini
masih dipajang di Gramedia. Tidak ada reaksi protes dari kalangan umat islam,
sebagaimana yang dialami dengan buku “Lima Kota” yang akhirnya dibakar oleh
Gramedia. Bahkan hingga saat telaah ini ditulis pun tak terdengar adanya aksi
menentang isi buku ini. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa isi buku ini sesuai
dengan kebenaran islam. Sebab jika tidak, pastilah muncul demo, protes yang
berakhir pada pemusnahan buku, sebagaimana buku “Lima Kota”.
Atas dasar inilah saya akhirnya
memutuskan untuk membelinya. Dengan membaca buku ini saya dapat mengetahui sesuatu
kebenaran yang sesuai dengan yang diakui oleh umat islam. Selain itu, judul
buku juga menjadi alasan saya membelinya. Dengan membaca judul besarnya
“MUSLIM PERTAMA”, saya berhasrat untuk mengetahui siapa yang dimaksud dengan
muslim pertama. Memang awalnya saya sudah menyangka bahwa buku ini akan
membahas riwayat hidup Muhammad (terlihat dari sub judulnya), namun bukan
berarti muslim pertama itu adalah Muhammad. Ini satu permasalahan saya.
Permasalahan saya itu akhirnya
terjawab. Pada halaman
8 dengan tegas dikatakan bahwa Al-Quran menyatakan (sampai 3 kali) bahwa
Muhammad adalah muslim pertama. Spontan saya langsung bertanya, jika Muhammad
adalah muslim pertama, lantas para nabi sebelum Muhammad itu sebagai muslim
keberapa? Adam, bagi orang islam, adalah manusia pertama dan diakui sebagai
nabi dalam dunia islam (Yahudi dan Kristen tidak). Kenapa bukan Adam sebagai
muslim pertama?
Terus terang saya menjadi bingung
dengan istilah “muslim pertama” ini. Dan Hazelton pun sama sekali tidak
menjelaskan maksud frase itu. Akhirnya, saya memutuskan untuk tidak lagi
memikirkan istilah itu. Saya berfokus pada kisah hidup Muhammad. Kebetulan,
tentang kisah Muhammad yang diungkap Hazleton dalam bukunya ini, sama sekali
tidak ada tanggapan negatif dari umat islam. Artinya, riwayat tentang Muhammad
dalam buku ini sudah benar.
Akan tetapi, sebagaimana buku-buku lain yang saya
beli (Sejarah Teror, Kudeta Mekkah, Perang Suci, The Mystery of Historical Jesus, dan lainnya), saya selalu membacanya dengan sikap kritis. Sikap kritis di sini
bukan hanya berarti menolak atau menentang, melainkan juga memahami. Dengan
sikap kritis ini, saya tidak serta merta menerima bulat-bulat apa yang ditulis
Hazleton.
Riwayat Muhammad yang disajikan
Hazleton dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu Bocah Yatim (hlm 3 – 101), yang
mengisahkan latar belakang keluarga Muhammad hingga pernikahannya dengan
Khadijah; Masa Pengasingan (hlm 105 – 302), yang mengisahkan kehidupan Muhammad
dan pengikutnya di Madinah; dan Sang Pemimpin (hlm 305 – 350), yang bercerita
kehidupan Muhammad setelah kembali ke Mekkah dan menjadi pemimpin islam.
Salah satu hal yang membuat buku ini
kurang menarik adalah ketiadaan judul bab. Hazleton hanya membagi tiga bagian
tadi ke dalam bab-bab yang tak berjudul. Hal ini membuat judul bagian buku
terkesan lucu. Misalnya, bagian pertama dikatakan “bocah”, padahal uraiannya
hingga Muhammad menikah. Saat menikah, Muhammad sudah bukan bocah lagi. Selain
itu, tidak ada keterangan waktu dan lokasinya, yang membuat pembaca bingung.
Misalnya, bagian pertama itu dari tahun berapa hingga berapa, demikian pula
bagian dua dan tiga; lokasinya di mana.
Akan tetapi, setelah membaca buku ini
saya akhirnya bisa memahami siapa Muhammad itu. Dan inilah yang menjadi tujuan
telaah buku ini. Saya mengurai telaah saya tidak berdasarkan pembagian
Hazleton, melainkan pembagian saya sendiri. Sebenarnya pembagian ini tidak jauh
berbeda dengan pembagian yang dibuat Hazleton.
1.
