Kamis, 25 Juni 2020

MUHAMMAD DAN GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK

Narsistik adalah kondisi gangguan kepribadian dimana seseorang akan menganggap dirinya sangat penting dan harus dikagumi. Seorang narsistik biasanya merasa bahwa dirinya memiliki pencapaian yang luar biasa dan lebih baik dari orang lain dan merasa bangga secara berlebihan pada dirinya, meski pencapaian yang dimiliki biasa saja. Pengidap narsistik juga biasanya mempunyai tingkat empati yang rendah kepada orang lain, dan menganggap dirinya memiliki kepentingan yang lebih tinggi dari orang lain. Pengidap gangguan kepribadian narsistik memiliki perasaan yang mudah tersinggung dan bisa dengan mudah merasakan depresi ketika mereka dikritik oleh orang lain, meskipun mereka memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.
Umumnya kepribadian narsistik muncul pada awal usia dewasa, meski pada beberapa kasus terdapat juga pada sebagian remaja yang baru mengalami pubertas. Penyebab utama gangguan kepribadian narsistik belum diketahui karena biasanya sangat kompleks. Masa kanak-kanak yang disfungsional bisa saja berkorelasi dengan gangguan kepribadian narsisitik. Faktor disfungsional tersebut terjadi karena orangtua yang memanjakan anaknya terlalu berlebihan, memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap anak, perlakuan kejam terhadap anak, ataupun anak sering diabaikan oleh orangtua. Ada juga faktor genetik yang membentuk perilaku narsistik.
Orang narsistik umumnya menunjukkan kebiasaan anti kritik. Mereka sulit menerima kritikan, dan menganggap kritikan itu sebagai penghinaan. Menghadapi kritikan, orang dengan kepribadian narsistik akan bereaksi dengan kemarahan, penghinaan serta berbagai cara untuk meremehkan orang lain sehingga membuat dirinya terlihat lebih baik. Selain anti kritik, orang narsistik masih menunjukkan beberapa gejala. Berikut ini gejala dari gangguan kepribadian narsistik:

SOMBONG + SERAKAH = SINGLE FIGTHER

Ketika membangun rumah tangga, suami dan isteri memiliki cita-cita mewujudkan kesejahteraan hidup rumah tangga, baik bagi mereka dan juga anak-anak hasil buah cinta mereka. Mewujudkan cita-cita ini merupakan tugas dan tanggung jawab semua anggota keluarga, disesuaikan dengan kapasitas masing-masing.

Ada sebuah keluarga terdiri dari suami, isteri dan lima orang ada. Mengikuti tradisi yang ada, suami adalah kepala keluarga. Dia bertanggung jawab atas kehidupan rumah tangganya. Karena ingin mewujudkan tanggung jawab itu, sekaligus ingin menunjukkan bahwa dia benar-benar suami (kepala keluarga yang bertanggung jawab), ia ambil semua peran yang ada.

Isteri hanya bertugas melahirkan dan menyusui anak (maklum, tugas yang satu ini tidak bisa diambil alihnya). Sedangkan anak-anak hanya makan dan belajar saja (ini juga tidak dibutuhkannya). Sementara sang suami ini, karena mau menunjukkan rasa tanggung jawabnya, mengambil alih tugas yang ada. Dia yang memasak, mencuci pakaian, mencuci piring dan membersihkan rumah serta halaman. Dia kerja mencari uang. Dia yang mengurus, mendidik dan membesarkan anak-anak. Dia yang mengantar anak ke sekolah, membayar uang sekolah anak di sekolah, mengikuti pertemuan anak di sekolah. Dia juga yang membayar rekening listrik, telepon, air, dll. Dia-lah yang mengurus semuanya. Isteri hanya melahirkan dan menyusui, dan anak-anak hanya makan dan belajar.

Suatu hari, ia bangun agak kesiangan. Setelah masak nasi dan menyiapkan sarapan bagi isteri dan anak-anak, ia mandi dan mempersiapkan diri untuk pergi ke kantor. Pakaian kotor, yang biasanya dicuci setelah masak nasi tadi, ditunda. “Mungkin, siang saya pulang sebentar untuk cuci pakaian.” Karena waktu juga sudah mepet, piring kotor pun tak sempat dicuci. Dia berpesan kepada isterinya bahwa nanti siang dia pulang sebentar sekalian cuci piring dan pakaian. Dengan mobil ia pertama-tama mengantar anak-anak ke sekolah.