Kamis, 31 Januari 2013

Gosip dan Perempuan


GOSIP: ANTARA PEREMPUAN & KESENANGAN

Kali ini kami menampilkan tema tentang GOSIP atau yang dikenal dengan istilah ngrumpi. Bisa dikatakan kalau gosip itu merupakan bagian dari hidup manusia. Tak ada manusia yang lepas dari gosip. Ia adalah salah satu aktivitas kehidupan kita.
Di sini kita akan mendapat informasi seputar gosip. Kita bisa tahu kenapa gosip itu sangat disenangi oleh manusia sekalipun sudah diketahui bahwa gosip itu tidak baik; mengapa gosip identik dengan kaum Hawa, dll.
Satu hal yang perlu disadari adalah bahwa memang gosip itu menyenangkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari University of Michigan dipimpin Prof. Stephanie Brown mengatakan bahwa gosip bagus untuk kesehatan. Kenapa? Karena gosip membawa kebahagiaan tersendiri. Kebahagiaan itulah yang memicu kesehatan tubuh.
Namun harus diingat bahwa itu hanya menyentuh satu sisi saja. Harus disadari juga di sisi yang lain orang menderita akibat gosipan kita. Penderitaan itu bisa berdampak pada penyakit. Dan jika makin parah, penyakit itu bisa berdampak pada kematian.
Jadi, ada sesuatu yang ironis dari gosip tersebut. Di satu sisi kita mendapatkan kebahagiaan dan kesehatan, tapi di sisi lain orang menderita. Hal ini tidak sejalan dengan ajaran iman kita, yang menghendaki agar kita mencapai kebahagiaan bersama. Paus Benediktus XVI pernah menyerukan kepada umat manusia, berkaitan sikap orang atas kematian Khadafi, agar manusia jangan bergembira di atas kematian seorang manusia, sekalipun manusia itu jahat di mata kita.
Oleh karena itu, setelah membaca uraian ini, kami berharap agar pembaca dapat memiliki sikap terhadap gosip.

Mengapa Manusia Senang Gosip?

Meski tahu bergosip itu bukan kebiasaan yang baik, tapi hanya sedikit orang yang dengan sadar menghindarinya. Begitu mendengar ada gosip, kita langsung penasaran ingin tahu lebih dalam walau topik yang digosipkan adalah masalah pribadi orang lain.

Problema terhanyut dalam lingkaran gosip memang sulit dihindari. Salah satu penyebabnya adalah sistem visual kita terprogram untuk fokus pada gosip negatif yang kita dengar.  Selain itu, ternyata otak manusia mengingat gosip negatif lebih kuat daripada gosip positif atau gosip yang netral.

"Secara alamiah kita memang lebih sensitif pada informasi yang mungkin berpotensi mengancam kehidupan kita," Irving Biederman, ahli neuroscience dari California Amerika Serikat.

Walaupun topik dalam gosip itu mengenai orang lain, namun bukan tidak mungkin suatu saat akan menimpa kita.  Misalnya tentang PHK karyawan atau perselingkuhan.

"Kita bisa mengambil keuntungan dari gosip negatif yang kita dengar dengan cara menghindari hal itu agar tidak terjadi pada kita," kata ketua peneliti Eliza Bliss-Moreau, dari California, AS.

Studi sebelumnya juga mengungkapkan manusia berevolusi sedemikian rupa untuk memiliki kecenderungan menghakimi dan senang membicarakan orang lain.

Meski ada banyak kategori pembicaraan dengan orang lain, mulai dari salam, penjelasan, berbohong atau menceritakan rahasia, namun yang paling disukai orang adalah membicarakan orang lain. Bahkan, meski pembicaraan diawali dengan topik tentang cuaca, pada akhirnya mereka akan membicarakan orang lain.

Ahli primata Robin Dunbar dari Universitas Oxford Inggris mengatakan bahwa gosip tidak selalu berarti buruk. Dunbar menjelaskan, gosip telah melalui seleksi evolusi sebagai salah satu cara untuk menyatukan kelompok manusia.

