Senin, 10 Desember 2012

(Inspirasi Hidup) Kisah Keledai dalam Sumur

Keledai dalam sumur
Suatu ketika ada seekor keledai yang terperosok ke dalam sumur tua. Beberapa masyarakat yang mengetahui menyebarkan berita ini ke penduduk desa lainnya. Sumur tersebut sangat dalam, sehingga penduduk kesulitan untuk mengeluarkannya. Setelah berembuk akhirnya mereka memutuskan untuk mengubur si Keledai ini hidup-hidup.

Tibalah rantaian penduduk ini secara estafet mengalirkan ember berisi pasir ke dalam sumur tua tersebut. Di bagian ujung sumur ada petugas untuk memastikan apakah si keledai sudah terkubur seluruhnya atau belum. Namun, karena tampak tidak begitu jelas, si penjaga tadi hanya melihat kepala keledainya saja, maka diteruskanlah penguburan pasir tersebut. Tak terasa, hampir sebagian sumur telah terisi. Karena heran mendengar jawaban si penjaga tentang si keledai yang masih hidup mereka akhirnya semua mendekat ke bibir sumur. Dan ternyata benar, si keledai masih hidup.

Rupanya si keledai menggoyangkan badannya ketika deburan pasir itu mengenai badannya, terus begitu, hingga pasir yang jatuh dijadikannya sebagai pijakan. Masyarakat yang melihat perilaku keledai ini menjadi terinspirasi dan meneruskan kembali menambahkan pasir ke dalam sumur. Hingga ke dalam batas yang mereka bisa jangkau, akhirnya mereka mengeluarkan keledai tersebut dengan mudah.
***
Sahabat, demikianlah pula dalam hidup, debu pasir yang menjatuhi kita pun sering kali hadir di saat kita dalam keadaan terpuruk. Namun, jika Anda memilih untuk bangkit dan menjadikan masalah tadi sebagai pijakan untuk ke level selanjutnya, justru itu akan menjadi berkah bukan.

Percayalah, jika sebuah masalah berat menimpamu, itu pertanda Tuhan sedang menyiapkan sesuatu yang besar untukmu.

sumber: http://insancoach.wordpress.com/category/kisah-inspiratif/  (21 Juni 2012, jam 22: 45)
Baca juga refleksi lainnya:

Mengenal Aliran Sesat Donatisme

DONATISME

Dalam "Orang Kudus Hari Ini" yang mengisahkan Paus Miltiades, diungkapkan bahwa pada masa itu ada aliran sesat bernama Donatisme. Untuk melengkapi tulisan itu, maka kami menurunkan juga uraian singkat tentang aliran Donatisme agar pembaca dapat mengetahuinya. 

Donatisme merupakan aliran sesat yang menyoroti masalah moral religius. Aliran, yang muncul awal abad IV, ini bukan termasuk bida’ah, melainkan skisma. Istilah ‘Donatisme’ diambil dari nama penggagasnya, yaitu Donatus. Donatus sendiri merupakan Uskup Casae Nigrae, di Selatan Numibia.

Kemunculan aliran ini tak lepas dari peristiwa penahbisan Sesilianus sebagai Uskup Kartago oleh Mgr Feliks, Uskup Aptunga, pada tahun 311. Donatus menolak keabsahan tahbisan itu berkaitan dengan uskup penahbisnya yang tidak benar dan tidak layak. Bagi Donatus Mgr Feliks tidak layak karena ia pernah murtad dalam penghambatan Kaisar Diokletianus. Uskup-uskup Numibia mendukung Donatus dan mereka menahbisakan Mayorinus sebagai Uskup Kartago. Setelah Donatus meninggal, pimpinan gereja ini dipegang oleh Mayorinus.

Donatisme mengajarkan bahwa gereja merupakan kumpulan orang-orang suci. Setiap Sakramen adalah sah apabila dilaksanakan oleh orang yang suci, tak berdosa dan tidak pernah murtad. Yang masuk kategori orang berdosa bukan hanya orang yang pernah murtad, namun juga orang yang bergaul dengan orang yang murtad itu.

