Sabtu, 31 Mei 2014

Kebenaran Sejati

KRISTUS ADALAH KEBENARAN
“Demikianlah kebenaran dihancurkan oleh kesesatan, yang merajalela dalam bentuk yang sangat berbahaya, yakni cara pemahaman kebenaran yang baru dan modern; dan cara ini akhirnya akan merongrong kebenaran-kebenaran dasar yang merupakan landasan iman katolik.

Kebenaran itu tidak disangkal secara terus terang, tetapi diterima dengan sedemikian samar-samar sehingga kebenaran itu secara serius dikompromikan dengan kesesatan dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya. Akibatnya, terjadilah pembicaraan dan diskusi tanpa henti; tapi di sana tidak ada lagi iman, dan kegelapan yang diakibatkan oleh kesesatan itu merajalela di mana-mana.

Kekacauan yang cenderung merebak di dalam Gereja dan merongrong kebenaran-kebenarannya adalah tanda pertama yang dengan jelas menunjukkan kepada kamu bahwa saat pemurniaan Gereja sudah tiba. Sesungguhnya Gereja adalah Kristus yang hidup secara mistik di tengah-tengah kamu. Kristus adalah kebenaran. Oleh karena itu Gereja harus senantiasa memancarkan Terang Kristus yang adalah Sang Kebenaran.

Tetapi sekarang, lewat pekerjaannya yang berbelit-belit dan penuh tipu daya, musuh telah berhasil menyusupkan kegelapan yang pekat di dalam Gereja. Dan sekarang Gereja menjadi gelap karena diselubungi oleh awan setan.

Pertama-tama setan telah menyuramkan pemahaman dan pemikiran anakku, sambil membujuk mereka lewat kesombongan dan kemuliaan yang sia-sia; lewat ini semua setan telah membuat Gereja menjadi gelap.

Wahai putra-putra terkasih Bunda surgawimu, kamu kini dipanggil untuk berjuang dengan kata-kata dan teladan agar kebenaran dapat makin hari makin diterima oleh semua orang. Dengan demikian kegelapan akibat kekacauan akan dikalahkan oleh terang.

Karena alasan inilah, kamu harus menghayati Injil Puteraku Yesus dengan sungguh-sungguh. Kamu harus menjadi Injil yang hidup, yang sederhana tetapi jelas. Kemudian, dengan gigih dan berani kamu harus memberitakan kepada semua orang Injil yang kamu hayati. Kata-katamu akan memiliki kekuatan Roh Kudus yang akan memenuhi hatimu, dan terang Kebijaksanaan akan diberikan oleh Bunda surgawimu.”
28 Januari 1979
diedit dari: Marian Centre Indonesia, Kepada Para Imam: Putra-putra Terkasih Bunda Maria. (hlm 376 – 377)

Persoalan Pengharaman Babi

PENGHARAMAN BABI: TAAT PADA TUHAN ATAU MANUSIA?
Tentu kita ingat akan kasus obat yang mengandung babi sekitar Desember 2013 lalu. Ternyata masalah ini sudah lama terjadi. Produsen obat menggunakan salah satu bagian dari tubuh babi sebagai bahan pembuatan obat. Alasan produsen, selain murah, ternyata kualitasnya pun bagus. Dalam salah satu wawancaranya, Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, menyatakan bahwa soal penggunaan tulang babi untuk kepentingan kesehatan masih bisa didiskusikan.

Secara pribadi pernyataan ibu menteri ini cukup menarik. Sepengetahuan kami, dalam agama islam babi itu adalah HARAM hukumnya. Ini merupakan keputusan final. Namun, kenapa ibu menteri mengatakan bahwa hal itu masih bisa didiskusikan. Kami melihat bahwa pernyataannya itu bukan hanya dilihat dari sisi akademi (karena ia seorang ahli), melainkan dari sisi lain, yaitu bahwa ia mantan muslimah. Artinya, ia tahu dan mengerti soal masalah haram itu.

