Minggu, 26 April 2015

Paus Fransiskus & Kepedulian pada Orangtua

ABAIKAN ORANGTUA, TINDAKAN SESAT DAN SAKIT
Paus Fransiskus mengecam masyarakat modern yang sering mencampakkan orangtua dan manusia lanjut usia (lansia). Menurut Bapa Suci, peradaban yang memandang orangtua dan lansia hanya sebagai beban adalah ‘sesat’ dan sakit.
“Dosa beratlah orang yang mencampakkan orangtua dan para lansia. Lansia bukanlah makhluk aneh. Mereka bukan alien. Kita ada karena mereka. Dalam waktu singkat atau lama kita secara pasti ada karena mereka, meskipun di mata kita mereka tak berguna lagi,” kata Paus dalam audensi umum di Lapangan Santo Petrus awal Maret lalu.
“Sebuah masyarakat di mana lansia disingkirkan akan menyebarkan virus kematian,” katanya. “Jika kita tidak belajar memperhatikan serta menghormati orangtua dan lansia, niscaya suatu saat nanti kita akan diperlakukan dengan cara yang sama,” Bapa Suci mengingatkan.
Paus berusia 78 tahun mengisahkan ketika beberapa tahun lalu, di suatu bulan Agustus, ia mengunjungi panti jompo sewaktu masih sebagai Uskup Agung Bueros Aires, Argentina. Bapa Suci ingat betul, selama kunjungan itu ia berhenti di depan salah seorang wanita lansia dan bertanya bagaimana anak-anaknya memperlakukan dia.
Wanita lansia itu bingung untuk menjawab ketika Paus Fransiskus bertanya kapan mereka terakhir datang menemuinya. Wanita itu menjawab bahwa terakhir kali anak-anaknya datang saat Natal. Setelah itu hingga bulan Agustus mereka belum datang. “Bayangkan! Delapan bulan tanpa kunjungan dari anak-anaknya – ini dosa berat,” Paus menceritakan.
“Ini semua terjadi karena masyarakat modern diracuni budaya konsumtif. Budaya yang menganggap orangtua dan lansia sebagai beban berat karena tidak berguna,” Bapa Suci menjelaskan. Di zaman ini, menurut Paus, banyak orangtua dan lansia hidup dalam ketakutan, tak berdaya dan ditinggalkan. “Mari kita sama-sama menyadari bahwa masyarakat tanpa kepedulian adalah masyarakat yang sesat,” ungkap Paus.
Paus mengamati pada zaman sekarang orang cenderung berumur panjang berkat kemajuan di bidang kedokteran, tapi ia mengingatkan bahwa suasana hati manusia belum tentu memperpanjang umur manusia. “Seringkali masyarakat kita tidak memberikan ruang bagi lansia, tapi bahkan mengangap mereka beban,” katanya.
Karena kerentanan dan kebutuhan khusus mereka, terutama mereka yang sakit atau sendirian, para lansia membutuhkan perhatian dan perawatan. “Mereka bukan beban. Sebaliknya, mereka justru adalah ‘gudang kebijaksanaan’ seperti yang disebut dalam Alkitab,” kata Paus, dan menunjuk bagaimana tradisi Gereja selalu menempatkan nilai besar pada lansia dan mendapat perhatian khusus selama sisa hidup mereka. “Untuk itu mentalitas acuh tak acuh dan bahkan menghina lansia tidak dapat ditoleransi,” Paus menegaskan.