Menjadi Nabi atau Rasul
Dari latar belakang keluarga besar Muhammad, dapat
dikatakan bahwa mulanya mereka adalah kafir dan hidup dalam budaya kekafiran. Kafir
di sini tidak sama dengan ateis, tetapi penyembahan berhala. Sekalipun kafir,
orang Arab zaman dulu sudah memiliki sikap religius.
Ternyata, jauh sebelum Muhammad lahir sudah ada
Ka’bah. Sekalipun sering dikaitkan dengan Ibrahim, tak kurang terjadi praktek
penyembahan berhala di sana. Bahkan, beberapa tradisi haji sekarang ini
merupakan pengembangan lanjut dari tradisi kafir itu. Dan ternyata dari dulu
Ka’bah sudah sering diperebutkan.
Muhammad lahir sebagai bayi yatim. Ia dibesarkan oleh
seorang wanita Badui. Dikatakan bahwa kehidupan suku Badui sangat tertanam
dalam pembentukan diri Muhammad. Hal ini terlihat dari cara hidup Muhammad yang
sederhana, pekerja keras, dll.
Membaca riwayat Muhammad saat masih kecil, kita dapat
menyimpulkan bahwa Muhammad adalah anak yang tak diinginkan. Sejak bayi dia
sudah ditolak oleh kaumnya. Penolakan ini tentulah membekas di dalam diri
Muhammad.
Ketika masih kanak-kanak, ketika sudah kembali ke
Mekkah, Muhammad melihat adanya ketidakberesan dalam kehidupan masyarakatnya.
Yang suci dan profan bercampur dengan mudah; peziarahan Ka’bah bersatu dengan
perdagangan. Muhammad melihat betapa orang berkuasa selalu Berjaya dan kaya,
menguasai orang lain yang tak berdaya.
Semua situasi ini menimbulkan obsesi dalam diri
Muhammad. Dia tak mau lagi menjadi orang terpinggirkan. Pengalaman penolakan
masih membekas. Maka Muhammad berusaha untuk menjadi penguasa. Kekacauan
teologis dan politik yang dia lihat menjadi inspirasi untuk menumbuhkan agama
pemersatu. Muhammad menemukan jalan untuk berkuasa, yaitu melalui agama.
Perlu diketahui, pada masa Muhammad, di Mekkah sudah
menyebar beberapa agama, seperti Yahudi dan kristen. Agama Kristen yang berkembang
kuat di sana adalah yang berasal dari bidaah Arianisme dan Nestorian. Bukan
tidak mungkin, ajaran Kristen yang diterima Muhammad dipengaruhi oleh dua
aliran sesat ini. Karena menerima dari ajaran sesat, maka Muhammad juga salah
memahami ajaran Kristen waktu itu. Semua bahan ini akhirnya dibawa Muhammad ke
Goa Hira untuk direnungkan.
Karena sudah terobsesi ingin berkuasa, dan menemukan
jalannya melalui media agama, maka Muhammad mulai membuat pengakuan-pengakuan
atas kenabiannya. Muhammad mengatas-namakan wahyu. Awalnya, Muhammad mendapat
penolakan atas kenabiannya. Muhammad sudah sejak bayi ditolak, karena itu
penolakan warga atas peran kenabiannya tidak berpengaruh besar. Justru malah
menambah semangat Muhammad.
Pada masa ini Muhammad berusaha tampil sebagai seorang
nabi. Gambaran nabi yang sudah dipelajarinya, diterapkan dalam menghadapi
penolakan itu. Salah satunya adalah sikap rendah hati dan berserah. Sekalipun
dihina, ditolak dan dicela, Muhammad tidak membalas. Hal ini menimbulkan rasa simpati
pada beberapa warga, sehingga mereka akhirnya ikut bergabung.
2.
Menjadi Pemimpin
Lama kelamaan pengikut Muhammad semakin bertambah
banyak. Mereka mengikuti teladan hidup Muhammad dalam menghadapi cemoohan,
hinaan dan penolakan. Penguasa Mekkah mulai merasa gelisah, karena ada indikasi
Muhammad mau menguasai Ka’bah.
Demi keselamatan pengikutnya, Muhammad memutuskan
untuk keluar dari Mekkah. Ini merupakan salah satu karakter seorang pemimpin:
mengutamakan keselamatan anggotanya. Mulanya mereka menyingkir ke Ethiopia.
