Selasa, 17 Maret 2015

(Inspirasi Hidup) Antara Kesenangan & Kebenaran

TAK SELAMANYA YANG MENYENANGKAN HATI ITU BENAR
Hidup selalu menghadapi banyak pilihan. Setiap manusia dituntut untuk memilih. Dan setiap pilihan selalu mengandung konsekuensi. Apa pun konsekuensinya, setiap kita harus menerima, karena itu sudah pilihan. Adalah kecenderungan orang untuk memilih pilihan yang menyenangkan. Setiap orang cenderung menghindar pilihan yang tak berdampak pada kesenangan.

Yeremia 28: 1 – 17 menampilkan kisah umat Israel yang menghadapi pilihan dari warta dua nabi. Ada nabi bernama Hananya bin Azur yang berasal dari Gibeon dan ada Nabi Yeremia. Dengan mengatasnamakan Tuhan, Nabi Hananya menyampaikan kabar gembira kepada seluruh umat Israel, “Aku telah mematahkan kuk raja Babel itu. Dalam dua tahun ini Aku akan mengembalikan ke tempat ini segala perkakas rumah TUHAN yang telah diambil dari tempat ini oleh Nebukadnezar, raja Babel, dan yang diangkutnya ke Babel.” (ay. 2 – 3).

Tentulah warta ini sangat menggembirakan umat Israel, yang memang saat itu sedang dalam pembuangan. Selama masa pembuangan mereka sangat menderita karena penindasan yang dialami. Karena itu, nubuat Nabi Hananya merupakan penghiburan di tengah penderitaan. Pesan yang disampaikan Hananya menjawab harapan umat karena menyenangkan hati umat.

Ketika mendapat tantangan dari Nabi Yeremia, Nabi Hananya memberi semacam perumpamaan tentang pembebasan itu dengan mengambil gandar dari tengkuk Yeremia dan mematahkannya. Hananya berkata di hadapan umat, "Beginilah firman TUHAN: Dalam dua tahun ini begitu jugalah Aku akan mematahkan kuk Nebukadnezar, raja Babel itu, dari pada tengkuk segala bangsa!" (ay. 11).

Menghadapi perumpamaan Hananya ini, Yeremia menggantikan gandar kayu dengan yang terbuat dari besi. Tentulah Hananya akan mengalami kesulitan untuk mematahkan gandar besi itu. Dan apa yang ditampilkan Yeremia mau menggambarkan bahwa penderitaan umat masih akan berlangsung, malah semakin berat. Kuk penindasan akan semakin keras dan berat seperti besi.

Di sini terlihat bahwa Nabi Hananya mewartakan warta yang menyenangkan hati umat. Ia menyatakan bahwa wartanya berasal dari Tuhan. Sementara Nabi Yeremia, yang juga mengatasnamakan Tuhan, mewartakan warta yang tidak menyenangkan hati umat. Pastilah umat akan lebih condong membela Nabi Hananya, karena ia memenuhi keinginan hati umat. Sebaliknya, mereka antipati terhadap Nabi Yeremia. Warta Yeremia bukannya menyejukkan hati, tapi malah membuat hati umat galau.

Akan tetapi, Tuhan lebih berkenan pada Yeremia daripada Hananya. Hal ini terlihat dari akhir kisah tersebut. Hananya mati. Yeremia menyebut Hananya sebagai pendusta. Ad dusta di dalam warta menyenangkan Nabi Hananya.

Peristiwa di atas mau memberi pelajaran bahwa tidak selamanya yang menyenangkan hati itu benar. Terkadang orang menyembunyikan dusta di dalam kata-kata manis. Hal ini dapat ditemui dalam kehidupan kita dewasa ini. Ada imam yang bermulut manis menyampaikan hal-hal yang menyenangkan kepada uskup atau umat. Kepada uskup ia mengatasnamakan umat, sedangkan kepada umat ia mengatasnamakan uskup. Pokoknya uskup senang, umat senang. Padahal di balik semuanya itu ada dusta.

Selain menyinggung soal warta yang menyenangkan dan tidak, kisah di atas mau menyampaikan bahwa kebenaranlah yang utama, bukan kesenangan. Umat diajak untuk mencari kebenaran, bukan sekedar puas dengan kesenangan. Sekalipun menyenangkan, namun jika tidak benar, janganlah pilih; demikian pula walau tidak menyenangkan, namun jika benar, maka hendaklah memilihnya.

Dari kisah perseteruan Nabi Yeremia dan Nabi Hananya, kita diajak untuk bersikap kritis terhadap setiap warta yang disampaikan orang. Jangan karena warta itu menyenangkan, kita spontan menerimanya. Harus disadari bahwa yang menyenangkan itu tak selalu benar. Salah satu alat bantu untuk bersikap kritis adalah sabda Tuhan Yesus, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.” (Mat 7: 20).
Batam, 13 Agustus 2014
by: adrian
Baca juga:

Orang Kudus 17 Maret: St. Gertrudis

SANTA GERTRUDIS DARI NIVELLES, PENGKAU IMAN
Gertrudis adalah putri Raja Pipin. Ia kemudian menjadi Abbas di biara yang didirikan oleh ibunya, Santa Iduberga. Gertrudis adalah wanita terpelajar dan pembantu orang miskin. Ia menjadi santa pelindung persatuan suami – isteri yang terancam perceraian, dan orang-orang yang tergoda menjadi musuh satu sama lain.

sumber: Iman Katolik
Baca juga riwayat orang kudus 17 Maret:

Renungan Hari Selasa Prapaskah IV - B

Renungan Hari Selasa Prapaskah IV, Thn B/I
Bac I    Yeh 47: 1 – 9, 12; Injil                      Yoh 5: 1 – 3a, 5 – 16;

Injil hari ini menampilkan kisah Tuhan Yesus menyembuhkan orang lumpuh. Orang itu sudah menderita sakit selama 38 tahun. Sudah lama ia terbaring di serambi Pintu Gerbang Domba berharap dapat ke kolam saat airnya bergoncang. Namun karena keadaannya, ia selalu kalah cepat dari orang lain. Ketika Tuhan Yesus datang dan menawarkan kesembuhan, ia hanya menggambarkan kesulitannya. Dan Tuhan Yesus pun menyembuhkannya. Di sini mau dikatakan pada Yesus ada kesembuhan. Tuhan Yesus senantiasa menawarkan kesembuhan.

Pesan yang mau disampaikan penginjil di atas sejalan dengan bacaan pertama hari ini. Bacaan pertama diambil dari kitab Nabi Yehezkiel. Dalam kitabnya Nabi Yehezkiel memaparkan penglihatannya akan air yang keluar dari dalam Bait Allah. Air itu mendatangkan kesegaran, kehidupan dan kesembuhan. Lewat penglihatannya ini Nabi Yehezkiel mau mengatakan bahwa dari Allah akan mengalir rahmat yang menyegarkan dan menghidupkan serta mendatangkan kesembuhan.

Sabda Tuhan hari ini mau menyadarkan kita bahwa Tuhan Allah adalah sumber kehidupan. Dari-Nya akan mengalir rahmat dan berkat yang menyegarkan jiwa umat. Dituntut dari kita keterbukaan untuk menerima rahmat Tuhan itu. Pada masa prapaskah ini kita diminta untuk bertobat. Dengan bertobat, kita akan menerima rahmat pengampunan yang dapat menyegarkan jiwa kita. Akan tetapi, jika kita telah menerima rahmat pengampunan itu, kita hendaknya mengingat akan nasehat Tuhan Yesus kepada orang lumpuh itu, “Jangan berbuat dosa lagi!” (ay. 14).

by: adrian