Pada awalnya, menurut Dunbar, primata seperti babon hidup berkelompok dan menggunakan perawatan diri sebagai alat sosial untuk menjalin, menjaga dan memutus hubungan sosial. Namun dalam sejarah evolusi, kelompok manusia sebagai besar dan tidak ada yang punya waktu lagi untuk memperhatikan penampilan orang lain. Gosip atau membicarakan orang lain kemudian menggantikannya sebagai perekat ikatan sosial.

Walau gosip mungkin secara alami sudah ada dalam setiap lingkungan sosial, tetapi manusia tidak terlahir untuk bergosip. Anak-anak belajar seni komunikasi melalui lingkungannya, mulai dari bicara dengan sopan pada orangtua, tidak menyumpah pada orang lain, atau menggunakan tata bahasa yang baik. Termasuk, kebiasaan menggosipkan orang lain.


Dengan kata lain, meski kita punya kecenderungan untuk menyukai gosip, tetapi kesukaan itu tidak harus dipupuk. Malah, kita bisa mengajar anak-anak untuk menghindari gosip dengan cara "menjaga lidah" untuk tidak sering-sering membicarakan berita negatif tentang orang lain.

Suka gosip: Talenta Perempuan?
”Katakan dengan bunga” demikian bunyi pepatah klasik untuk menggambarkan bahwa ’bunga bisa mewakili kita untuk bicara, dibandingkan kita harus bicara tetapi tidak jelas maknanya’. Kebanyakan laki-laki mungkin lebih memilih memberikan bunga untuk kekasih atau pasangannya dibanding harus mengucapkan kata-kata simpatik secara langsung. Tidak ada bunga, kartu pun jadi, karena mereka bisa menulis apa yang ada di pikirannya melalui kartu tersebut. Mengapa laki-laki begitu sulit mengungkapkan isi hatinya? Mengapa laki-laki tidak pernah dicap ”tukang ngobrol”, apalagi ”tukang bergosip”?

“Gosip itu untuk perempuan dan laki-laki yang keperempuan-perempuanan,” demikian pendapat banyak orang. Mengapa perempuan identik dengan ”gosip”? Beberapa perempuan merasa ”gerah” dengan predikat tersebut. Padahal, sadar atau tidak, stereotip tersebut kadang-kadang mereka kukuhkan sendiri. Lihat saja komentar salah seorang perempuan (dan mungkin juga sering dilontarkan oleh perempuan lain), ”...Kalau laki-laki bergosip, kita suka bilang kayak ibu-ibu arisan. Kalau laki-laki cerewet mengomentari penampilan kita, secara spontan kita suka bilang, ’cerewet amat sih, kayak perempuan aja’...”

Pada umumnya, perempuan merasa bahwa mereka harus mengetahui apa saja yang terjadi di sekitar mereka. Gosip adalah salah satu cara perempuan untuk mendapatkan informasi yang mereka inginkan, apalagi mereka senang dengan hal-hal detil. Itulah mengapa mereka sanggup menghabiskan waktu berjam-jam hanya demi bergosip.

Mengobrol sambil bergosip memang diakui mengasyikkan bagi perempuan. Hasil riset MarkPlus Insight terhadap 1.301 perempuan di kota besar menunjukkan bahwa aktivitas yang biasa dilakukan sebanyak 95,4 persen perempuan bersama teman perempuannya adalah ”mengobrol”—bisa online maupun offline. Bila ditelusuri lebih jauh, perempuan menikah (96,4 persen), perempuan single (92,8 persen) dan perempuan single parent (95,0 persen) memilih mengalokasikan sebagian besar waktunya untuk mengobrol dengan teman perempuannya dibanding aktivitas lain misalnya belanja, jalan-jalan atau perawatan diri.

Dalam Wikipedia disebutkan bahwa “gosip atau desas-desus (Inggris: rumors) adalah selenting berita yang tersebar luas dan sekaligus menjadi rahasia umum di publik tetapi kebenarannya diragukan atau merupakan berita negatif”. Benarkah gosip itu negatif?

Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari University of Michigan dipimpin Prof. Stephanie Brown menemukan bahwa kegiatan mengobrol (= bergosip) yang selalu diidentikkan dengan kaum perempuan ini ternyata bagus bagi kesehatan.

Perempuan akan merasa bahagia dan sehat jika mereka menikmati obrolannya dengan sesama teman perempuannya. Kegiatan tersebut terbukti dapat mengurangi tingkat stres dan rasa cemas berlebih. Mengobrol atau bergosip mampu meningkatkan hormon progesteron yang dihasilkan tubuh, di mana hormon tersebut berperan penting bagi perempuan dalam melakukan interaksi sosial. Hasil riset tersebut yang dipublikasikan dalam jurnal Hormones and Behaviour ini menunjukan bahwa responden yang terlibat percakapan dengan sesama perempuan cenderung mempunyai tingkat progesteron yang stabil, bahkan meningkat. Sementara pada kelompok lain yang tidak terlibat percakapan, hormon tersebut malahan terlihat menurun.

“Hasil ini dapat membantu kita dalam memahami mengapa orang-orang yang memiliki hubungan dekat dan akrab akan terlihat begitu bahagia, sehat dan hidup lebih lama dibandingkan dengan mereka yang kehidupan sosialnya terisolasi,” ungkap Prof. Stephanie.

Dalam ”Psychology Today”, Hara Estroff Marano menulis artikel berjudul “Secrets of Married Men”. Dia mengutip pendapat psikiater Scott Haltzman, M.D., yang mengatakan bahwa rata-rata perempuan berbicara 7.000 kata setiap harinya, sementara laki-laki hanya 2.000 kata. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Allan dan Barbara Pease di buku mereka “Why Men Don’t Listen & Women Can’t Read Maps” yang memberikan data yang mirip kisarannya.

Bisa jadi, itulah alasan mengapa persahabatan antara perempuan seringkali diwarnai dengan sesi bergosip dan curhat. Bahkan, Alan dan Barbara Pease dalam bukunya yang berjudul “Why Men Can Do One Thing at a Time and Woman Never Stop Talking” mengatakan, “The average length of woman’s telephone call is at least 18 minutes; whilst the average length of a man’s telephone is a less than 3 minutes”.

Perempuan memiliki satu kesamaan yang akan selalu menjadi benang merah dari setiap persahabatan dengan sesama perempuan, yaitu ‘kebutuhan untuk berbagi’. Perempuan akan berbagi informasi seputar kehidupan mereka, mulai dari hal-hal detil yang berkaitan dengan urusan sehari-hari misalnya kecantikan, fashion, hingga masalah laki-laki dan passion mereka terhadap kehidupan. Apa pun bisa menjadi gosip. Bahkan, mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk bergosip dan atau nonton TV acara gosip yang sedang hot dari satu stasiun TV ke stasiun TV lain. Cerita kecil dan sederhana bisa mereka gosipkan melebar ke mana-mana. Mereka juga rela meluangkan waktu untuk bertemu rekan mereka di kafe atau menghabiskan pulsa telepon hanya untuk sekedar ngobrol walaupun obrolannya belum tentu ”berisi”. Bahkan, ada komentar dari seorang laki-laki menanggapi kebiasaan perempuan bergosip, ”Laki-laki sering terganggu karena perempuan sering tak berhenti bicara, apalagi kalau bahan pembicaraannya banyak yang nggak penting.”

Majalah Marketeers (edisi Agustus 2010) menyatakan bahwa perempuan memiliki kekuatan untuk menyebarkan suatu isu dibanding laki-laki. Jadi, sifat suka bergosip menjadi suatu keuntungan saat para perempuan berbagi cerita tentang produk-produk yang digunakannya. Hal ini berbeda dengan laki-laki yang lebih suka menyimpan informasi tersebut untuk dirinya sendiri, karena laki-laki dianggap jauh kurang percaya diri untuk bercerita kepada teman-temannya dibandingkan perempuan.  Laki-laki ”diprogram” untuk tidak mengungkapkan apa pun yang bisa membuat mereka rentan.

