Jumat, 21 Agustus 2015

Demam Batu Akik

Saat ini memang lagi jaman batu. Di mana-mana orang berbicara tentang batu. Setiap perjumpaan selalu dibumbui dengan pembicaraan soal batu, entah tentang jenis, model dan harga.
Tak ketinggalan pula dengan para imam. Dalam setiap pertemuan, entah itu acara rekoleksi atau pertemuan informal lainnya, selalu saja diselingi dengan pembicaraan batu. Dan bukan hanya itu, mereka juga sudah mulai pamer-pameran. Kalau tahun-tahun sebelumnya yang sering dipameri adalah laptop, HP, tablet atau kamera yang serba canggih dan mahal, kali ini mereka pamer-pameran batu.
Pada suatu kali para imam bertemu dalam acara rekoleksi bulanan. Saat istirahat, beberapa imam berkumpul dan mulai memamerkan batunya.
Rm. Aleks   : Ini batu saya. Kinyang air. Harganya 375 ribu.
Rm. Agus    : Ah, masih kalah dengan saya. Punyaku Kecubung orange dengan harga 400 ribu.
Rm. Kristo   : Aku punya batu satam. 450 ribu.
Rm. Budi     : Batu kalian masih kalah dengan batunya om Zakarias (salah seorang karyawan keuskupan). Untuk dapatkan batu itu, ia harus keluarkan uang sebenar 2 juta lebih.
Rm. Aleks    : Ah masak?
Rm. Agus    : Batu apaan itu?
Rm. Budi     : Kemarin ia baru selesai operasi untuk mengeluarkan batu ginjalnya. Biaya operasinya saja sudah 2 juta. Belum lagi biaya opname dan obat.
Semua         : Akh, sialan!
Pangkalpinang, 13 Juni 2015
by: adrian
Baca juga humor lainnya:

Renungan Hari Jumat Biasa XX - Thn I

Renungan Hari Jumat Biasa XX, Thn B/I

Dalam Injil hari ini Tuhan Yesus dicobai oleh seorang ahli Taurat yang bertanya soal hukum yang terutama dalam kitab Taurat (ay. 35 – 36). Dan Tuhan Yesus dengan tenang memberikan jawaban kepada mereka, yaitu hukum cinta kasih, dimana di sana “tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (ay. 40). Cinta kasih itu tertuju pada dua pihak yang tak bisa dipisahkan: cinta kepada Tuhan dan cinta kepada sesama. Yang menarik untuk direnungkan adalah hukum kasih kepada sesama. Tolok ukur kasih kepada sesama adalah diri sendiri. Bukan berarti egois, melainkan sejauh mana kita ingin diperlakukan, lakukanlah itu kepada orang.
Prinsip inilah yang dirasakan dan diterapkan oleh Rut dalam bacaan pertama hari ini. Dalam kitabnya, Rut merasa tidak tega meninggalkan Naomi, mertuanya, seorang diri. Rut mengambil bagian dalam penderitaan dan sengsara yang bakal dialami oleh mertuanya itu. Rut meletakkan gambaran itu pada dirinya dan dia merasa bahwa diapun tak ingin ditinggalkan sendirian, sehingga atas sikap itu ia tetap setia mendampingi mertuanya. Pendampingan itu benar-benar secara totalitas, karena ia sungguh menyatu dengan Naomi. “Ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, ke situ jugalah aku bermalam; bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku.” (ay. 16).
Sabda Tuhan hari ini bukan sekedar memberitahukan kepada kita tentang hukum yang terutama  dalam hidup. Bukan tidak mustahil bahwa kita sudah terlalu sering mendengar hukum terutama ini. Menjadi persoalan, sejauh mana kita menerapkannya dalam hidup. Lewat sabda-Nya, Tuhan menghendaki agar kita melaksanakan perintah Tuhan ini, yaitu mengasihi Tuhan dan sesama. Salah satu tolok ukur pelaksanaan perintah cinta kasih ini adalah diri kita sendiri. Sebagaimana kita ingin diperlakukan, maka perlakukanlah itu kepada Tuhan dan sesama.***
by: adrian