Minggu, 14 Juni 2020

SIKAP GEREJA KATOLIK TERHADAP KEHIDUPAN BERAGAMA

Gereja katolik memiliki keyakinan bahwa semua bangsa merupakan satu masyarakat yang mempunyai satu asal dan satu tujuan akhir. Dalam satu masyarakat ini terdapat begitu banyak aneka perbedaan dalam ras, suku, bangsa, budaya dan juga agama. Terkait agama, Gereja katolik yakin bahwa sudah sejak jaman dahulu di antara pelbagai bangsa terdapat suatu kesadaran tentang daya-kekuatan gaib yang menuntut pengakuan umat manusia terhadap Kuasa Ilahi yang tertinggi, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah Allah.
Dalam keaneka-ragaman agama di dunia ini, bagaimana sikap Gereja Katolik? Dan bagaimana pula Gereja katolik menyikapinya dalam terang permintaan Yesus, “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku, dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah kuperintahkan kepadamu” (Mat 28: 19 – 20)? Akankah permintaan Yesus ini menimbulkan gesekan dengan agama-agama lain?
Pada 11 Oktober 1962 hingga 8 Desember 1965 Gereja katolik mengadakan konsili, yang kemudian dikenal dengan Konsili Vatikan II. Konsili ini dihadiri sekitar 2540 uskup sedunia, 29 pengamat dari 17 Gereja lain, dan para undangan yang bukan katolik. Setidak-tidaknya ada 16 dokumen yang dihasilkan dalam sidang konsili itu. Ada 2 dokumen penting terkait sikap Gereja katolik terhadap kehidupan beragama. Dua dokumen tersebut adalah Nostra Aetate (NA) dan Dignitatis Humanae (DH). Dokumen Nostra Aetate membahas lebih pada sikap Gereja katolik terhadap agama-agama lain, sedangkan Dignitatis Humanae berbicara tentang kebebasan beragama.