Jumat, 07 Juni 2013

Mengelola Karya Pastoral

Setiap manusia tentu memiliki masalah. Tak terkecuali juga dalam dunia pastoral. Akan tetapi masalah dalam dunia pastoral bukan untuk dihindari atau dibiarkan saja waktu yang menyelesaikannya. Masalah dapat memacu kita untuk berpikir keras mencari jalan keluar. Untuk mencari jalan keluar atas masalah, kita jangan selalu puas dengan satu cara saja. Prinsip “Ada banyak jalan menuju Roma” dapat diterapkan di sini. Dengan prinsip ini maka kita akan dipancing untuk terus berkreasi dan berinovasi. Tanpa inovasi terus menerus, pastoral kita akan stagnan dan mati.

Oleh karena itu, pemimpin pastoral sebuah paroki harus memperhatikan prinsip ini agar hidup menggereja umatnya tetap hidup. Pastor paroki sebagai pemimpin, ibarat sebuah perusahaan, menjadi tulang punggung maju dan berkembangnya paroki, karena dari dirinya lahir kebijaksanaan untuk karya pastoral. Untuk itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan pastor paroki.

Sikap Rendah Hati dan Mendengar
Penelitian membuktikan bahwa pemimpin yang efektif dan inovatif justru pemimpin yang mengumpulkan orang-orang yang kritis dan siap memberi umpan balik dan masukan terhadap praktek-praktek perusahaan, lembaga atau negara. Seorang pemimpin tidak perlu mengeluarkan “power”nya untuk menggerakkan inovasi. Sebaliknya, sikap rendah hati penting dimiliki untuk menumbuhkan spirit inovasi. Secara logis kita bisa membayangkan bahwa di bawah tekanan, ide-ide cemerlang tidak bakal muncul. Suasana kritik mengkritik yang positif, serta tantang menantang ide perlu digiatkan. Kita bahkan perlu mengembangkannya spirit “jawaban belum tentu ada di pihak kita” sehingga muncul semangat mencari tahu dan mendengarkan orang lain.

Oleh karena itu, seorang pastor paroki harus membangun sikap rendah hati untuk mau mendengarkan suara-suara lain, baik dari rekan kerjanya maupun dari DPP serta umat. Jangan karena sebagai Kepala Paroki, kita langsung memegang kuasa sehingga tidak perlu meminta dan mendengarkan pendapat atau gagasan orang lain. Jangan pula takut dengan kritik sejauh kritik itu berguna bagi perkembangan karya pastoral. Pastor paroki hendaknya memiliki sikap “keputusan saya belum tentu yang terbaik” sehingga ada semangat untuk mencari tahu yang lebih baik dengan mendengarkan rekan kerja, DPP atau umat.

Umat sebagai Sumber Inspirasi
Dalam dunia perusahaan, pelanggan atau nasabah adalah “raja” yang harus dihormati. Dalam karya pastoral di paroki, umatlah yang utama. Sulit dibayangkan bila suatu paroki tanpa ada umat. Karena itu sangat menarik jika ada pastor yang mengatakan bahwa umat adalah kekuatannya. Namun perlu juga dikritisi juga apa maksud pernyataan itu. Apakah pastor itu mau menyembunyikan kelemahannya di balik umatnya atau secara tersembunyi ingin memanfaatkan umat. Atau ada maksud lain. Karena ada banyak pastor “menjual” umatnya untuk mendapatkan sesuatu demi dirinya sendiri. Artinya, karena umat ia dapat hidup (mewah).

Umat sebagai kekuatan harus dimengerti bahwa umat adalah sumber inspirasi karya pastoral. Bisa jadi umat mempunyai ide-ide yang membuka peluang bagi kita untuk berinovasi. Kehidupan umat dengan segala suka dukanya hendaknya menjadi inspirasi bagi hidup dan karya para pastor di paroki. Menjadikan umat sebagai sumber inspirasi berarti kita menghargai dan menghormati umat. Oleh karena itu, pastor paroki harus mau mendengarkan ide dan melihat kebutuhan umat. Banyak umat yang “lompat” pagar karena kebutuhannya tidak dipenuhi lagi. Mereka menemukan perhatian di “kebun” lain.

