Jumat, 16 Agustus 2019

MEMAHAMI SIKAP UMAT ISLAM TERHADAP ORANG KAFIR


Ketika BTP, sapaan Basuki Tjahaya Purnama, saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, ia menyumbang 30 ekor sapi pada hari raya Idul Adha. Tindakan BTP ini menimbulkan tanggapan yang bernada pro dan kontra di media sosial, salah satunya adalah facebook. Dari sini orang dapat menarik satu kesimpulan bagaimana orang islam menyikapi orang non muslim, yang notabene adalah kafir. Dari sekian banyak postingan, kami akan mengambil postingan dari Lina AR Nasution, yang begitu banyak mengemukakan pendasaran quranis sikap umat islam terhadap orang non islam.
Lina memberikan dasar-dasar Al-Quran, yang dapat menjadi dasar sikap orang islam terhadap orang kafir. Intinya adalah muslim haram memilih pemimpin kafir
1.    Al-Quran melarang menjadikan orang kafir sebagai pemimpin
QS Ali ‘Imraan: 28, “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (Pemimpin/Pelindung), dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).”
QS An-Nisaa’: 144, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi WALI (Pemimpin/Pelindung) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?”
QS Al-Maaidah: 57, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi PEMIMPINMU, orang-orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik)). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman

INI SOLUSI MEROTASI TENAGA PASTORAL


Memang dalam Kitab Hukum Kanonik, jabatan Pastor Paroki itu tidak mempunyai batasan waktu. Bisa saja seorang menduduki jabatan Pastor Paroki selama hidupnya atau minimal sampai usia pension. Akan tetapi, mempertimbangkan aspek lainnya dirasakan perlunya adanya batasan dan rotasi jabatan. Hal ini tidak hanya berguna bagi sang imam tetapi juga bagi umat. Hanya sayangnya belum ada semacam solusi untuk pengaturan hal ini.
Blog budak-bangka 5 tahun lalu, persisnya, 16 Agustus 2015, mencoba memberikan semacam tawaran bagaimana mengatur rotasi para petugas pastoral ini. Lewat sebuah tulisan dengan judul: “Manajemen Rotasi Tenaga Pastoral”, penulis memberikan pendasaran kenapa perlu diadakan rotasi dan kenapa pula harus terjadwal, serta bagaimana rotasi itu diadakan. Di samping itu, penulis memberikan juga manfaat diadakannya rotasi yang terjadwal ini.
Tulisan 5 tahun lalu tersebut dikemas dengan menggunakan bahasa Indonesia yang ringan dan sederhana sehingga pembaca mana pun mudah dan enak membacanya. Melihat maksud dan tujuannya, jelaslah bahwa tulisan itu berguna hanya bagi para pengambil kebijaksanaan di keuskupan.
Mengapa rotasi tenaga pastoral perlu diadakan? Apa saja manfaat diadakannya rotasi tenaga pastoral itu? Bagaimana rotasi tenaga pastoral itu dilaksanakan? Semua jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dapat ditemukan dalam tulisan 5 tahun lalu itu. Karena itu, langsung saja klik dan baca di sini. Selamat membaca!!!

KEGIATAN PASTORAL DEMI GEREJA ATAU KEPENTINGAN PRIBADI


Enam tahun lalu, persisnya hari ini, 16 Agustus 2013, blog budak-bangka menurunkan sebuah tulisan berupa sharing hidup dengan judul: “Kisah Tiga Cerita”. Ada nada kegelisahan hati dan kegalauan budi penulis dalam tulisan tersebut, yang membuat jiwa penulis memberontak. Ketiga kisah itulah yang menjadi inspirasi penulis sehingga melahirkan tulisan tersebut. Semua itu dilandasi pada kecintaan akan Gereja.
Ketiga cerita tersebut dapatlah dikatakan berpangkal pada UANG, yang diidentikkan juga dengan kekayaan. Hal ini senada dengan kata-kata Yesus, “Dimana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Luk 12: 34). Karena itulah, Rasul Paulus berani berkata, “Akar segala kejahatan ialah cinta uang.” (1Tim 6: 10).
Bukan lantas berarti uang atau kekayaan itu tidak penting. Uang memang bukanlah segala-galanya, namun segala-galanya terkadang butuh uang. Yang perlu diperhatikan adalah sejauh mana uang itu tidak memperbudak hidup kita. Karena itulah, ketiga cerita dalam tulisan 6 tahun lalu itu bermuara pada satu pertanyaan: apakah kegiatan-kegiatan gerejawi demi pengembangan Gereja atau kepentingan pribadi?
Dikemas dengan memakai bahasa Indonesia yang sederhana dan ringan membuat tulisan tersebut mudah dan enak dibaca oleh siapa pun. Tulisan itu berguna tidak hanya bagi para petugas pastoral, melainkan seluruh umat yang memiliki kecintaan pada Gereja. Lebih lanjut mengenai tulisan tersebut, langsung saja klik dan baca di sini. Selamat membaca!!!