Minggu, 27 April 2014

(Sharing Hidup) Kenapa Kami Dimusuhi?

kARENA yESUS, kENAPA KAMI DIMUSUHI
Yesus, dalam Injil, sudah menyatakan bahwa tidaklah mudah untuk menjadi murid atau pengikut-Nya. Orang harus memikul salibnya setiap hari. Dengan kata lain, orang musti menderita. Dan tentang penderitaan ini juga Yesus sudah menegaskannya. “Karena Aku, kamu...” akan dibenci, disiksa dan dianiaya bahkan dibunuh (Mat 10: 22; 21: 12; Mrk 13: 13; Luk 21: 12; 21: 17). Kematian menjadi dampak terburuk mengikuti Yesus.

Oleh karena itu, ada begitu banyak martir dalam Gereja Katolik. Mereka ini mati demi imannya kepada Yesus. Martir pertama yang dicatat dalam Kitab Suci adalah Santo Stefanus. Dia terpaksa meregangkan nyawanya demi Yesus Kristus. Semua martir ini menerima kematiannya tanpa ada perasaan dendam kepada para pembunuhnya. Malahan, mengikuti Sang Gurunya, mereka mengampuni. Sekalipun diiringi dengan penderitaan, bahkan kehilangan nyawa, Yesus menghibur supaya tidak perlu takut. “Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan mendapatkannya.” (Mat 10: 39; 16: 25; Mrk 8: 35; Luk 9: 24).

Derita para pengikut Yesus terus berlanjut hingga kini. Ada banyak umat yang kehilangan hak-haknya, karena imannya pada Yesus. Pembangunan gedung gereja, tempat umat beribadah, selalu dipersulit dengan berbagai alasan yang dicari-cari. Bahkan ada umat, sebagaimana para martir, yang akhirnya tewas lantaran mempertahankan imannya. Contoh kasus terakhir adalah Haroon, pemuda yang bertugas di sebuah Islamic Centre di Lahore, Pakistan. (Info lebih lanjut klik di Ucan Indonesia) Pakistan adalah salah satu negara dengan penduduknya mayoritas beragama islam.

Haroon ditembak mati oleh seorang satpam beragama islam bernama Umar Farooq, yang adalah juga rekan kerjanya. Peristiwa itu terjadi pada 16 April 2014, dua hari sebelum Jumat Agung. Umar selalu meminta Haroon untuk meninggalkan keyakinannya dan beralih ke islam. Bahkan Umar menjanjikan kehidupan yang mewah. Akan tetapi, Haroon selalu menolak permintaan Umar. Kepada umat ia nyatakan bahwa dirinya adalah seorang pengikut Yesus Kristus yang sejati. Karena permintaannya selalu ditolak, Umar menjadi kesal. Ia menembaki Haroon di kepalanya sehingga ia tewas di tempat.

Ada dua peristiwa dalam kasus Haroon ini, yaitu kematian Haroon dan pembunuhan yang dilakukan Umar Farooq. Anehnya, kedua peristiwa ini mendapat “pembenaran” dalam agamanya masing-masing. Kematian Haroon karena imannya pada Yesus Kristus, sudah dinyatakan dalam Injil. Sementara itu membunuh orang kafir juga dinyatakan dalam Al-Quran. QS 9: 29 mengungkapkan bahwa umat muslim boleh membunuh orang kristen dan Yahudi; dan dalam QS 2: 191 dinyatakan bahwa selain membunuh mereka juga boleh mengusir.

Karena itulah, tindakan Umar Farooq membunuh Haroon mendapat “pembenaran” dalam agamanya. Karena itu, jika Pakistan benar-benar menggunakan hukum syariah maka bukan tidak mustahil Umar Farooq akan melenggang bebas, bahkan dinilai sebagai pahlawan. Bukankah Osamah dan para teroris selalu disanjung sebagai pahlawan dan syuhada? Hanya kacamata sekuler saja yang menilai mereka biadab.