Pendapat Phillip Hodson, psikoterapis dan konselor dari British Association menguatkan fenomena tersebut. Menurutnya, "Laki-laki cenderung tidak mengatakan hal-hal tentang diri mereka, sedang perempuan suka ’mendongeng’ serta cenderung memiliki kepercayaan diri lebih, khususnya pada teman-teman mereka. Laki-laki cenderung tidak memiliki kemampuan dalam cara yang sama dan berbagi hal-hal yang dapat membuat mereka rentan. Mereka takut bahwa jenis informasi (yang ia ceritakan) dapat digunakan untuk melawan mereka. Laki-laki juga takut dimanfaatkan untuk persaingan.”


Kemungkinan laki-laki lebih merasa nyaman untuk curhat melalui situs pribadi yang bisa menjamin kerahasiaan identitas mereka dibanding berbicara kepada temannya. Lalu, apa yang bisa kita petik dari kasus di atas? Pemasar yang jeli bisa memanfaatkan talenta perempuan ini sebagai ajang untuk sosialisasi produk mereka. Why not? 

Perempuan Bergosip 5 Jam Sehari!

Berapa lama waktu yang "didedikasikan" oleh tayangan infotainment di televisi dalam sehari untuk memuaskan kebutuhan wanita untuk bergosip? Entahlah, yang pasti cukup banyak. Maklum saja, sebab dalam kenyataannya perempuan menggunakan sepertiga dari waktu produktifnya dalam sehari (sekitar 298 menit) untuk membicarakan soal berat badan, seks, dan masalah orang lain.

Survei yang diluncurkan oleh perusahaan wine First Cape ini mendapati  bahwa perempuan menggunakan sekitar 24 menit dalam sehari untuk membahas berat badan, diet, dan ukuran bajunya. Kemudian, 33 persen perempuan mengakui banyak menghabiskan waktu untuk membicarakan apa yang akan dikonsumsi saat makan siang.

"Perempuan kan memang terkenal karena kemampuannya untuk ngobrol, dan pria terkesima dengan apa saja yang bisa dibahas oleh perempuan saat bersama pasangannya," ujar Steve Barton, juru bicara First Cape.

Selain soal berat badan, topik utama yang jadi bahan pembicaraan kaum perempuan adalah shopping, diet, olahraga, dan liburan. Masalah dimana harus makan siang saja menempati urutan keempat topik diskusi mereka, diikuti dengan masalah percintaan orang lain, anak-anak, dan operasi kosmetik. Sedangkan urusan mengeluhkan kelakuan pasangan berada di nomor dua dari bawah.

"Saya tak pernah menduga bahwa makanan saja bisa menjadi topik panas," kata Barton. "Dan, senang juga melihat kebanyakan perempuan bahagia ketika bisa ngobrol sepintas dengan orang-orang yang sama sekali tak dikenal."

Sebanyak 38 persen perempuan, misalnya, menggunakan 12 menit dalam seminggu untuk bercakap-cakap dengan penjaga toko. Studi juga mendapati bahwa rata-rata perempuan bergosip selama 17 menit sebelum mulai bekerja. Mereka yang punya tetangga yang ramah umumnya menghabiskan hampir setengah jam dalam seminggu untuk ngerumpi.

Tetapi kebiasaan bergosip ini ternyata juga menimbulkan masalah bagi mereka sendiri. Sebanyak 36 persen perempuan, misalnya, mengaku bahwa mereka tak dapat dipercaya untuk menyimpan rahasia seorang teman. Soalnya setelah diberi sebuah rahasia atau gosip, mereka selalu memberitahukannya pada pasangan, ibu, atau teman baik mereka. Repotnya, apa yang disampaikan jauh berbeda dengan apa yang didengar dari sumber pertama. Mungkin itu sebabnya perempuan memilih bergosip empat mata saja ketimbang ramai-ramai.

Berikut adalah 20 topik yang paling sering dibahas kaum perempuan:
1.     Shopping
2.     Diet dan olahraga
3.     Liburan
4.     Apa yang akan dilakukan jika memang undian
5.     Kesehatan
6.     Makan siang
7.     Siapa yang sedang pacaran
8.     Masalah percintaan orang lain
9.     Soal anak
10.                        Resep masakan
11.                        Pertengkaran dengan pasangan
12.                        Ukuran baju
13.                        Sinetron
14.                        Anak-anak
15.                        Anak orang lain
16.                        Siapa yang mereka idolakan
17.                        Ibu mertua
18.                        Operasi kosmetik
19.                        Mengeluhkan pasangan

20.  Bagaimana orang menjadi tua

Kenapa Ngegosip Itu Asyik?
Kita semua tahu bahwa membicarakan seseorang di belakangnya adalah salah. Tetapi jujur saja, agak sulit menghindarinya. Sebenarnya apa yang membuat kebiasaan tak baik itu terasa mengasyikkan?

Kenyamanan yang timbul dari bergosip. Begitulah para pakar memberi jawaban atas pertanyaan di atas. Beberapa kalimat gosip yang kita bagi dengan teman, rekan kerja, atau keluarga, disebutkan bisa membuat kita merasa nyaman dan superior.

Laurent Begue, seorang psikolog sosial, mengatakan bahwa sekitar 60 persen isi pembicaraan antar orang dewasa adalah tentang seseorang yang saat itu tidak hadir. "Dan kebanyakan adalah tentang penilaian kita tentang orang yang dibicarakan itu." katanya.

Ia menjelaskan bahwa gosip dapat membentuk ikatan sosial karena berbagi ketidaksukaan dengan orang lain bisa menciptakan rasa kesamaan dibandingkan dengan berbagai sesuatu yang positif.

"Dua orang yang tidak saling kenal bisa merasa lebih dekat jika mereka berbagi gunjingan tentang orang ketiga. Ini menjadi semacam cara untuk berbagi nilai dan rasa humor." katanya.

Gosip juga menjadi cara kita untuk memberitahu orang bagaimana menghubungkan diri dengan orang yang belum pernah ditemui. Misalnya saja kita jadi merasa "mengenal" lingkungan kerja teman dari cerita-cerita yang disebarkannya.

Selain itu, terkadang "rahasia" yang kita bagi dengan seseorang dianggap menunjukkan kepercayaan kita. "Terkadang hati kita senang mendengar kata 'jangan bilang siapa-siapa' dari mulut orang yang menyebarkan cerita rahasia itu," katanya.

Ahli antropologi Robin Dunbar bahkan menyebutkan bahwa gosip adalah faktor yang vital dalam evolusi perkembangan otak. "Bahasa tercipta karena adanya kebutuhan untuk menyebarkan gosip." katanya.

Meski demikian gosip juga bisa menjadi cara untuk berbagi kecemasan dan mencari dukungan. Ini menjadi cara tak langsung untuk mengungkapkan keinginan kita. Misalnya kita bercerita tentang betapa seksinya pakaian yang dipakai kakak kita. Mungkin sebenarnya kita ingin meyakinkan diri bahwa kita juga tak kalah seksinya.

Akan tetapi, bagaimanapun gosip bisa merusak banyak hal, terutama kepercayaan orang lain. Bergosip di kantor bahkan bisa menyebabkan Anda terlihat kurang profesional.

