Senin, 05 Mei 2014

Kombinasi Karakter Dominan

KOMBINASI KARAKTER ANDA
Berikut ini adalah gambaran kombinasi karakter Anda berdasarkan dua nilai terbanyak. Apa yang disampaikan di sini bukan berarti bahwa nama pertama merupakan pemilik nilai terbanyak sedangkan kedua adalah yang berikutnya. Dua nilai terbanyak menjadi satu kombinasi tanpa memperhatikan urutan jumlahnya.

Apa yang disampaikan di sini masih merupakan gambaran umum saja. Ini pun hanya tiga kombinasi. Masih ada kombinasi lainnya. Anda dapat menggambungkan sendiri dua karakter yang menonjol dalam diri Anda. Lebih lanjut soal karakter-karakter itu lihat di sini.

KOLERIS – SANGUINIS
Artinya, kedua watak itu dominan sekali dalam mempengaruhi cara kerja dan pola hubungannya dengan orang lain. Ia suka mengatur orang, tetapi juga senang bicara dan mudah juga jadi pelupa.

KOLERIS – MELANKOLIS
Gaya bicaranya dingin, kalem, baku, suka mengatur, tak mau kalah dan terasa kadang menyakitkan (walaupun sebetulnya ia tidak bermaksud begitu). Setiap jawaban yang diberikan selalu dikejar sampai mendalam, sebab ia perfeksionis, tahu detail dan agak dingin. Terkesan kurang simpatik, namun sebenarnya tidaklah demikian.

PLEGMATIS – MELANKOLIS

Pembawaannya diam, tenang, tetapi ingat semua yang orang katakan, pemikir dan suka menganalisa. Keputusan yang diambil selalu berdasarkan perenungan mendalam dan sudah dipikirkan matang-matang.

Orang Kudus 5 Mei: St. Hilarius Arles

SANTO HILARIUS ARLES, USKUP
Hilarius lahir kira-kira pada tahun 401. Ketika meninjak masa remajanya, Hilarius masuk biara santo Honoratus di Pulau Lerins, Perancis dan ditabhiskan menjadi Uskup Agung Arles pada usia 29 tahun. Ia juga diangkat oleh Paus Leo Agung (440-460) sebagai Uskup Metropolitan di Propinsi Gerejawi itu. Dalam jabatannya itu, Hilarius tetap menghayati cara hidup sederhana seorang rahib, dan rajin melakukan pekerjaan-pekerjaan tangan demi kesejahteraan para fakir miskin. Ia dikenal sebagai seorang Uskup yang tinggi disiplin hidupnya dan aktif dalam karya-karya pastoral.

Ia memecat Uskup Chelidonius dan Proyektus dari jabatan karena kurang aktif dalam tugas dan kurang berdisiplin diri. Karena tindakan ini bukan merupakan wewenangnya, maka ia diberi peringatan tegas oleh Paus Leo Agung, dan diturunkan jabatannya sebagai uskup Metropolitan. Meskipun demikian, ia tetap menjadi Uskup Arles, dan terus berkarya seperti biasa hingga hari kematiannya pada tahun 449. Hilarius, seorang uskup yang sederhana, miskin, rajin dan mahir menafsirkan Kitab Suci.

(Inspirasi Hidup) Iri Hati atau Cemburu

IRI HATI ATAU CEMBURU
Iri hati atau cemburu sering diterjemahkan sebagai perasaan tidak senang melihat kelebihan orang lain. Mungkin karena diri kita, yang berkekurangan, tidak sama dengan orang lain, yang berkelebihan, maka kita iri hati kepada orang itu. Kelebihan ini menyangkut semua aspek, baik itu materi, seperti penampilan, kekayaan atau kepemilikan maupun non materi, seperti kepintaran, prestasi dan lainnya. Jadi, kata ini diletakkan kepada orang yang selalu “mengusik” kelebihan sesamanya.

Kata “iri hati” masuk dalam kata moral. Kata ini memiliki nilai kurang baik. Dan orang yang dikenakan kata ini, misalnya si Anu iri hati, berarti orang itu kurang baik secara moral; bahwa si Anu itu tidak baik secara moral. Agama sendiri melarang umatnya untuk tidak iri hati terhadap sesama (baca Rom 13: 13; 1Kor 3: 3; 2Kor 12: 20; Mrk 7: 20 – 23; Gal 5: 19 – 21; Yak 3: 16, Yak 4: 1 – 3; dan teks lainnya).

Tanpa disadari kata “iri hati” ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi ia membantu orang untuk menjadi baik secara moral, namun di sisi lain ia dapat membuat orang tetap melestarikan ketidak-baikan itu sendiri. Sering kata ini dijadikan senjata ampuh untuk menyerang orang yang dinilai tidak menyukai kita. Dan biasanya sasarannya adalah orang-orang lemah dari segala aspek.