Menjadi pertanyaan refleksi, kenapa orang mau menjadi pengikut Yesus Kristus sekalipun sudah tahu konsekuensinya yang berat? Ini urusan iman. Dan iman itu merupakan sebuah misteri. Dan misteri itu tak selamanya bisa dicerna oleh akal sehat manusiawi.
Jakarta, 26 April 2014

Orang Kudus 27 April: St. Petrus Kanisius

SANTO PETRUS KANISIUS, IMAM & PUJANGGA GEREJA
Petrus Kanisius lahir pada tanggal 8 Mei 1521 di Nijmegen, Belanda. Ketika itu Nijmegen masih termasuk bagian wilayah keuskupan Agung Cologne dan berada di bawah kekuasaan Jerman. Petrus adalah putra tertua dari Yakob Kanis. Yakob Kanis, ayahnya menjabat sebagai Walikota Nijmegen, dan menjadi guru pribadi bagi anak-anak raja dari Lorraine. Semasa hidupnya Petrus menyaksikan pergolakan hebat dalam tubuh Gereja oleh munculnya gerakan Reformasi pimpinan Martin Luther.

Pada umur 14 tahun, Petrus masuk Universitas Cologne dan mencapai gelar Magister (Master of Arts) pada usia 19 tahun. Ia bercita-cita menjadi seorang ahli di bidang hukum. Untuk itu ia melanjutkan studinya di Universitas Louvain. Tetapi kemudian ia berubah haluan. Ia mulai tertarik dengan kehidupan membiara. Ketertarikannya pada kehidupan membiara ini berkaitan erat dengan cara hidup para pertapa di biara Kartusian yang disaksikannya sendiri selama belajar di Cologne. Karena itu, ia kembali ke Cologne untuk belajar Teologi. Di sana ia mengikuti latihan-latihan rohani Santo Ignatius dari Loyola, yang dipimpin oleh Petrus Faber, seorang imam Yesuit yang saleh. Latihan rohani ini sungguh meresap dalam hatinya sehingga Petrus memutuskan untuk menjadi seorang imam Yesuit juga. Niatnya untuk memasuki biara Kartusia dibatalkannya.

Ketika berumur 22 tahun, Petrus memasuki Serikat Yesus. Di Cologne, Petrus turut mendirikan rumah Yesuit pertama, tempat ia menjalani masa novisiatnya. Pada tahun 1546, ia ditabhiskan menjadi imam dan segera terkenal sebagai pengkhotbah ulung. Kardinal Otto Truchess von Waldburg, Uskup Augsburg, memilihnya menjadi teolog pribadinya pada Konsili Trente. Dalam konsili itu, Petrus mendapat kesempatan untuk berbicara, baik di Trente maupun di Bologna. Kemudian ia dipanggil ke Roma oleh Santo Ignatius sendiri, dan pada tahun 1548 ia dikirim untuk mengajar retorik di sekolah Yesuit Pertama di Messina, Sisilia.

Sebagai jawaban terhadap permohonan Raja William IV dari Bavaria, yang membutuhkan professor-professor Katolik untuk melawan ajaran-ajaran bidaah, Paus Paulus III (1543-1549) mengirimkan Petrus dan dua orang imam Yesuit lainnya ke Ingolstadt untuk mengajar di sebuah universitas yang ada disana. Pada tahun 1550, setahun setelah Petrus mengucapkan kaul kekal dalam serikat Yesus, Petrus diangkat menjadi rektor Universitas Ingolstadt. Melalui khotbah-khotbah dan katekasenya, ia berhasil membangkitkan lagi semangat hidup keagamaan di kalangan umat di wilayah itu. Pada tahun 1552, atas permohonan Raja Ferdinand I dari Austria, ia pergi ke Vienna untuk menjalankan misi yang sama. Di Vienna, Raja Ferdinand menawarkan kepadanya jabatan uskup Vienna, tetapi selalu di tolaknya. Pada tahun 1554, atas permohonan Paus Yulius III, Ignatius Loyola mengijinkan Petrus menjadi administrator tahkta Suci yang mengalami kekosongan. Di sini ia menyusun buku katekismusnya yang terkenal: Ringkasan Ajaran Kristen, yang dipakai oleh seluruh Eropa selama beberapa abad sebagai buku pegangan. Kemudian ia menyusun lagi dua buku katekismus yang lebih singkat untuk sekolah-sekolah. Kemudian Petrus diangkat sebagai pemimpin serikat untuk sebuah wilayah kerja Yesuit yang meliputi Jerman Selatan, Autria, dan Bohemia. Dalam masa kepemimpinannya, ia membuka sebuah kolose di Munich dan Praha dan bertanggungjawab atas pembaharuan sekolah-sekolah di Augsburg. Pada tahun 1562, ia mendirikan sebuah kolose di Insbruck dan mengambil bagian sebagai pembicara dalam Konsili Trente sebagai Teolog Kepausan.

