Senin, 24 April 2017

PASKAH JANGAN HANYA DIRAYAKAN, TAPI ......

Paskah merupakan salah satu tradisi iman, baik bagi orang Yahudi maupun orang kristiani. Inti dari paskah adalah Allah menyelamatkan umat-Nya. Orang islam, sekalipun tergabung dalam agama samawi dengan Yahudi dan Kristen, tidak mempunyai tradisi paskah.
Bagi orang Yahudi, paskah itu terlihat dari pembebasan umat Israel dari perbudakan Mesir. Allah menyelamatkan umat-Nya. Ini dapat dibaca dalam Kitab Keluaran, dimana dikisahkan bahwa orang Israel melaksanakan perjamuan paskah. Darah anak domba membebaskan mereka dari tulah, yang kemudian menghantar mereka ke Laut Merah.
Bagi orang kristen, paskah itu terlihat dari pembebasan umat manusia dari perbudakan dosa. Hal ini terlihat dala peristiwa salib dan kebangkitan Yesus Kristus. Yesus-lah Anak Domba Allah yang dikorbankan, yang darah-Nya membawa penebusan. Pengorbanan Yesus berpuncak di kayu salib.
Sangat menarik jika diperhatikan pergeseran arah keselamatan pada paskah orang Yahudi ke paskah orang Kristen. Kalau paskah Yahudi pembebasan hanya terjadi pada orang Israel saja, sedangkan paskah Kristen terjadi pada semua umat manusia; bukan hanya umat kristiani saja. Bagi orang kristen tentu sudah tak asing lagi makna penebusan itu. orang kristen sudah tahu bahwa dirinya sudah ditebus lewat kematian dan kebangkitan Kristus. Namun tidaklah dengan orang-orang non kristinai. Mereka sama sekali belum tahu, bahwa dirinya sudah ditebus. Oleh karena itu, tugas orang kristen untuk menyampaikannya. Yesus sudah berkata, “Kamu adalah saksi dari semuanya ini.” (Lukas 24: 48).
Karena paskah identik dengan Allah menyelamatkan umat-Nya, tentulah hal ini mendatangkan sukacita. Umat pantas bergenbira dan merayakannya. Karena itu, tak heran di gereja-gereja, usai kebaktian paskah diadakan perayaan.
Patut disayangkan bahwa paskah hanya sebatas perayaan saja. Umat kristen disibukkan dengan bagaimana merayakan paskah. Mulai acara liturgi hingga rekreasi. Hal ini membuat orang kristen jatuh ke dalam seremonial-ritualistik. Dan setelah pesta atau perayaan, umat masuk ke dalam situasi biasa. Tidak ada sesuatu yang baru
Paskah hendaknya tidak hanya sekedar dirayakan, melainkan juga dialami dan dimaknai. Dengan mengalami paskah, orang dapat memaknai paskah tersebut. Pusat pemaknaan paskah adalah Yesus yang bangkit. Bagaimana memaknai paskah?
Pertama-tama kita perlu menyadari bahwa kebangkitan Yesus adalah juga kebangkitan kita. Paskah Yesus adalah paskah kita juga. Umat harus juga mengalami kebangkitan. Paskah, secara sederhana, dapat dipahami sebagai perubahan. Rasul Petrus, dalam kotbahnya di hari turunnya Roh Kudus (Pentakosta), mengatakan bahwa dengan paskah kemanusiaan Yesus berubah “menjadi Tuhan dan Kristus.” (Kis 2: 36).
Jadi, sama seperti Yesus yang berubah, hendaklah umat kristiani juga berubah. Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Roma, mencoba memberi pendasaran paskah kita (Roma: 6: 1 – 14). Bagi Paulus, dengan paskah kita menjadi manusia baru. Manusia lama kita sudah disalibkan bersama Kristus. Manusia lama itu adalah dosa-dosa kita, kebiasaan-kebiasaan buruk, sikap, mental dan cara pikir yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Semua ini sudah dipaku pada kayu salib lewat baptisan yang kita terima. Dengan menyalibkan manusia lama kita, itu berarti kita haruslah juga bangkit bersama Yesus. Bangkit bersama Yesus berarti kita menjadi manusia baru.
“Baru” di sini dapat dimengerti dengan hidup baik atau lebih baik lagi. Hidup lama yang tidak baik diubah menjadi baik; hidup yang sudah baik diubah menjadi lebih baik. Dalam bahasa iman, hidup baik atau lebih baik di sini berarti hidup tanpa dosa. Paulus berkata, “Hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana.” (Roma 6: 12).
Toboali, 24 April 2017

by: adrian, disampaikan dalam kotbah paskah bersama gereja-gereja kristen se-Bangka Selatan di Gereja GPDI El Sadai, Pasir Putih