Kamis, 03 November 2016

AHLI AL QURAN INI MENEMUKAN KEBENARAN IMAN KRISTIANI

Namanya Saifuddin Ibrahim. Lahir di Bima (Nusa Tenggara Barat), 26 Oktober 1965, dari keluarga muslim taat. Pernah kuliah di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Fakultas Ushuluddin jurusan Perbandingan Agama. Pernah mengajar di Pesantren Darul Arqom Sawangan, Depok (Jawa Barat), sebelum akhirnya pindah mengajar di NII Al-Zaytun Panji Gumilang, Indramayu (Jawa Barat).
Ayah empat anak ini sejak awal sudah terlihat sangat anti terhadap kekristenan. Ada semangat tersembunyi ingin menghancurkan iman Kristen. Anak-anaknya, secara khusus yang putra, diberi nama tokoh islam radikal seperti Fikri Khomeini, Mu’ammar Kadhafi dan Saddam Husain. Pemberian nama ini dengan maksud agar kelak mereka juga militant seperti dirinya, dalam memberantas iman kristiani.
Akan tetapi, pada 4 Maret 2006, Ibrahim meninggalkan Indramayu. Dia meninggalkan jabatan, kenyamanan dan kemapanan hanya untuk mengikuti Kristus. Ada banyak kritik yang dilontarkan kepadanya, seperti yang tertulis dalam suara islam. Namun setelah membaca tulisan itu, terlihat jelas lemahnya argumen-argumen mereka untuk untuk membuktikan kelemahan Ibrahim ini.

Mau tahu alasan Saifuddin Ibrahim meninggalkan islam dan menjadi Kristen? Langsung saja nonton film berikut ini. https://www.youtube.com/watch?v=GTs92joC8jk

KAUM REMAJA, JANGAN MAU MENIKAH DINI

Menikah adalah hak setiap orang, yang harus dihormati siapa pun. Akan tetapi, pernikahan dini (menikah diusia muda, di bawah 18 tahun) merupakan bentuk pelanggaran atas hak anak, khususnya anak perempuan. Anak perempuan, sebagai pihak yang paling rentan menjadi korban dalam kasus pernikahan dini, juga mengalami sejumlah dampak buruk.
Pada Januari hingga April 2011, Plan Indonesia (PI), organisasi kemanusiaan yang fokus pada perlindungan dan pemberdayaan anak, mengadakan penelitian tentang pernikahan dini. Penelitian ini dilakukan di delapan kabupaten di seluruh Indonesia, seperti Kabupaten Indramayu (Jawa Barat); Grobogan dan Rembang (Jawa Tengah); Tabanan (Bali); Dompu (NTB); serta Timor Tengah Selatan, Sikka, dan Lembata (NTT). Dari penelitian itu PI mencatat bahwa 33,5 persen anak usia 13-18 tahun pernah menikah, dan rata-rata mereka menikah pada usia 15-16 tahun. Ini berarti sekitar 10 juta anak perempuan terpaksa atau dipaksa menikah dini setiap tahunnya.
Memang hasil ini tidak mewakili seluruh populasi di Indonesia, namun temuan ini bisa menjadi gambaran kasus pernikahan dini secara umum di tanah air. Selain itu data ini tak jauh berbeda dengan temuan Bappenas tahun 2008 bahwa 34,5 persen dari 2.049.000 perkawinan tahun 2008 adalah perkawinan anak.
Ada beberapa faktor penyebab kenapa orang memilih menikah di usia muda. Pertama, terbuai oleh indahnya masa pacaran. Tak bisa dipungkiri bahwa dalam arti tertentu pacaran merupakan tahap awal menuju jenjang pernikahan. Banyak anak-anak remaja, ketika berpacaran merasakan romantisme hidup, senang dan bahagia, lantas berpikir bahwa romantisme itu akan mereka alami saat menikah. Padahal, hidup berumahtangga tidaklah seperti hidup pacaran. Romantisme pacaran tak selamanya bertahan.
Kedua, dari hasil penelitiannya, PI menyebut faktor yang mempengaruhi perkawinan anak, yaitu perilaku seksual dan kehamilan tidak dikehendaki. Hal ini terkait dengan masa pacaran. Tak jarang pada masa pacaran, anak-anak melakukan hubungan suami-istri, yang berakibat pada kehamilan. Dan ketika hamil, maka menikah adalah solusinya. Inilah yang dikenal dengan gelar MBA, Marriage by accident.