Minggu, 04 Oktober 2015

(Sharing Iman) Rosario dan Kesembuhan

ROSARIO MEMBAWA MUKJIZAT
Saudara-saudariku terkasih, aku ingin berbagi dengan Anda rahmat yang telah aku terima dari Allah. Aku ingin setiap orang tahu betapa besar kuasa dan kerahiman Allahku.

Aku masuk Katolik lima belas tahun yang lalu. Saat itu usiaku 23 tahun. Aku tidak dibaptis, dan aku memutuskan untuk mengikuti katekumenat, masa persiapan pembaptisan. Sejak saat aku memutuskan untuk menyerahkan sepenuhnya hidupku kepada Allah, aku mulai jatuh sakit. Setan mulai penasaran dengan keputusanku. Tahun itu, aku kehilangan ayahku, pekerjaanku, dan akhirnya kehilangan semuanya. Aku depresi dan putus asa. Aku berpikir bahwa dengan Allah, hidupku akan menjadi bunga tanpa duri. Aku ingin berhenti menjadi orang beriman dan kembali ke hidup yang aku jalani sebelumnya, tetapi Allah berbelas kasih kepadaku. Allah tidak membiarkan aku terpisah dari-Nya, dan Dia menguatkan iman dan ketekunanku.

Kemudian, para Suster Pauline mulai memperkenalkan buku-buku Raboni Editora di kotaku, dan aku mulai membeli bermacam-macam buku. Buku-buku itu telah banyak memberi pencerahan atas kehidupan rohaniku. Membaca buku-buku itu memberi aku banyak kekuatan dan hal itu membuat setan sangat marah. Ia mencoba mengambil dariku apa yang paling berharga bagiku, yaitu hidupku.

Renungan Hari Minggu Biasa XXVII - B

Renungan Hari Minggu Biasa XXVII, Thn B/I
Bac I  Kej 2: 18 – 24; Bac II                Ibr 2: 9 – 11;
Injil    Mrk 10: 2 – 12;

Bacaan pertama dan Injil hari ini secara langsung berbicara tentang perkawinan atau hidup berkeluarga. Dalam bacaan pertama, yang diambil dari Kitab Kejadian, diceritakan beberapa hal terkait dengan perkawinan itu, misalnya bahwa istri adalah penolong yang sepadan bagi suami (ay. 18), bahwa istri merupakan bagian dari suami (ay. 21), dan bahwa suami istri tak terceraikan (ay. 24). Di atas semuanya ini terlihat jelas bahwa perkawinan itu dibentuk atas dasar kehendak Allah. Oleh karena itu, beberapa hal yang berkaitan dengan perkawinan itu berdasarkan kehendak Allah.
Dalam Injil Tuhan Yesus mengulang kembali apa yang sudah diungkapkan dalam bacaan pertama tadi. Hal ini terkait dengan pernyataan orang Farisi bahwa boleh bercerai asal punya surat cerai, dan ini didasarkan pada tindakan nabi Musa (ay. 4). Akan tetapi, Tuhan Yesus menegaskan hakikat perkawinan yang dari semula merupakan kehendak Allah. Tuhan Allah-lah yang membentuk perkawinan. “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” (ay. 9).
Penulis Surat kepada Orang Ibrani, yang menjadi bacaan kedua hari ini, sama sekali tidak menyinggung soal perkawinan. Penulis hanya menampilkan refleksi hubungan umat dengan Kristus Yesus. Dikatakan bahwa Tuhan Yesus telah mengalami maut bagi semua manusia (ay. 9). Sekalipun Dia memiliki kemuliaan, namun Dia tak mempermasalahkan untuk “turun” bersama manusia. Bahkan bagi penulis, Tuhan Yesus telah menyatu dengan manusia sehingga Ia tidak malu menyebut mereka saudara (ay. 11). Kebersatuan ini membuat manusia bukan siapa-siapa lagi, melainkan bagian dari kehidupan Tuhan Yesus. Kiranya semangat ini harus ada dalam kehidupan suami istri. Ketika mereka bersatu, istri menjadi bagian dari hidup suami, demikian pula sebaliknya.
Dewasa kini perceraian seakan menjadi budaya. Bahkan dalam Gereja Katolik, yang sedari awalnya tidak mengenal istilah cerai, banyak pasangan suami istri yang bercerai. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak ada lagi kebersatuan antara suami istri. Suami tidak lagi melihat istri sebagai bagian dari hidupnya atau penolong yang sepadan, demikian halnya dengan sang istri. Mereka saling menganggap satu sama lain sebagai orang asing. Sabda Tuhan hari ini mencoba membuka kesadaran suami istri. Tuhan mengingatkan kita, khususnya pasangan suami istri, bahwa pernikahan itu dibentuk oleh Tuhan. Ketika mengikrarkan janji nikah, suami bersatu dengan istri. Kebersatuan ini bukan hanya dalam arti fisik, melainkan juga psikis, jiwa dan spiritual.***
by: adrian