Berawal dari kasus tahbisan Uskup Sesilianus, ajaran Donatus ini dikembangkan oleh para pengikutnya. Para donatis menilai bahwa orang berdosa tidak bisa melayani sakramen-sakramen secara sah. Sakramen yang dilayani oleh imam/uskup yang berdosa membuat sakramen itu tidak sah. Oleh karena itulah, mereka menolak keabsahan sakramen yang dilayani oleh pelayan-pelayan yang tidak pantas. Selain itu, mereka juga menuntut agar orang-orang kristen yang telah jatuh lagi ke dalam dosa berat untuk dibaptis ulang.

Santo Agustinus dengan keras melawan aliran Donatisme ini. Bagi Agustinus, sah tidaknya sebuah sakramen bukan tergantung pada kesucian pelayannya, tapi tergantung pada Tuhan Allah sendiri. Selain Agustinus, Paus Miltiades juga menentang aliran ini dengan keras, namun bijak. Dalam konsili yang diadakan di istana Lateran pada bulan Oktober 313, Paus Miltiades mengutuk aliran ini dan mengekskomunikasikan Donatus dari Gereja. Namun Paus menerima para penganut aliran ini. Akhirnya pada Abad 7, aliran ini tidak ada lagi.

oleh: adrian
Sumber:
2.       Eddy Kristiyanto, OFM, Selilit Sang Nabi: Bisik-bisik tentang aliran sesat. Yogyakarta: Kanisius, 2007
             3.    Mgr. Nicolaas Martinus Scheiders, CICM, Orang Kudus Sepanjang tahun. Jakarta: Obor, 2008

Renungan Hari Senin Adven II-C

Renungan Hari Senin Adven II, Thn C/I
Bac I : Yes 35: 1 – 10; Injil       : Luk 5: 17 – 26

Sabda Tuhan dalam bacaan pertama dan Injil memiliki kesamaan cerita. Dalam bacaan pertama, Nabi Yesaya mengungkapkan kegembiraan umat akan karya Allah atas mereka. Umat melihat kemuliaan Tuhan yang tampak pada gambaran "orang lumpuh akan melompat seperti rusa, dan mulut orang bisu akan bersorak-sorai." (ay. 6).

Dalam Injil, penginjil Lukas mengungkapkan kegembiraan umat akan karya Allah dalam peristiwa penyembuhan orang lumpuh. Sebenarnya kegembiraan itu bukan semata atas peristiwa penyembuhan, melainkan atas pembebasan dari "belenggu" kaum Farisi dan ahli Taurat. Sehingga ketika Yesus menyembuhkan orang lumpuh itu, mereka takjub dan memuliakan Allah sambil berkata, "Hari ini kami telah menyaksikan hal-hal yang sangat mengherankan." (ay. 26).

Sabda Tuhan hari ini mau menyadarkan kita bahwa Yesus merupakan pemenuhan janji Allah yang sudah dikatakan para nabi Perjanjian Lama. Khususnya pada hari ini apa yang diungkapkan Nabi Yesaya nyata dalam diri Yesus.

Oleh karena itu, kita sangat diharapkan menyambut-Nya dengan sukacita. Kita tak perlu menunggu lagi akan terjadinya mujizat. Yesus itulah mujizatnya. Maka dari itu, sabda Tuhan mau mengajak kita untuk memuliakan Allah atas diri Yesus. Sama seperti orang Israel, kita dapat berkata, "Hari ini kami telah menyaksikan hal yang sangat menakjubkan, yaitu Yesus Kristus."