Dari sini kami akhirnya mencoba menelusuri jejak babi dalam ajaran islam. Dan lahirlah tulisan ini. Bukan maksud kami untuk melecehkan atau menghina. Tulisan ini pun tentulah tak luput dari kekurangan. Tulisan ini murni merupakan pemikiran pribadi. Kami menyadari akan keterbatasan pemikiran kami ini. Karena itu, kritik dan saran amat sangat kami harapkan.

Pencarian kami dimulai dari dalil pengharaman babi.

DALIL HARAM BABI
Satu pertanyaan mendasar adalah mengapa babi diharamkan dalam ajaran islam. Kalau pertanyaan ini diajukan kepada umat islam, tentulah mereka akan menjawab bahwa Al-Quran sudah melarangnya. Sebagaimana yang diketahui, Al-Quran adalah Kitab Suci orang islam, yang di dalamnya berisi perintah-perintah Allah. Karena itu, pelarangan atau pengharaman babi merupakan perintah langsung dari Allah.

Kami mencoba mencari surah-surah apa saja yang memuat perintah Allah yang mengharamkan babi itu. Dan kami akhirnya menemukan ada empat surah. Keempat surah itu adalah:
     a.      QS Al-Baqarah 173 : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.”
    b.      QS Al-Ma’idah 3 : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.”
     c.       QS Al-An’am 145 : “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor (najis)”
    d.      QS An-Nahl 115 : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.”

Itulah keempat surat yang berisi perintah Allah yang mengharamkan daging babi. Umat islam tentulah sudah mengetahuinya. Akan tetapi, sekalipun ada surah yang mengharamkan babi, tetap saja pertanyaan dasar tak terjawab: mengapa babi diharamkan? Keempat surah di atas hanya berisi pengharaman daging babi, namun tidak ada penjelasan mengapa diharamkan.

PENGHARAMAN BABI DALAM PERKEMBANGAN LANJUT
Dalam perjalanan sejarah islam kemudian, ada usaha-usaha untuk menjelaskan dasar dari pengharaman babi. Dan dalam usaha menjelaskan dasar pengharaman itu, kami melihat telah terjadi pergeseran konsep. Artinya, konsep awal tentang yang diharamkan sudah diubah.

Di sini kami akan mengemukakan tiga penjelasan pengharaman babi dalam perkembangan lanjut, di mana di dalamnya terlihat adanya perubahan konsep.

    1.      hikmah pengharamannya dijelaskan Syaikh Shalih Al Fauzan: “Ada yang diharamkan karena makanannya yang jelek seperti Babi, karena ia mewarisi mayoritas akhlak yang rendah lagi buruk, sebab ia adalah hewan terbanyak makan barang-barang kotor dan kotoran tanpa kecuali.” (Kitab Al Ath’imah hal. 40)
   2.      Muhammad bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr dan hasil penjualannya dan mengharamkan bangkai dan hasil penjualannya serta mengharamkan babi dan hasil penjualannya.” (HR. Abu Daud)
    3.      Tafsir Al Manaar menyatakan: “Allah mengharamkan daging babi karena najis, sebab makanan yang paling disukainya (makanan favoritnya) adalah kotoran dan ia berbahaya pada semua daerah, sebagaimana telah dibuktikan dengan pengalaman serta makan dagingnya termasuk sebab menularnya cacing yang mematikan. Ada juga yang menyatakan bahwa ia memiliki pengaruh jelek terhadap sifat iffah (menjaga kehormatan) dan cemburu (ghirah).” (Shohih Fiqh Sunnah, 2/339)

CATATAN KRITIS
Ada 4 dasar hukum pengharaman babi. Empat dasar hukum itu langsung bersumber dari perintah Allah SWT sendiri. Namun, yang dikatakan Allah SWT adalah DAGING BABI. Al-Quran menggunakan kata “Lahma” untuk mengacu pada DAGING, karena pada waktu dulu, hanya daging babinya saja yang digunakan. Sangat jelas sekali bahwa Allah SWT mengharamkan DAGING babi. Hanya dagingnya saja.

