Sabtu, 30 Agustus 2014

Orang Kudus 30 Agustus: St. Heribertus

SANTO HERIBERTUS, USKUP
Heribertus lahir di kota Worms, Jerman, pada tahun 970. Orang tuanya mempercayakan dia kepada Abbas Gorse, pemimpin Biara Benediktin Lorraine untuk dididik sesuai dengan cara hidup kristiani. Pendidikan dan cara hidup di biara itu berhasil menanamkan dalam batinnya hasrat yang kuat untuk menjalani hidup membiara. Namun cita-citanya itu tidak direstui oleh ayah dan sanak keluarganya.  Heribertus segera dipanggil pulang ke Worms agar tidak lagi terpengaruh oleh cara hidup membiara.

Namun rencana Tuhan atas dirinya tak terselami manusia. Meskipun orang tuanya berusaha keras menghindarkan dia dari cita-cita hidup membiara itu, ia tetap menunjukkan kesalehan hidup yang mengagumkan. Melihat cara hidupnya itu, ia kemudian ditahbiskan menjadi imam. Oleh Raja Otto III, ia diangkat menjadi penasehat pribadi baik dalam kehidupan politik maupun kehidupan rohani. Prestasi kariernya terus meningkat dengan pengangkatannya sebagai Vikaris Jenderal Keuskupan Koln, dan kemudian sebagai Uskup Agung Koln.

Heribertus memanfaatkan kedudukannya sebagai penasehat pribadi raja dan sebagai imam untuk menunjukkan cinta kasih Allah kepada orang banyak. Bersama Otto III, ia mendirikan gereja dan biara di kota Deutss, sebelah kota Rhein, atas tanggungan kerajaan. Ia dengan giat merawat orang-orang sakit dan memperhatikan nasib para kaum miskin. Sebagian besar pendapatannya dibagi baik untuk kepentiingan Gereja maupun untuk kepentingan aksi-aksi sosial. Ia sendiri hidup dari sisa-sisa uang yang diterimanya dari raja. Kepada imam-imamnya yang mengalami kesulitan keuangan, ia mendermakan juga sebagian dari pendapatannya.

Sekali peristiwa, ia menemani Otto III ke Italia untuk sesuatu urusan politik. Tak terduga-duga Otto III meninggal seketika karena keracunan. Dalam kebingungan dan kesedihan, ia membawa pulang jenazah Otto II ke Aachen, Jerman, dan menguburkannya secara terhormat. Peristiwa ini menimbulkan pertentangan hebat antara dia dan Pangeran Heinrich II. Ia dituduh sengaja meracuni Otto III dengan maksud untuk mengambil alih kekuasaan sebagai raja. Ketegangan ini baru mereda ketika Pangeran Heinrich dilantik menjadi raja menggantikan ayahnya.

Tanpa menaruh dendam kepada Heinrich, Heribertus dengan senang hati melepaskan tugasnnya sebagai penasehat raja dan mulai memusatkan perhatiannya kepada kehidupan rohaninya dan pelayanan umat. Ia mulai lebih banyak berdoa dan melakukan silih. Pada musim kering, ia bersama umat mengadakan perarakan dari Gereja Santo Saverinus ke Gereja Santo Pantaleon. Dalam khotbah-khotbahnya ia menghimbau agar umat bertobt dan percaya kepada kerahiman Allah. Kepada imam-imamnya, ia mengadakan kunjungan-kunjungan pastoral dan menggalakkan pembinaan rohani untuk meneguhkan mereka dalam panggilan dan karyanya. Heribertus dikenal sebagai seorang uskup yang saleh dan sayang pada umatnya. Ia meninggal dunia pada tahun 1021 karena serangan penyakit.

Baca juga riwayat orang kudus 30 Agustus
St. Ghabra Mikael

(Pencerahan) Orang Bermasalah Selalu Salah

ORANG BERMASALAH SELALU SALAH
Masalah selalu mengiringi kehidupan setiap manusia. Tidak ada manusia yang tidak punya masalah. Masing-masing kita memiliki masalah, entah itu besar atau pun kecil, berkaitan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain dan lingkungan. Salah satu masalah yang biasa kita jumpai, terlebih dalam berelasi dengan orang lain, entah itu di lingkungan masyarakat atau juga di lingkungan kerja, adalah orang bermasalah.

Tak sedikit dari kita menilai bahwa orang bermasalah adalah orang yang salah. Dengan sangat mudah kita memvonis bersalah pada mereka yang bermasalah, tanpa pernah berusaha menyelami mengapa mereka itu bermasalah. Kita sudah dirasuki oleh pendapat umum bahwa orang bermasalah adalah salah. Mereka harus dibenahi.

Sebuah contoh pengalaman. Di sebuah tempat kerja, Tono selalu membuat Joko, sang pimpinannya, stress, tertekan dan lain sebagainya. Karena situasi ini, maka kebanyakan orang melihat kalau kondisi fisik Joko yang kurus dan kurang ceria sebagai efek langsung dari perilaku Tono. Joko makan hati. Dan orang pun menilai Tono sebagai orang bermasalah. Orang melihat bahwa Tono-lah biangnya sehingga ia harus dibenahi.