Pada waktu itu Ethiopia adalah salah satu kerajaan Kristen. Kelompok Muhammad
diterima dengan baik oleh Raja Negus.
Ada satu pernyataan menarik dari Hazleton yang perlu
dikritisi. Dikatakan bahwa saat menerima kelompok Muhammad itu, Raja Negus,
yang adalah penganut Kristen yang taat, menyatakan bahwa ajaran Muhammad
merupakan ajaran Yesus juga. Perlu diketahui bahwa ajaran Muhammad saat itu
masih sebatas monoteisme. Selain itu, pernyataan itu bertujuan supaya warganya
menerima rombongan Muhammad.
Dari Ethiopia, kelompok Muhammad akhirnya menetap di
Madinah. Di sinilah Muhammad menanamkan kepemimpinannya. Ketika Muhammad
berhasil mendamaikan dua suku besar di Madinah, kepemimpinannya semakin kuat.
Malah Muhammad menuntut semua orang untuk taat kepadanya, bahkan orang Madinah
sendiri. Jadi, ketika datang pertama di Madinah, Muhammad hanya sebagai warga
pendatang, namun akhirnya, dengan kelicikannya, ia menjadi penguasa di sana.
Karena kelompok yang dibawa Muhammad dari Mekkah
bukanlah petani, maka untuk menghidupi kebutuhan hidup mereka, Muhammad
memimpin mereka melakukan perampokan. Hal ini merupakan tradisi di kalangan
suku Badui, dan Muhammad sudah terbiasa akan hal itu mengingat masa kecilnya
ada di sana. Ternyata aksi perampokan ini bukan semata-mata bertujuan untuk
mendapatkan penghasilan, tetapi juga sebagai “serangan” terhadap Mekkah.
Orang begitu mudah menerima kepemimpinan Muhammad
karena sebelumnya mereka sudah menerima perannya sebagai nabi atau rasul. Di
sini Muhammad banyak bermain peran dalam mempengaruhi orang. Obsesi Muhammad
sedikit demi sedikit mulai terbentuk. Ia sudah memiliki kekuasaan atas orang. Untuk
mendukung otoritas kepemimpinannya, Muhammad sering menggunakan alasan rohani
mengingat orang sudah terlebih dahulu menerima dia sebagai nabi. Misalnya,
untuk membenarkan tindakannya mengambil istri anaknya sebagai istri (Zainab),
Muhammad mengunakan “wahyu”; hal yang sama ketika ia mau membela Aisyah.
Dan seperti biasa, dimana kekuasaan mulai ada,
keserakahan pun mengiringinya. Demikian pula Muhammad. Mulailah ia menindas.
Jika dulu, ketika masih minoritas, ada karakter pengampun dan toleransi, kini
karakter itu hilang. Keserakahan Muhammad bukan hanya soal harta kekayaan dan
kekuasaan, tetapi juga dalam hal istri. Ketika masih berstatus nabi dan rasul,
Muhammad begitu setia pada Khadijah (menghayati monogami). Namun ketika menjadi
pemimpin, Muhammad tak puas hanya beristrikan satu orang saja. Jadi, tampak
jelas kalau pada awal-awalnya, wahyu digunakan Muhammad untuk pembenaran
kenabiannya agar orang mengakuinya sebagai nabi. Setelah menjadi nabi, wahyu
dipakai untuk pembenaran otoritasnya sebagai pemimpin.
3.
Menjadi Penguasa
Satu kerinduan Muhammad adalah kembali ke Mekkah dan
menguasainya. Bukankah itu obsesinya sejak muda? Waktu itu Muhammad masih
berada di Madinah. Ia belum bisa masuk Mekkah, tapi ia tetap terus berusaha.
Kekuasaan sudah ada di tangannya. Dapat dikatakan bahwa saat di Madinah,
Muhammad sudah menjadi “penguasa” kecil. Agar otoritasnya tidak hilang, sekalipun
fisiknya sudah lemah dan tua, Muhammad meminta sumpah setia warga kepadanya.
Sumpah setia ini bahkan menjadi salah satu syarat untuk menjadi anggota
kelompoknya. Sumpah itu dikenal dengan syahadat. Orang yang mau masuk kelompok
Muhammad, harus mengakui Allah sebagai mahakuasa, dan Muhammad sebagai
utusannya. Ada banyak nabi dan utusan Allah dalam dunia islam, namun mereka
tidak berbuat seperti Muhammad. Hanya orang yang takut akan kehilangan pengaruh
saja yang melakukan hal itu.