Menjadikan umat sebagai sumber inspirasi karya pastoral berarti pastoral kita menjadi kontekstual. Karena karya pastoral kita menjawab kebutuhan umat.

Berpikir Riset
Bila kita melihat perusahaan-perusahaan dengan kualitas world-class seperti, Google, Zappos atau Southwest Airlines, kita akan menemukan bahwa mereka selalu memikirkan inovasi untuk mengembangkan tim dan membuat orang-orang yang bekerja di perusahaan itu happy dan engaged. Meningkatnya kualitas dan produktivitas disebabkan karena faktor semangat inovasi sebagai bagian dari diri/hidup dan mentalitas. Demikian pula dalam karya pastoral. Hendaknya semangat berinovasi sudah menjadi bagian dari hidup dan mentalitas para pastor.

Inovasi yang baik terjadi bila kita mau mengasah mindset riset. Sudah waktunya pastor paroki dan para rekannya mengembangkan sistematika berpikir, pembuatan prototipe dan melakukan proses trial. Seluruh pengurus DPP (yang termasuk dalam Tim PIPA) perlu didorong untuk senantiasa mencari tahu apa saja yang bisa meningkatkan pelayanan pastoral. Tantangan ini bahkan bisa sekaligus meningkatkan kekompakan front office dan back office karena kesamaan tujuan untuk memperbaiki karya pastoral.

Prototipe atau ide yang muncul dapat kita implementasikan dalam sebuah setting pastoral, kita coba dan kita ukur dampaknya. Hal ini mengisyaratkan kebijakan dari keuskupan tidak diterapkan mentah-mentah di paroki, melainkan disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kebutuhkan umat. Untuk itu sangat dibutuhkan sikap terbuka dalam diri pastor paroki.

Sebuah kesimpulan
Untuk pengembangan sebuah paroki kita mau tidak mau berani meninggalkan sesuatu yang lama dan beralih kepada sesuatu yang baru. Pastor paroki bersama umat harus berani menemukan cara atau hal baru dalam berpastoral. Jika menemukan sesuatu yang baru yang dirasakan baik dan berguna bagi pengembangan paroki, maka sesuatu itu harus diterima dan dijalankan. Yang penting sesuatu itu tidak bertentangan dengan iman dan kebijakan keuskupan.

Untuk itu pastor paroki harus memiliki inisiatif pribadi dalam mencari dan menemukan gagasan baru. Tentulah setiap pastor memiliki “otak” sendiri yang darinya bisa digunakan untuk berpikir. Amat sangat disayangkan jika pastor berjalan dengan menggunakan “otak” orang lain. Jangan takut salah. Dalam pengembangan karya pastoral, cara try and error dapat diterapkan. Yang penting selalu diadakan evaluasi.

Hendaklah pastor paroki memiliki sikap rendah hati dan mau mendengarkan. Yang didengarkan ini adalah rekan sekerja dan juga umat. Orang yang mau mendengarkan adalah orang yang rendah hati. Pastor paroki jangan merasa tersaingi bila rekan kerja atau umat menyampaikan usul saran atau bahkan pandangan kritis. Pastor paroki jangan merasa bahwa pendapat atau gagasannya adalah yang paling benar. Gagasan itu harus rela diuji dan dikritisi oleh rekan kerja dan umat.

Karena itu, adalah suatu keprihatinan jika pastor paroki selalu memaksakan kehendaknya (gagasan) sendiri, sekalipun gagasannya kurang baik. Malah ada pastor paroki yang berusaha mempertahankan gagasannya dengan membawa atau mengatas-namakan institusi tertinggi, misalnya uskup atau keuskupan. Sikap seperti ini dapat menghambat perkembangan karya pastoral.

Tak perlu takut dengan perbedaan pendapat. Justru perbedaan pendapat itu menunjukkan dinamika kehidupan. Dengan adanya perbedaan pendapat, kita dapat melihat sesuatu dari berbagai macam sudut pandang. Oleh karena itu, suasana kritik mengkritik yang positif, serta saling menantang ide perlu dikembangkan. Untuk itu kita perlu menanggalkan ego kita.

Jadikanlah umat sebagai sumber inspirasi. Jangan merasa diri hebat. Kebanyak pastor merasa dirinya super sehingga menganggap remeh umat. Ke-super-annya membuat dirinya tidak menemukan sesuatu yang baik dan benar pada diri umat. Padahal ada begitu banyak hal dari umat yang bisa digunakan untuk karya pastoral.

Oleh karena itu, sangat dibutuhkan dalam diri pastor kemampuan untuk mendengarkan suara umat. Untuk itu, sikap yang harus ditumbuhkan adalah sikap rendah hati.

oleh: adrian

terinspirasi dari tulisan Eileen Rachman & Sylvina Savitri, “INOVASI” dlm KOMPAS, 23 Juni 2012, hlm 49

Orang Kudus 7 Juni: St. Anne

Santa anne dari st bartolomeus, pengaku iman
Anne lahir pada tahun 1549. Informasi masa kecilnya tidak diketahui dengan pasti. Ketika menginjak usia dewasa, ia masuk biara dan menjadi seorang suster. Ia dengan rajin membantu dan menjadi pengikut pertama Santa Teresa dalam usahanya mengadakan pembaharuan dalam biara-biara. Ia kemudian menjadi sekretaris dan pendamping Santa Teresa.

Dengan pengalaman-pengalamannya, ia mendirikan dan memimpin beberapa biara di Perancis dan Belgia. Ia meninggal pada tahun 1626

sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan HR Hati Yesus Mahakudus

Renungan HR Hati Yesus Maha Kudus, Thn C/I
Bac I   : Yeh 34: 11 – 16; Bac II    : Rom 5: 5 – 11;
Injil     : Luk 15: 3 – 7

Ada dua piranti yang menjadi energi manusia, yaitu otak dan hati. Karena itu, kita kenal ada istilah IQ, EQ dan SQ. IQ menyentuh aspek otak, sedangkan EQ dan SQ menyentuh dimensi hati. Banyak hal dalam kehidupan ini yang tak dapat dinalar oleh otak, namun diterima dalam hati.

Sabda Tuhan hari ini mau menekankan hal tersebut. Bacaan pertama dan Injil mengambil subyek yang sama, yaitu gembala. Digambarkan bahwa gembala ini akan mencari domba (Injil mengatakan seekor domba) yang tercerai dari kawanannya. Jika dinalar dengan otak, itu adalah tindakan bodoh. Masak berani meninggalkan yang lain hanya untuk mencari yang hilang yang tak jelas keberadaannya.

Dalam bacaan II, Paulus juga mengungkapkan semacam kebodohan. Subyeknya adalah Yesus Kristus, yang rela mati demi orang-orang durhaka. Kalau berkorban demi orang baik yang kita sukai, adalah lumrah dan masuk akal. Namun jika berkorban demi orang durhaka, sangat tidak masuk di akal. Hanya orang bodoh saja yang mau melakukan hal itu. Tapi itulah yang dilakukan Kristus. Karena dengan korban-Nya manusia diperdamaikan kembali dengan Allah.

Sabda Tuhan hari ini mau menegaskan hari raya kita saat ini: Hati Yesus Mahakudus. Sabda Tuhan hendak menegaskan sosok Yesus yang memahami kita bukan hanya dengan otak tetapi dengan hati. Ini juga mau menunjukkan kekudusan hati-Nya, karena ia rela mati demi umat manusia.

Karena itu, pesan Tuhan hari ini adalah agar kita menghaturkan sembah syukur kita pada hati-Nya. Kita juga disadarkan bahwa Dia senantiasa memahami kita, apapun keadaan kita. Namun kepada kita dituntut pertobatan.

by: adrian