Orang Kudus 26 April: St. Rafael Arnaiz Baron

SANTO RAFAEL ARNAIZ BARON, PENGAKU IMAN
Rafael Arnaiz Baron lahir pada 9 April 1911 di Burgos, Spanyol. Ia adalah putera sebuah keluarga Kristen yang taat. Rafael memperoleh pendidikan awal melalui sekolah-sekolah yang dijalankan oleh Serikat Yesus. Penyakit yang menganggu pendidikannya membuat ayahnya membawanya untuk dipersembahkan kepada Bunda Maria dari Pillar.
Keluarga Rafael kemudian pindah ke Oviedo, dimana Rafael menyelesaikan sekolah lanjutannya. Pada tahun 1930, Rafael pergi berlibur ke tempat paman dan bibinya, bangsawan Maqueda. Mereka memperkenalkan Rafael akan kehidupan biara Trappist San Isidoro de Duenas, yang membuat Rafael merasa terpanggil. Rafael melanjutkan pendidikan arsitektur di Madrid, tetapi ia meninggalkan pendidikannya dan memilih bergabung dengan Ordo Trappist.
Pada 16 Januari 1934, Rafael diterima di biara Trappist dan mulai dikenal sebagai Bruder Maria Rafael. Empat bulan kemudian, Rafael terserang penyakit diabetes yang membuatnya harus meninggalkan biara untuk menyembuhkan penyakitnya. Setelah sehat, Rafael kembali ke biara dan tidak lama kemudian terserang penyakit itu kembali. Hal ini terjadi antara tahun 1935 – 1937.
Rafael kemudian menjadi oblat yang mengambil tempat paling akhir dan terpisah dari komunitas. Rafael juga tidak dapat mengikrarkan kaulnya karena kesehatannya menjadi penghalang sesuai dengan hokum kanon yang berlaku pada saat itu. Rafael Arnaiz Baron, OCSO meningga dunia pada 26 April 1938 di Duenas, Palencia, Spanyol. Pada 27 September 1992 ia dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II dan pada 11 Oktober 2009 ia dikanonisasi oleh Paus Benediktus XVI.
Baca juga riwayat orang kudus 26 April:

Renungan Hari Minggu Paskah IV - B

Renungan Hari Minggu Paskah IV, Thn B/I
Bac I  Kis 4: 8 – 12; Bac II                  1Yoh 3: 1 – 2;
Injil    Yoh 10: 11 – 18;

Hari ini merupakan hari Minggu pekan keempat masa Paskah. Dalam tradisi Gereja, pekan keempat ini dikenal juga sebagai hari Minggu Gembala Baik. Karena itu, Injil hari ini juga menampilkan pengajaran Tuhan Yesus tentang gembala yang baik. Pertama-tama Tuhan Yesus menampilkan perbedaan antara gembala yang baik dengan yang tidak baik, yang adalah orang upahan. Gembala yang baik lebih mengutamakan nasib dombanya ketimbang dirinya sendiri, sedangkan gembara yang buruk memperhatikan dirinya sendiri. Dari penggambaran ini Tuhan Yesus memperkenalkan diri-Nya sebagai Gembala yang baik. Sebagai gembala yang baik Tuhan Yesus tidak hanya mengenal para domba-Nya, tetapi juga memperhatikan mereka bahkan menyerahkan nyawa-Nya.

Yohanes, dalam suratnya yang pertama, yang menjadi bacaan kedua, mengungkapkan kasih Allah yang begitu besar kepada umat manusia. Kasih Bapa yang begitu besar ini mengingatkan kita akan pengorbanan Bapa pada Anak-Nya yang tunggal, yaitu Tuhan Yesus. Hal ini dapat kita kaitkan dengan peran Tuhan Yesus sebagai gembala yang rela mengorbankan diri-Nya demi domba-domba-Nya. Dan oleh kasih Allah itu, kita menjadi satu keluarga (anak-anak Allah), atau memakai istilah Injil, satu kawanan.

Bacaan pertama menampilkan kesaksian Patrus pada sidang di Yerusalem. Ini buntut dari mujizat yang dilakukannya terhadap orang lumpuh di Serambi Salomo. Di hadapan Imam Besar, para ahli Taurat, pimpinan-pimpinan orang Yahudi dan para tua-tua, Petrus mewartakan tentang Tuhan Yesus. Kembali Petrus memperkenalkan sosok Yesus Kristus yang rela mati demi keselamatan umat manusia. Ini mirip seperti gambaran gembala yang baik. Namun Petrus menggunakan istilah lain, yaitu batu penjuru.

Melalui sabda Tuhan hari ini kita disadarkan akan adanya gembala yang baik dan buruk. Dewasa ini para gembala ini mengacu pada para uskup dan imam. Dan seperti kata Tuhan Yesus bahwa ada gembala baik dan buruk, demikian pula dengan diri para uskup dan imam. Hal ini sudah pernah diungkapkan oleh Paus Fransiskus pada bulan Oktober tahun lalu. Ada uskup dan imam yang benar-benar berorientasi pada umat, namun ada pula imam dan uskup yang hanya memperhatikan kepentingan keluarga dan dirinya sendiri. Ada banyak imam yang menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Ada uskup, yang berasal dari kongregasi, hanya peduli pada kongregasinya saja. sabda Tuhan hari ini mau mengajak kita, khususnya para gembala umat, untuk mengikuti teladan Tuhan Yesus, dengan menjadi gembala yang baik.

by: adrian