Senin, 19 Februari 2018

TUJUAN PERKAWINAN KATOLIK: MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN BERSAMA

Kanon 1055 §1 menegaskan bahwa tujuan orang menikah adalah mewujudkan kesejahteraan suami–isteri. Mereka akan mengarahkan perjuangan hidup untuk menggapai kesejahteraan bersama. Hal ini mau menegaskan kembali akan kesetaraan pria dan wanita sebagai suami dan istri sebagaimana telah diamanatkan Allah dalam kisah penciptaan.
Apa itu sejahtera? Umumnya “sejahtera” dipahami sebagai situasi aman sentosa, makmur dan selamat (terlepas dari segala macam gangguan). Aman sentosa berarti rukun dan damai, jarang terjadi pertengkaran, perselisihan bahkan perkelahian. Makmur berarti kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan) terpenuhi. Selamat berarti tidak mengalami gangguan dari luar, seperti sakit, kecelakaan, bencana, musibah, dll. Tampak jelas bahwa kesejahteraan tidak hanya bergantung pada banyaknya harta benda. Ada orang kaya, tapi hidupnya kurang sejahtera. Bagaimana mencapainya?
Pertama-tama harus disadari bahwa semua hal tersebut mesti diraih dengan cara yang baik dan benar, karena hal ini secara tak langsung berpengaruh juga pada kesejahteraan hidup. Untuk hidup makmur, orang harus giat bekerja. Rasul Paulus mengatakan bahwa kebutuhan hidup harus diperjuangkan, bukan dengan duduk berpangku-tangan (bdk. 2Tes 3: 10). Kitab Amsal menulis, “Hati si pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia, sedangkan hati orang rajin diberi kelimpahan.” (Ams 13: 4). Hidup rukun dan damai bisa diraih jika ada kasih. Untuk memahami kasih, silahkan baca 1Kor 13. Keselamatan bisa didapat dengan pengendalian diri dan membangun sikap berjaga-jaga. Kitab Kebijaksanaan menulis, “Siapa yang berjaga karena kebijaksanaan segera akan bebas dari kesusahan.” (Keb 6: 15).
Selain hal-hal di atas, perlu juga dibangun sikap syukur: mensyukuri apa yang ada dalam hidup. Sikap syukur membuat orang tidak mudah iri hati, dan tidak dikendalikan oleh keinginan (bdk. Yak 4: 1 – 2). Hidupnya didasarkan pada kebutuhan, bukan keinginan.
by: adrian