Salah satu cara yang dilakukan Muhammad adalah dengan
terus menanamkan pengaruh kepada banyak orang. Satu hal yang dilakukan Muhammad
adalah pembantaian dengan cara sadis. Ini hendak dijadikan trade mark kelompok Muhammad sehingga menimbulkan efek takut bagi
kelompok lain, termasuk warga Mekkah. Jadi, dengan pembantaian sadis itu
Muhammad tidak hanya menanamkan pengaruhnya, tetapi juga menumbuhkan
kekuasaannya.
Berhubung usianya sudah tak muda lagi, ditambah dengan luka akibat
perang, Muhammad akhirnya menempuh cara “damai” untuk memasuki Mekkah. Namun
perlu disadari bahwa cara ini merupakan bagian dari strategi perang. Sun Tzu,
pakar strategi perang Cina, pada abad VI SM, sudah mengatakan bahwa perang
adalah penipuan. Bukan tidak mungkin Muhammad sudah mengenal falsafah ini.
bersambung ke "Yang Menarik"
by: adrian
Baca juga:
buku ini ditulis oleh orang kafir yang suka menjelek-jelekkan islam. Orang Barat memang sudah terlanjur kena islam fobia.
BalasHapusPertama, kalau memang benar buku ini menjelek-jelekkan islam, kenapa tidak ada reaksi dari umat muslim? Lihatlah nasib buku Lima Kota. Karena dinilai menjelek-jelekkan islam (menghina Muhammad), buku itu akhirnya dibakar.
HapusKedua, orang islam sering menuding orang Barat itu islamfobia. Kalau diperhatikan baik-baik, justru umat islam-lah yang terkena fobia Barat (kristen). Lihat saja, banyak gereja dihambat karena mereka takut orang kristen berkembang. Ketika Amerika masuk Afganistan untuk membantu pemerintah di sana dari serangan Taliban, dituduh kristenisasi. Macam-macam dah.
sungguh membuka wawasan
BalasHapusUlasan yang menarik dan kritis, bisa membantu membuka wawasan sempit orang (jika memang mau membuka)
BalasHapuskalau membaca ulasan ini, terlihat jelas kalau gambaran muhamad itu jelek. Bahkan lebih jelak dari yang ada dlm buku Lima Kota, yang hanya menyebut muhamad sebagai perampok. Tapi kok gak ada reaksi dari kaum muslim ya....
BalasHapusulasan sampah!
BalasHapusTak selamanya sampah itu buruk. Kalau dikelola dengan baik, sampah menjadi berguna, punyai nilai ekonomis.
Hapussangat bermanfaat tapi sesungguh nya kebenaran itu hanya lah milik allah
BalasHapusgunakan kaos dengan label positif di
kaos muslim anak - kaos muslim keluarga
Terima kasih atas tanggapannya. Benar sekali bahwa kebenaran absolut itu milik Allah. Namun menjadi persoalan, arogansi manusia membuat kekacauan dunia dengan mengatas-namakan kebenaran Allah.
HapusUlasannya bertolak belakang dengan isi huku dan melawan pemikiran Lesley Hazleton yg ssli. Dunia udah tau siapa Ledley, lihst video nya di channel paling intelek yakni TED Youtube
HapusDear Pengagum Hazleton.
HapusTolong tunjukkan contoh ulasan kami bertolak belakang dan melawan pemikiran Lesley Hazleton? Kalau bisa bicara, bisa juga buktikan.
Yang perlu Anda ketahui, kami hanya berusaha mengkritisi buku Lesley. Tak selamanya sikap kritis itu selalu identik dengan pujian. Anda harus paham itu.
Kok ulasan ini melawan dengan keras pemikiran Lesley Hazleton ya, beliau itu pengagum Muhammad bisa juga lihat di TED Youtube..aneh blog ini
BalasHapusTerima kasih atas tanggapannya. Pertama-tama Anda harus paham bahwa ini bukan sekedar ulasan biasa, tetapi ulasan kritis. Saya hanya mencoba mengkritisi buku Lesley.
HapusKalau Anda mengatakan bahwa ulasan saya melawan pemikiran Lesley, silahkan tunjukkan dimana persisnya.
Kalau Anda mengatakan blog ini aneh, silahkan tunjukkan dimana letak anehnya.
Jangan hanya bisa bicara tanpa tahu apa yang dibicarakan.