edited by: adrian, dari berbagai sumber

(C E R P E N) Cita-cita Warni

CITA-CITA WARNI
Sebenarnya Minah ogah tahun baruan ke kampung suaminya. Bukan lantaran capeknya atau belum adanya toilet di rumah mertuanya. Kasus yang terakhir ini sudah dianggap biasa oleh Minah. Ini karena sudah berkali-kali dia dan suaminya pergi ke sana, baik sebelum si buah hati lahir maupun sesudahnya. Pokoknya acara akhir tahun mereka habiskan di rumah orang tua suaminya. Hanya baru sekali saja mereka pergi ke  Yogya (Jawa), ke kampung halaman Minah. Waktu itu Mawarni, si buah hati, baru berusia setahun.
Yang membuat Minah tidak suka adalah karena mertua perempuannya (ibu dari suaminya) selalu mengajari yang aneh-aneh kepada cucunya. Salah satunya soal cita-cita masa depan Mawarni. Mosok sebagai nenek bukannya senang mendengar cita-cita cucunya, malah mengejek atau melarang.
Misalnya, pernah Warni menyebut keinginannya untuk menjadi guru. Karena menurut Warni guru itu pastilah orang hebat dan pintar. Dari guru lahir orang-orang besar seperti gubernur, bupati, mentri bahkan sampai presiden. Seandainya tidak ada guru, tentu juga tidak ada orang-orang seperti itu, demikian pikiran Warni. Mendengar celoteh sang cucu, si nenek bukannya bangga tapi malah mengejek. Guru itu miskin-miskin. Tak ada yang kaya, jelas si nenek.
“Bagaimana nanti kamu membalas budi jasa orang tua? Untuk dirimu saja atau keluarga saja sudah susah, apalagi untuk ayah dan ibumu. Jangan! Jangan deh jadi guru. Sengsara nanti hidupmu.”
“Kalo gitu, jadi.. pramugari saja deh,” alih Warni. “Jadi pramugari enak, Nek. Bisa terbang ke mana-mana. Bisa keluar negri.”
“Waduh Cu, jangan jadi pramugari. Entar gimana ngurusin keluarga. Anak-anak bisa terlantar. Mosok tega amat ngelantarin anak-anak. Kamu enak di sono, di sini anak-anak terlantar. Lagi pula keluarga bisa berantakan. Suami nanti bisa main sama wanita lain saat kamu pergi.”
Begitulah nasehat-nasehat nenek pada cucunya. Hal ini membuat Minah jengkel dan kesal pada mertua perempuannya. Pernah ia mendapati Warni kebingungan dengan cita-citanya. Minah jadi cemas, jangan-jangan anaknya nanti hidup tanpa punya cita-cita.
“Sudahlah, nggak usah dibawa ke hati omongan ibuku itu,“ nasehat suaminya saat mereka mulai berkemas-kemas untuk berangkat. “Toh, nanti kalo udah besar, Warni bisa menentukan sendiri jalan hidupnya. Dia kan nggak kecil terus.”
“Tapi Bang, cita-cita itu perlu ditanam sejak kecil. Bung Karno saja meng-anjurkan supaya mengantungkan cita-cita setinggi langit.”
“Kadang cita-cia pada masa kecil pun tidak terlaksana. Berubah setelah dewasa. Aku dulu sebenarnya bercita-cita jadi tentara, tapi kini... cuma puas jadi pekerja pabrik.”
“Itu lantaran ibumu melarang kamu jadi tentara, kan? Tentara itu kejam. Kerjanya membunuh orang, malah warga sebangsa sendiri. Kalo nggak membunuh, ya ngamilin anak gadis orang.”
Lho,” sang suami kaget, “Dari mana kau tau?”
“Ibumu sendiri yang cerita.”
“Ya sudah. Pokoknya kita berangkat. Aku mesti bilang apa pada orang tuaku jika kita nggak jadi pergi. Mereka pasti sudah menunggu. Kita kan sudah janji.”
Benar! Di antara mereka sudah ada kesepakatan bahwa setelah tiga kali ke rumah orang tua suami, maka kali berikutnya mereka harus bertahun baru ke Jawa. Ke rumah orang tua Minah. Karena itu, mesti ada perasaan kesal dan tak senang, Minah terpaksa mengangkat tas pakaiannya. Di ruang tamu sudah menunggu Warni dengan tas punggung berbentuk boneka panda di punggungnya. Ia terlihat ceria.
“Cepatan dong, Yah! Nenek pasti udah lama nunggu. Ma, ma, kita jumpa lagi sama kakek dan nenek, ya? Warni udah punya cita-cita baru. Pasti kali ini nenek senang dengarinnya.”
Sang suami melirik istrinya.
