Rabu, 30 September 2015

Transfigurasi Yesus: Di Tabor atau Hermon

DIMANA PERISTIWA TRANFIGURASI TERJADI
Orang Kristen tentu sudah tahu peristiwa Tuhan Yesus menampakkan kemuliaan-Nya atau dimuliakan di atas gunung. Peristiwa itu dikenal juga dengan istilah transfigurasi. Gereja katolik memasukkan peristiwa tersebut ke dalam kalender liturginya sebagai hari pesta (jatuh pada 6 Agustus). Sebagai sebuah pesta liturgi, Gereja Timur telah jauh lebih dahulu melakukannya. Gereja Barat baru dimulai pada tahun 1457, sebagai ungkapan syukur atas kemenangan Pasukan Kristen atas tentara Turki di Belgrado.
Gambaran kejadian peristiwa tersebut hanya dapat dibaca dalam Injil Sinoptik, yaitu Matius 17: 1 – 8; Markus 9: 2 – 8 dan Lukas 9: 28 – 36. Dalam peristiwa itu Tuhan Yesus, yang pakaian-Nya berkilau-kilau, tampil berdiskusi dengan Nabi Musa dan Nabi Elia. Petrus yang merasa bahagia, ingin mendirikan tiga tenda di tempat itu.
Sangat menarik kalau peristiwa ini dikaitkan dengan peristiwa sebelumnya, yaitu pengakuan Petrus (Mat 16: 13 – 20; Mrk 8: 27 – 30 dan Luk 9: 18 – 21). Peristiwa transfigurasi ditempatkan setelah pengakuan Petrus bahwa Tuhan Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Peristiwa transfigurasi seakan mau menegaskan kembali jawaban Petrus tersebut, karena selain menampakkan kemuliaan dan berbicara dengan dua Nabi Besar bangsa Israel, muncul juga penyataan “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia!”
Akan tetapi menjadi persoalan ketika orang bertanya dimana lokasi persis peristiwa itu terjadi, di gunung Tabor atau Gunung Hermon. Kitab Suci sendiri tidak menyebutkan secara persis tempat kejadian itu. Ketiga Injil Sinoptik hanya menyebutkan bahwa Tuhan Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus ke atas gunung (Markus dan Matius memberi tekanan pada yang tinggi). Jadi, hanya berhenti sampai di gunung saja, tanpa menyebut nama gunungnya.
Dalam pengertian biblis, ‘gunung’ sebenarnya merujuk pada apa yang kita pahami sebagai bukit. Ada terdapat beberapa bukit di Israel. Namun yang cukup penting adalah Tabor dan Hermon. Menjadi pertanyaannya, apakah peristiwa Tuhan Yesus menampakkan kemuliaan-Nya itu terjadi di Tabor atau Hermon? Dapat dipastikan bahwa hal ini masih menjadi sebuah misteri.
Namun, sejak abad IV, orang Kristen berpendapat bahwa kejadian itu terjadi di Gunung Tabor. Ada beberapa alasan yang mendukungnya. Pertama, bentuk Gunung Tabor yang rapi memberikan suatu aura alami yang khas, yang menjadikannya suatu tempat yang dengan mudah dianggap sebagai gunung suci. Berbeda dengan banyak gunung lainnya, gunung ini dapat dengan mudah dicapai sehingga memudahkan orang untuk membayangkan peristiwa transfigurasi.

Renungan Hari Rabu Biasa XXVI - Thn I

Renungan Hari Rabu Biasa XXVI, Thn B/I
Bac I  Neh 2: 1 – 8; Injil            Luk 9: 57 – 62;

Dalam bacaan-bacaan liturgi hari ini seakan terdapat pertentangan. Injil hari ini memuat kisah tentang beberapa orang yang berkeinginan mengikuti Tuhan Yesus, namun mengajukan beberapa syarat. Ada yang ingin menguburkan ayahnya dahulu (ay. 59) dan ada yang mau pamitan dahulu (ay. 61). Persyaratan ini mengindikasikan masih adanya keterikatan dengan hal-hal dunia, yang seharusnya dilepaskan ketika mengikuti Tuhan Yesus. Oleh karena itu, Tuhan Yesus menasehati mereka, “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.” (ay. 62).
Sepintas nasehat Tuhan Yesus tadi tidak selaras dengan sikap Nehemia. Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Nehemia, dikisahkan bahwa Nehemia hidup di istana Raja Artahsasta. Sekalipun ia hidup dalam kemewahan istana raja, hatinya masih berada di Yehuda, yang sudah porak poranda. Malah ia memohon kepada raja agar diperkenankan untuk pulang dan membangun kembali kota Yehuda, termasuk Bait Suci. Permohonan itu dikabulkan. Perlu disadari bahwa terkabulkannya permohonan itu karena penyertaan Tuhan (ay. 8).
Sekilas dua bacaan hari ini bertentangan: Injil melarang menoleh ke belakang, bacaan pertama justru menoleh ke belakang. Namun perlu disadari bahwa keduanya memiliki kesamaan, yaitu demi kerajaan Allah. Niat Nehemia untuk membangun kembali Yehuda juga demi “kerajaan” Allah, karena di sanalah bait suci berada. Jadi, persoalannya bukan soal menoleh ke belakang atau tidak, melainkan demi kerajaan Allah atau bukan. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk melihat setiap karya dan perbuatan kita. Tuhan menghendaki supaya apa yang kita pikirkan dan kerjakan semata-mata demi kemuliaan Allah.***
by: adrian