Minggu, 17 Mei 2015

Teladan Bunda Maria bagi Kaum Remaja

Seorang gadis remaja sibuk di dapur setelah pulang dari sumur. Ia sedang mempersiapkan makan malam ketika seorang malaikat Tuhan datang kepadanya. Kedatangan malaikat itu benar-benar membuat gadis itu ketakutan. Wajahnya pusat pasi. Ia berdiri kaku bagaikan patung. Namun malaikat itu memintanya untuk tidak takut.
Beberapa menit kemudian, gadis itu mulai bisa mengendalikan dirinya. Terlebih lagi ketika malaikat itu mengatakan bahwa dirinya mendapatkan kasih karunia di hadapan Allah. Gadis itu pun langsung mengambil posisi duduk untuk menenangkan dirinya.
Akan tetapi, tiba-tiba dia berdiri tegak di hadapan malaikat itu saat dinyatakan dirinya hamil. Wajahnya merah padam karena amarah. Dia benar-benar tersinggung. Dia merasa martabat dan harga dirinya direndahkan dengan pernyataan malaikat itu.
“Kau pikir aku ini gadis murahan? Mana mungkin aku bisa hamil, karena aku belum bersuami? Aku sama sekali belum pernah bersentuhan dengan tunanganku.” Demikian ujarnya.
Demikianlah sepenggal kisah saduran dari peristiwa Maria menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel, yang dapat kita baca dalam Lukas 1: 26 – 38. Nama gadis dalam kisah di atas tentulah semua orang sudah bisa menebaknya. Dialah Maria, yang mengandung Tuhan Yesus Kristus. Sedangkan malaikat itu adalah Gabriel.
Kitab Suci memang tidak memberitahukan berapa usia Maria saat menerima warta gembira itu; atau ketika bertunangan dengan Yusuf. Dari beberapa tradisi yang ada, dikatakan bahwa Maria bertunangan dengan Yusuf pada saat masih remaja. Usianya kira-kira 14 – 16 tahun. Pada jaman dulu usia tersebut termasuk lumrah untuk menikah.
Dalam kisah di atas, sengaja ditampilkan ekspresi marah Maria ketika dirinya dinyatakan hamil. Kemarahan Maria bukan tanpa alasan. Dia sadar dan tahu adat istiadat serta hukum orang Yahudi bagi wanita yang kedapatan hamil sebelum resmi menikah. Hamil di luar nikah termasuk dalam kategori zinah. Hukumannya adalah hukuman mati dengan cara dirajam. Sadar akan semua itulah makanya Maria marah. Dia takut kalau dirinya dihukum mati, padahal dia tahu betul ia belum pernah berhubungan intim.
Selain soal hukum, Maria juga tahu tentang kehamilan itu. Orang hamil disebabkan karena melakukan hubungan seksual atau biasa dikenal dengan istilah hubungan suami isteri. Maklum, jaman dulu belum ada teknologi bayi tabung atau sistem kloning. Kehamilan pada jaman dulu hanya bisa terjadi kalau ada hubungan intim. Sementara Maria sadar dirinya belum bersuami. Jadi, mana mungkin dia melakukan hubungan suami isteri. Namanya juga hubungan suami isteri; hanya sah dilakukan oleh orang yang sudah berstatus suami dan isteri. Karena itu, pernyataan dirinya hamil mengandung perendahan harkat dan martabatnya sebagai perempuan.
Dua hal inilah yang menjadi pertimbangan Maria, yang waktu itu masih berusia remaja. Maria ingin menjaga harkat dan martabatnya sebagai perempuan. Ia tidak mau merendahkan dirinya, sebagaimana juga tidak mau dihukum. Sikap Maria yang mau menjaga harga diri dan martabat dirinya patut diapresiasi.
Sikap Maria ini dapat menjadi contoh teladan bagi kaum remaja. Bukan rahasia lagi jika remaja dewasa ini sudah banyak yang jatuh ke dalam seks bebas. Mereka tidak lagi menghargai nilai kesucian tubuh, harkat dan martabatnya. Dengan sangat mudah, para ramaja merendahkan dirinya dengan mengikuti dorongan hawa nafsu. Sekalipun masih berstatus pacaran (belum resmi sebagai suami/isteri) mereka dengan sangat mudah melakukan hubungan suami isteri. Hal ini dapat dilihat dari survey yang dilakukan BKKBN. Dari data tahun 2014 diketahui bahwa jumlah remaja yang melakukan hubungan seks di luar nikah mengalami kenaikan. Dari survey ini bisa dilihat juga beberapa kasus lain seperti aborsi, menikah di usia dini, dll.
Selain hal di atas, kehancuran moral remaja dapat terlihat dari adanya praktek menjual diri. Kita kenal istilah cabe-cabean. Hanya demi kepentingan dan kenikmatan sesaat, seorang gadis dapat dengan mudah menjual dirinya atau mau dirinya dijual. Di sini terlihat kalau mereka tidak lagi menghormati kesucian tubuh dan martabatnya sebagai perempuan.
Karena itu, sikap tegas Maria yang menjaga kesucian tubuh dan martabat dirinya harus menjadi contoh bagi kamu remaja dewasa kini, khususnya bagi remaja katolik. Memang survey yang dilakukan BKKBN menyangkup semua remaja Indonesia tanpa pengkategorian suku, daerah dan agamanya. Namun tentulah kita berharap agar anak-anak remaja katolik tidak ada yang terjerumus ke dalam masalah tersebut. Untuk itulah, kaum remaja perlu menjadikan Bunda Maria sebagai teladan hidupnya.
Batam, 2 Mei 2015
by: adrian