***
Malam itu Warni duduk di pangkuan neneknya. Mereka berdua berada di beranda depan rumah menikmati indahnya bintang di langit. Minah dan suaminya asyik bercengkrama bersama anggota keluarga lainnya. Memang sudah jadi kebiasaan tetap setiap tahun baru. Seminggu menjelang dan sesudah tahun baru, rumah itu selalu ramai. Adik-adik ipar Minah pada berdatangan dari rantau. Jumlahnya ada empat. Dan semuanya belum menikah. Makanya wajar bila mertuanya amat menyayangi Warni. Dialah cucu satu-satunya.
“Apa cita-citamu, Warni?”
“Aku pengen jadi perawat atau kalo ayah punya duit banyak, aku langsung jadi dokter.”
“Mengapa milih itu?”
“Supaya bisa melayani orang. Menolong dan menyembuhkan orang. Nanti kalo nenek sakit bisa aku suntikin dan kasih obat. Warni pernah liat itu di rumah sakit. Perawat dan dokternya ramah-ramah sama orang sakit. Mereka semua baik-baik. Suka menolong orang.”
“Bohong itu semua!” Ketus si nenek. “Karena uang mereka mau menolong. Mereka itu munafik. Pura-pura ramah. Pura-pura baik. Bukan melayani orang sakit, melainkan duit. Tujuan utama mereka adalah duit yang diselimuti pelayanan.”
Lho, kok gitu?”
“Ini, teman ayahmu,“ si nenek menunjuk rumah agak jauh di seberang rumah mereka. “Waktu si istri mau melahirkan, kami membawanya ke rumah sakit. Dokter dan perawat pun sibuk menolong. Dan berhasil. Setelah tiga hari di sana, mereka mau pulang ke rumah sambil membawa bayinya. Tapi pihak rumah sakit menahan bayi itu. Katanya, lunasi dulu keuangan baru bisa bawa bayi itu. Pihak rumah sakit tetap ngotot sekalipun kami udah jelasin bahwa mereka orang tidak mampu. Kami ada bawa surat keterangan dari kepala desa. Tetap nggak bisa. Bayi itu ditahan selama dua bulan. Nggak dikasih obat atau makanan. Akhirnya mereka dapat membawa bayi itu pulang setelah...”
“Membayar.”
Si nenek mengangguk. “Tau jumlahnya? Jutaan rupiah.”
“Tega amat.”
“Itulah keadaan rumah sakit kita. Katanya saja mau nolong orang, tapi nyatanya memeras orang. Oya, kamu tunggu saja di sini Nenek mau ambil koran hari ini.”
Si nenek berjalan masuk ke dalam. Tak lama kemudian ia muncul dengan sebuah koran daerah di tangannya.
“Nah, ini.” Tunjuk si nenek. “Kamu kan sudah mulai bisa baca. Tapi biarlah nenek baca sebagian saja. Ceritanya begini, ada seorang ibu menderita penyakit tumor. Pihak rumah sakit sudah mengoperasinya”
“Suami istri itu kebingungan melihat jumlah angka biaya pengobatan si istri selama ini. Empat juta rupiah. Si istri sempat shock. Dari mana mereka dapat uang sebesar itu, sementara mereka cuma petani biasa. Hasil taninya pun hanya cukup buat kebutuhan keluarga termasuk biaya sekolah anak-anaknya yang berjumlah delapan orang. Mereka sudah minta tolong pada bapak kepala desa untuk menjelasi kepada pihak rumah sakit bahwa mereka benar-benar dari keluarga miskin. Namun pihak rumah sakit tetap bersikeras. Akhirnya suami istri itu memutuskan untuk menjual rumahnya.”
“Menjual rumahnya? Di mana nanti mereka tidur?”
“Warni tidur!” Panggil Minah dari dalam rumah. “Udah malam, Nak.”
“Sudah, kita pergi tidur saja, ya? Pokoknya, jangan jadi dokter atau perawat. Mereka itu jahat. Nenek nggak suka cucu nenek jahat-jahat.”
Sang nenek menggendong cucunya masuk ke dalam kamar. Setelah mengecup dahi cucunya, ia pun berjalan keluar.
“Jadi, mereka jual rumahnya, Nek?”
Si nenek mengangguk.
Malam kian larut. Waktu menunjukkan pukul 00. 35. Mata-mata pun sudah mulai mengantuk. Minah dan suaminya memutuskan untuk beranjak ke kamar.
“Ma, mereka akhirnya menjual rumahnya.”
Lho, kok belum tidur?” Minah dan suaminya kaget. “Ada apa Warni?”
“Warni nggak mau jadi dokter atau perawat lagi.”
Minah memungut koran yang ada di samping kepala Warni. Ia membaca sebuah berita dengan judul RUMAH DIJUAL BUAT BIAYA OBAT.