Setelah menyelesaikan masa jabatannya sebagai pemimpin serikat, ia mengajar di Universitas Dellingen, Bavaria. Disini ia giat menulis suatu seri buku sebagai tanggapan terhadap sebuah buku yang diterbitkan sekelompok penulis Protestan dari Magdeburg. Karyanya yang terakhir di selesaikan di Frieburg, Switzerland, tempat ia mendirikan sebuah universitas dan membantu menbangun sebuah penerbitan Katolik pada tahun 1580. Pada tahun 1591 ia jatuh sakit tetapi terus menulis hingga kematiannya pada tanggal 21 Desember 1597 di Frieburg. Oleh Paus Pius XI (1922-1939) Petrus digelar sebagai seorang Pujangga Gereja yang masyur.

Renungan Hari Minggu Paskah II - A

Renungan Hari Minggu Paskah II, Thn A/I
Bac I : Kis 2: 42 – 47; Bac II :       1Ptr 1: 3 – 9;
Injil       : Yoh 20: 19 – 31

Injil hari ini menampilkan kisah penampakan Yesus yang bangkit kepada para murid-Nya. Sentral cerita ini adalah Tomas, salah satu dari para murid. Pada perjumpaan pertama, Tomas tidak hadir bersama mereka. Dia tidak melihat Yesus yang bangkit, sehingga ia tidak percaya pada pernyataan teman-temannya. Dengan tegas Tomas mengatakan bahwa ia harus melihat dan membuktikan sendiri secara langsung (ay. 25). Sikap keraguan Tomas, bisa juga menjadi sikap kritisnya, meski sikap tersebut terasa berlebihan. Dikatakan berlebihan karena hanya dia saja yang meragukan hal itu, sementara semua murid yang melihat sudah menyatakan hal yang sama. Dari sinilah muncul pernyataan Yesus, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” (ay. 29).

Pernyataan Yesus ini kembali ditegaskan oleh Petrus dalam refleksinya pada suratnya yang pertama. Dalam bacaan kedua hari ini, Petrus mengatakan bahwa “Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia...” (ay. 8). Petrus menghendaki supaya umat tetap memiliki sikap iman seperti yang pernah diungkapkan Yesus Kristus. Dengan sikap iman itu, umat telah mencapai tujuan iman, “yaitu keselamatan jiwamu.” (ay. 9).

Bacaan pertama hari ini menampilkan kisah kehidupan jemaat perdana. Kehidupan mereka merupakan cermin iman mereka, yaitu saling mengasihi. Sikap hidup seperti itu merupakan wujud iman kepercayaan mereka kepada Yesus, sekalipun Yesus tidak hadir di tengah-tengah mereka. Mereka tetap percaya; dan karena sikap hidup mereka itu, secara tak langsung mereka sudah menghadirkan Yesus Kristus kepada orang lain. Karena itu, “mereka disukai semua orang.” (ay. 47).

Saat ini kita hidup setelah 2000 tahun peristiwa kebangkitan Yesus. Sudah bisa dipastikan tak ada di antara kita yang melihat secara langsung Yesus yang bangkit. Karena itu, sabda Yesus dalam Injil hari ini masih tetap relevan untuk manusia masa kini: “Berbahagialah kamu yang tidak melihat, namun percaya.” Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk tetap bertahan dalam sikap iman seperti itu. Salah satu wujud yang bisa dilakukan adalah hidup dalam kasih persaudaraan, sebagaimana yang dicontohkan oleh jemaat perdana.

by: adrian