Renungan Hari Minggu Paskah VII - B



Renungan Hari Minggu Paskah VII, Thn B/I
Injil    Yoh 17: 11b – 19;
Injil hari ini menampilkan kisah Tuhan Yesus yang berdoa kepada Bapa-Nya. Dalam doa-Nya itu, ada kesan bahwa Tuhan Yesus akan berpisah dengan para murid-Nya. Dia tidak akan selamanya bersama dengan mereka. Sadar bahwa diri-Nya tidak akan berada bersama mereka, Tuhan Yesus menyerahkan mereka kepada Bapa. Tuhan Yesus meminta agar Bapa kelak menyertai perjalanan hidup mereka. Yang menarik di sini adalah bagaimana Tuhan Yesus mengikut-sertakan Allah Bapa dalam perjalanan para murid.
Teladan Tuhan Yesus dalam Injil terlihat jelas dalam diri para rasul, dalam bacaan pertama. Kitab Kisah Para Rasul mengisahkan proses pemilihan pengganti Yudas Iskariot yang telah meninggal karena bunuh diri, untuk melengkapi keduabelas rasul Tuhan. Ada dua nama yang diusulkan. Proses pemilihan ada di tangan para rasul. Akan tetapi dikatakan bahwa sebelum melakukan pemilihan “mereka semua berdoa” (ay. 24). Ini menunjukkan bahwa mereka tidak hanya mengandalkan kekuatan atau keahlian manusiawi, melainkan turut melibatkan Tuhan.
Yohanes, dalam suratnya yang pertama, yang menjadi bacaan kedua hari ini, seakan merefleksikan kedua bacaan tadi. Intinya adalah hendaknya jemaat senantiasa melibatkan Allah dalam kehidupannya. Salah satu ungkapan pelibatan itu, bagi Yohanes, adalah dengan hidup saling mengasihi. Bagi Yohanes, Allah adalah kasih (ay. 16). Karena itu, jika jemaat hidup saling mengasihi, maka Allah tetap diam di dalamnya (ay. 12). Yohanes mengajak jemaat untuk saling mengasihi sebagai ungkapan murid-murid Tuhan Yesus.
Dalam kehidupan kita sering kali hanya mengandalkan kekuatan manusiawi. Orang tua hanya mengandalkan pengalaman dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Guru mengandalkan kemampuannya mengajar. Ada imam yang mengandalkan jabatan, gelar, kedekatan dengan uskup atau kekuasaannya. Dan masih banyak contoh lainnya. Sangat jarang orang mau melibatkan Tuhan dalam karyanya. Padahal kita perlu melibatkan Tuhan dalam setiap aktivitas. Melibatkan Tuhan dalam setiap karya dapat dilihat dari ada tidaknya kasih, karena Allah adalah kasih. Jadi, jika kita melibatkan Allah dalam kehidupan kita, maka ada kasih di dalam setiap karya kita. Inilah yang dikehendak Tuhan melalui sabda-Nya hari ini.***
by: adrian