“Bang?!” Ujar Minah pada suaminya.
Sinaksak, 5 Mrt 2001
by: adrian
Baca juga:
1.      Ulang Tahun Ramadhan
2.      Doa Si Toni Kecil
3.      Jam Weker
4.      Pelajaran Sejarah
5.      Tono dan Tini
6.      Kuda Lumping

Orang Kudus 31 Januari: St. Marcella

SANTA MARCELLA, MARTIR
Marcella dikenal sebagai puteri bangsawan Romawi yang beragama kristen. Ia menikah dengan seorang pangeran Roma. Pernikahan ini tidak berlangsung lama karena suaminya meninggal dunia beberapa bulan kemudian.

Pengalaman pahit ini membukakan bagi Marcella pintu masuk menuju suatu cara hidup baru, yakni cara hidup religius-asketis. Dengan cara hidup ini, Marcella bermaksud mengabdikan dirinya kepada Tuhan semata-mata dengan doa, puasa dan tapa sambil melakukan perbuatan-perbuatan baik kepada para miskin dan melarat di kota Roma. Cara hidup religius-asketis yang dijalaninya mengikuti pola yang dipraktekkan oleh para rahib di dunia Timur.

Dalam menjalani cara hidup ini ia dibimbing oleh Santo Yerome. Banyak wanita Roma lainnya mengikuti Marcella. Mereka berdoa dan berpuasa serta mengenakan mode pakaian yang sama dengan yang dikenakan Marcella. Bersama Marcella mereka mengabdikan diri pada pelayanan orang-orang miskin dan terlantar. Perkumpulan religius-asketis ini terus berkembang pesat. Pengikut-pengikutnya semakin banyak. Karena itu Marcella membangun beberapa biara di seluruh kota Roma.

Karena komunitas ini berpengaruh luas di seluruh kota, Marcella kemudian ditangkap dan dianiaya oleh orang-orang Goth (Jerman) yang pada waktu itu menguasai Roma. Marcella meninggal sebagai seorang martir Kristus kira-kira pada akhir Agustus 410.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Kamis Biasa III-C

Renungan Hari Kamis Biasa III, Thn C/I
Bac I : Ibr 10: 19 – 25; Injil       : Mrk 4: 21 – 25

Topik menarik untuk direnungkan dari sabda Tuhan hari ini adalah soal pelita-terang (Mrk 4: 21). Pelita sebagai simbol terang mau dipertentangkan dengan gelap. Terang adalah simbol kebaikan, sedangkan gelap merupakan simbol kejahatan. Yesus mengajak kita untuk menampilkan terang, bukan menyembunyikannya. "Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian." (ay. 21).

Di sini Yesus menghendaki agar kebaikan kita tidak hanya dinikmati sendiri, melainkan harus dirasakan juga oleh orang lain. Ibarat pelita di atas kaki dian, terangnya akan dinikmati orang banyak. Secara singkat mau dikatakan bahwa Tuhan tidak menghendaki adanya semangat egois dalam diri umat-Nya. Dasarnya adalah kita sudah menerima rahmat penyelamatan oleh darah Yesus sendiri (Ibr 10: 19 - 20).

Pesan sabda Tuhan hari ini kiranya jelas, yaitu agar kita menanggalkan egoisme kita dan lebih peduli kepada sesama. Kita diajak untuk menampilkan kebaikan itu kepada orang lain. Atau seperti kata penulis Surat Kepada Orang Ibrani supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik serta saling menasehati (ay. 24 - 25).

by: adrian