Jadi, sebenarnya kata “iri hati” memiliki warna abu-abu. Keabu-abuan inilah yang selalu membuat orang bingung. Perhatikan contoh berikut ini.

Ketika seorang imam muda menyentil gaya hidup rekan imam yang bergelimpang kemewahan dengan harta bendanya, imam-imam yang merasa disentil akan berkata bahwa imam muda itu iri hati. Maklum, imam muda itu belum memiliki harta benda seperti yang dipunyai imam-imam lainnya. Pernyataan para imam terhadap imam muda, bahwa ia iri hati, menempatkan imam muda itu dalam posisi sebagai seorang imam dan manusia yang tidak baik secara moral. Bukan tidak mustahil ia dinilai telah melanggar ajaran agama. Dan biasanya imam ini akan disingkirkan dari pergaulan, baik oleh rekan imam maupun umat sendiri.

Akan tetapi, ketika Bunda Maria menyatakan bahwa para imam telah menjadi hamba dunia dan hidup menurut dunia (lihat pesan Maria untuk paraimam), adakah yang mengatakan Bunda Maria iri hati? Menjadi hamba dunia dan hidup menurut dunia bisa saja diterjemahkan dengan hidup berkelimpahan dengan kemewahan barang-barang duniawi. Kita kenal Bunda Maria dengan kesederhanaannya. Ia tidak berkelebihan dalam kekayaan duniawi seperti kebanyakan imam. Apakah lantas pernyataan Maria bisa dikategorikan dirinya iri hati?

Atau, ketika Paus Fransiskus meminta Kongregasi Tarekat Hidup Bakti dan Hidup Kerasulan mengevaluasi gaya hidup para imam dewasa ini dan hasilnya adalah seruan agar para imam perlu hidup hemat, apakah Paus dan mereka yang melakukan evaluasi itu iri hati terhadap para imam yang kaya dan hidup mewah? Hidup hemat di sini dapat dimengerti sebagai hidup sederhana. Hal ini secara tidak langsung mau dikatakan agar para imam kembali ke jati dirinya, karena memang para imam harus hidup sederhana sesuai dengan kaul yang diucapkannya saat tahbisan. Akan tetapi, dapat dipastikan bahwa tak ada satu suara pun yang mengatakan bahwa Paus Fransiskus iri hati.

Tampak jelas kebingungan atau keabu-abuan dari kata “iri hati”. Pernyataan yang kurang lebih bernada sama disuarakan oleh orang yang berbeda, namun efeknya berbeda. Kepada imam muda dikatakan bahwa dia iri hati, sementara kepada Bunda Maria dan Paus Fransiskus tidak. Kenapa kepada imam muda dikatakan ia iri hati, sehingga ia menyandang gelar sebagai “imam yang tidak baik”, sementara Bunda Maria dan Paus Fransiskus tidak?
Jakarta, 26 Maret 2014
by: adrian

Renungan Hari Senin Paskah III - A

Renungan Hari Senin Paskah III, Thn A/II
Bac I   : Kis 6: 8 – 15; Injil : Yoh 6: 22 – 29;

Injil hari ini merupakan kelanjutan kisah perbanyakan roti. Dikatakan bahwa orang banyak terus mencari Yesus. Akan tetapi, pencarian mereka bukan didasari pada hal yang utama, yaitu iman, melainkan pada hal-hal yang sepele. Ini diibaratkan Yesus dengan urusan perut, yaitu “kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.” (ay. 26). Yesus menghendaki agar mereka tidak hanya mendasarkan iman pada hal-hal sepele. Yesus menghendaki agar mereka melaksanakan apa yang dikehendaki Allah, yaitu percaya kepada-Nya (ay. 29).

Sikap iman yang dikehendaki Yesus ditampilkan oleh Stefanus dalam bacaan pertama hari ini. Dalam bacaan pertama diceritakan bahwa Stefanus “mengadakan mujizat-mujizat dan tanda-tanda di antara banyak orang.” (ay. 8) serta bersoal jawab dengan orang-orang dari jemaat Yahudi. Kumpulan orang-orang itu “tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara.” (ay. 10). Hal ini karena Stefanus hidup melaksanakan kehendak Allah. Imannya kepada Yesus didasarkan pada kehendak Allah, bukan pada kehendak pribadi.

Hari ini kita diajak untuk beriman kepada Yesus sesuai dengan kehendak Allah. Kita mendapat contoh teladan yang menarik dalam sosok Stefanus. Cara beriman Stefanus ini bertentangan dengan kebanyakan orang dewasa ini, di mana orang beriman menurut seleranya saja. Banyak orang meninggalkan imannya jika suatu saat iman itu tidak memenuhi selera atau harapannya. Melalui sabda-Nya hari ini Tuhan mengajak kita untuk meninggalkan cara beriman seperti itu. Tuhan menghendaki kita untuk tetap menyerahkan diri kepada penyelenggaraan ilahi sekalipun mengalami sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan.

by: adrian