Akhirnya, pimpinan pusat membuat kebijakan untuk memindahkan Tono ke tempat kerja lain. Ketika sudah terjadi perpindahan itu, seorang teman langsung berkomentar kepada Joko, ”Wah, wajahmu sudah berseri ya. Kelihatan juga badan makin gemuk. Maklumlah, Tono sudah pindah.” Teman ini melihat bahwa Joko sudah terbebas dari beban deritanya, yang adalah si Tono. Teman ini melihat bahwa Tono adalah akar masalahnya. Bukan tidak mungkin, para penasehat pimpinan umum juga melihat hal yang sama sehingga mereka mengambil kebijakan untuk membenahi si Tono dengan cara memindahkannya.

Apakah orang bermasalah selalu berarti salah? Harus diyakini bahwa tak selamanya orang bermasalah itu salah. Yesus, selama hidup-Nya, selalu menjadi masalah bagi para imam, kaum Farisi dan para ahli Taurat, tapi Yesus tidak salah. Pada masa perjuangan, Bung Karno dinilai menjadi biang masalah bagi pemerintahan Belanda sehingga ia harus diungsikan. Tentu kita kenal Albert Einstein, ilmuwan terbesar, yang pada tahun 1999 dianugerahi gelar “Tokoh Abad Ini” oleh majalah time. Waktu masih kecil, di sekolah guru-guru melihat bahwa Arbert ini sebagai siswa bermasalah. Karena itu, dia akhirnya dikeluarkan dari sekolah dan dipulangkan ke rumahnya.

Akan tetapi, apa yang terjadi sebenarnya? Justru mereka-mereka yang dianggap bermasalah itulah yang benar. Mereka yang dianggap bermasalah justru cemerlang. Mungkin karena kecemerlangan itu di luar kebiasaan sehingga dilihat orang sebagai orang yang salah. Padahal yang salah adalah orang-orang yang mempermasalahkan mereka. Jadi kesalahan bukan terletak pada orang yang bermasalah, tapi pada orang yang mempermasalahkan.

Tentulah kesimpulan ini tidak bisa diterapkan kesemua hal. Kita tak boleh membuat genaralisasi. Harus ada pemilah-milahan kasus. Intinya adalah: tidak semua orang bermasalah itu adalah orang yang salah. Kita harus membuang pemikiran ini. Kita jangan terlalu cepat mengadili orang bermasalah sebagai salah. Karena bisa saja kesalahan itu ada pada orang lain atau juga lingkungan yang tidak kondusif yang membuat orang menjadi bermasalah.
Pangkalpinang, 31 Juli 2014
by: adrian
Baca juga:
5.      Menghadapi Orang Sulit

Renungan Hari Sabtu Biasa XXI - Thn II

Renungan Hari Sabtu Biasa XXI, Thn A/II
Bac I    1Kor 1: 26 – 31; Injil                        Mat 25: 14 – 30;

Bacaan pertama, yang diambil dari surat Rasul Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus, mau mengatakan kepada jemaat bahwa Tuhan tidak memandang status manusia. Bahkan Paulus dengan tegas mengatakan bahwa orang bodoh dan lemah dipilih Tuhan untuk mempermalukan orang pintar dan kuat. Bukan berarti bahwa Tuhan membela orang bodoh dan lemah, melainkan orang yang bersikap rendah hati. Jadi, bukan pada jenis orangnya (bodoh dan lemah di satu sisi, dan pintar dan kuat di sisi lain), melainkan pada sikapnya. Sikap itu merupakan perbuatan yang hidup dari hari ke hari.

Apa yang ditekankan Paulus dalam bacaan pertama, senada dengan apa yang ditekankan Tuhan Yesus dalam Injil hari ini. Dalam Injil Tuhan Yesus memberikan pengajaran tentang Kerajaan Sorga dalam bentuk perumpamaan talenta. Di sini bukan soal jumlah talenta yang diberikan si tuan dalam cerita itu. Bukan soal lima, dua atau satu talenta, melainkan proses penghasilan itu. Dengan kata lain, Tuhan melihat bagaimana hamba berusaha supaya talenta yang didapatnya menghasilkan. Jadi, sekalipun dapat satu telenta, namun jika si hamba mau berusaha sehingga satu talenta itu menghasilkan satu telenta lain lagi atau mungkin lebih, maka sang tuan akan berkenan padanya. Atau jika hamba yang mendapatkan lima talenta tapi tidak mau mengusahakannya, maka ia akan mendapat murka.

Sabda Tuhan hari ini mau mengajarkan kita bahwa Tuhan tidak melihat status diri kita, melainkan perjuangan hidup kita. Sekalipun kita masuk kategori orang-orang terpilih, namun jika hidup kita tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, maka Tuhan tidak berkenan pada kita. Tuhan menghendaki kita supaya apa yang kita peroleh dari Tuhan tidak kita nikmati sendiri, melainkan dibagikan kepada orang lain.

by: adrian