by: adrian

Orang Kudus 10 Desember: St. Miltiades

Santo miltiades, paus & pengaku iman
Miltiades lahir di Afrika Utara pada tanggal yang tidak diketahui. Ia memimpin Gereja Kristus sebagai paus dari tahun 311 sampai 314 menggantikan Paus Eusebius, yang mengakhiri masa jabatannya pada tahun 309. Masa kepemimpinannya ini tergolong suatu kurun waktu yang amat bergelora bagi umat kristen. Pada awal kepemimpinannya Miltiades mengalami banyak kesusahan, baik dari lingkungan Gereja sendiri maupun dari Kaisar Maksimianus. Namun hal itu tidak berlangsung lama, karena semua kekerasan itu berakhir dengan naiknya Konstantin Agung, putera Santa Helena ke atas takhta Kekaisaran Romawi pada tahun 312. Kenyataan itu diperkuat lagi dengan terbitnya Edikta Milano pada tahun 313 yang memberi kebebasan beragama kepada semua orang kristen di seluruh kekaisaran di bawah perlindungan Konstantinus.

Pada masa kepemimpinannya berkembanglah suatu aliran sesat di Kartago di bawah pimpinan Donatus. Sesuai nama pencetusnya aliran sesat itu disebut Donatisme. Salah satu ajarannya ialah bahwa sah tidaknya sakramen-sakramen tergantung pada suci tidaknya si pemberi sakramen itu. Seandainya permandian diberikan oleh seorang berdosa, maka permandian itu tidak sah.

Pertentangan Miltiades dengan para Donatisme itu tampak mencolok pada waktu pengangkatan Sesilianus menjadi Uskup Kartago menggantikan Uskup Kartago yang meninggal dunia. Semua imam di keuskupan Kartago bersama segenap umat dengan suara bulat memilih Sisilianus menjadi uskup yang baru. Miltiades mendukung pilihan itu, karena Sisilianus dikenal sebagai imam yang setia pada iman yang benar dan agama katolik dan apostolik. Namun kaum Donatisme tidak menyukai dan menolak Sisilianus. Bagi mereka Sisilianus adalah pendosa besar dan oleh sebab itu ia tidak layak diangkat sebagai uskup. Dikatakan demikian karena Sisilianus sudah menyangkal iman kristen sewaktu terjadi penganiayaan terhadap umat kristen. Hal ini bertentangan dengan ajaran mereka bahwa seorang berdosa tidak bisa melayani sakramen-sakramen yang secara sah. Mereka berusaha memanfaatkan kesempatan ini untuk mempertentangkan Kaisar Konstantin dengan Miltiades. Mereka mencoba memutarbalikkan kuasa dan perlindungan Konstantin terhadap Gereja sebagai dasar untuk mempengaruhi Konstantin agar turut berperan di dalam urusan-urusan Gereja. Mereka menghadap Kaisar Konstantinus yang baru saja memeluk agama kristen dan memohon agar kaisar turun tangan dalam menyelesaikan pertikaian mereka dengan Paus Miltiades perihal pengangkatan Sesilianus sebagai Uskup Kartago. Mereka lebih menghargai Kaisar Konstantin daripada Miltiades sebagai pimpinan tertinggi Gereja Kristus.

Namun Kaisar Konstantin tidak terpancing oleh taktik busuk mereka. Ia menyerahkan perkara itu kepada Paus Miltiades dan meminta Miltiades untuk segera mengadakan suatu sinode terbatas guna menyelesaikan masalah itu. Atas inisiatifnya sendiri, Miltiades menyelenggarakan suatu konsili dengan melipatgandakan jumlah uskup peserta dengan persetujuan Kaisar Konstantin. Konsili itu diselenggarakan pada bulan Oktober 313 di Istana Lateran. Dengan suara bulat konsili tetap mengangkat Sisilianus sebagai Uskup Kartago dan menghukum aliran Donatisme. Miltiades dalam kedudukannya sebagai paus mengekskomunikasikan Donatus dari Gereja.

Miltiades bertindak bijaksana terhadap penganut paham sesat itu, sehingga banyaklah yang berpaling ke pangkuan Gereja. Inilah  yang menyebabkan Santo Agustinus berkata, “Betapa mulia Paus ini! Sungguh-sungguh ia seorang tokoh pencinta perdamaian dan Bapa umat kristiani.” Miltiades wafat pada tahun 314.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun