Lebaran atau Idul Fitri memang identik dengan silahturahmi antar sesama umat muslim. Dalam aksi silahturahmi itu orang tidak hanya saling berkunjung dan salaman saja tetapi juga saling bermaaf-maafan. Itulah salah satu inti kemenangan; orang berhasil menekan kebencian, dendam dan kemarahan, dan menggantikannya dengan damai lewat bermaaf-maafan.
Karena itu, banyak apresiasi diberikan kepada dua anak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ibas Yudhoyono, yang melakukan kunjungan lebaran ke kediaman Presiden RI, Joko Widodo. Tak hanya berhenti di situ saja, silahturahim berlanjut ke rumah Ibu Megawati, Ketua Umum PDIP (partai pemenang pemilu 2019) sekaligus mantan Presiden RI kelima, dan ke kediaman (alm) Gus Dur.
Spontan orang langsung mengaitkan kunjungan Idul Fitri itu dengan situasi politik pasca pengumuman rekapitulasi pemilu, yang diwarnai aksi ricuh dari kelompok yang menolak pengumuman KPU itu. Panasnya persaingan pemilu yang masih terasa hingga kini sungguh membutuhkan siraman penyejuk, yang memang harus datang dari para elite politik. Sudah banyak seruan agar para petinggi politik dapat menyejukkan suasana politik Indonesia. Karena itulah, apa yang dilakukan AHY dan Ibas merupakan contoh positif bagi para elite politik lainnya.
Demikianlah kalau orang hanya melihat gambaran permukaan dari aksi silahturahim AHY dan Ibas. Di atas permukaan, kegiatan tersebut memang harus diacungi jempol; harus diapresiasi. Hal itu sangat positif di tengah suhu politik yang masih terasa panas. Akan tetapi, jika orang masuk lagi ke dalam, maka orang akan menemukan hal-hal yang di luar dugaan selama ini.
Kenapa kita harus melihat tidak hanya sebatas permukaan saja? Kenapa harus sampai ke kedalaman? Pertama-tama harus disadari bahwa yang melakukan tindakan silahturahim ini adalah dua tokoh politik, apalagi di belakang mereka ada tokoh politik besar, dan yang dikunjungi juga bukan sebatas tokoh politik biasa tetapi memegang peranan penting. Karena itulah, silahturahim tersebut harus dilihat sebagai silahturahim politik. Dan sebagai tindakan politik, maka tentu ada intrik dan kepentingan. Tidak ada makan siang gratis.