Akan tetapi, dalam perkembangan lanjut, sabda Allah SWT ini sudah diselewengkan atau diubah oleh para pengikut-Nya. Yang diharamkan bukan lagi hanya DAGING babi saja, melainkan SEMUA hal yang melekat dengan babi, seperti bulu, lemak, enzim atau tulang. Ini berlaku hingga sekarang. Mungkin hal inilah yang dimaksud ibu menteri bahwa masalah penggunaan tulang babi untuk kepentingan medis, masih bisa didiskusikan. Tulang bukanlah daging. Siapapun, bahkan anak SD sekalipun, pasti tahu bahwa tulang tidak sama dengan daging.

Selain itu, dasar pengharaman babi terkesan tak masuk akal. Misalnya seperti memakan makanan kotor, seperti yang disampaikan Syaikh Shalih Al Fauzan atau dalam Shohih Fiqh Sunnah, 2/339. Kalau itu dasarnya, hampir semua hewan makan makanan kotor, tapi koq tidak diharamkan? Tentu kita tahu bahwa ikan lele dikenal sebagai pemakan segala, termasuk yang kotor. Ayam dan unggas lainnya juga akan makan-makanan kotor. Namun mereka tidak diharamkan, dan hanya babi saja. Karena itulah, dasar pengharaman itu sungguh tak masuk akal sehat dan terkesan mengada-ada.

Ada juga yang mengaitkan dengan penyakit yang ada di dalam babi. Bukankah pada sapi juga terdapat cacing? Salah satu penyakit sapi yang paling ditakutkan adalah anthrax. Kenapa sapi tidak diharamkan? Ayam dan unggas lainnya juga menjadi penyalur penyakit flu burung yang mematikan, namun unggas-unggas itu tidak diharamkan. (baca info berikut ini bahwa sapi, kambing dan sapi juga punya parasit). Karena itu, dasar pengharaman yang mengaitkan dengan penyakit sungguh tidak masuk akal dan terkesan mengada-ada.

Lebih aneh lagi, ada yang menghubungkan dengan dengan sifat jelek babi. Ini hanya mencari-cari alasan saja. Kenapa tidak juga mencari sifat jelek dari hewan lain? Semua hewan memiliki sifat jelek. Kambing, misalnya, suka kawin di depan publik. Sapi, selain suka berkubang di lumpur, juga terkenal bodoh, mental budak dan tak punya pendirian. Akan tetapi, baik kambing dan sapi tidak diharamkan. Ayam suka kawin sembarang saja. Malahan anaknya setelah besar akan kawin dengan induknya. Bukankah ini sifat buruk? Tapi kenapa tidak diharamkan? Karena itu, dasar pengharaman yang mengaitkan dengan sifat buruk sungguh tidak masuk akal dan terkesan mengada-ada.

AKHIR KATA
Demikianlah uraian singkat soal pengharaman babi dalam islam. Dari uraian di atas terlihat jelas bahwa masalah pengharaman babi masih menyisakan persoalan. Ada kesan bahwa pengharaman babi didasarkan pada sentimen. Mereka yang mengharamkan babi memiliki sentimen terhadap babi, karena sekalipun sama-sama menyebarkan penyakit, makan makan kotor dan memiliki sifat buruk, toh hanya babi saja yang diharamkan; yang lain tidak.

Selain itu, masalah pengharaman babi memperlihatkan adanya perubahan konsep awal. Awalnya Allah mengharamkan daging babi, namun kemudian oleh pengikut-Nya diubah menjadi semua unsur babi. Pertanyaan kita sekarang: kita mau ikut kehendak (perintah) Allah SWT atau perintah manusia?
Jakarta, 7 Februari 2014
by: adrian

Renungan Pesta Maria Mengunjungi Elisabeth

Renungan Pesta Maria Mengunjungi Elisabeth, Thn A/II
Bac I   : Rom 12: 9 – 16b; Injil    : Luk 1: 39 – 56;

Hari ini Gereja Katolik sedunia merayakan pesta St. Maria mengunjungi Elisabeth. Injil hari ini secara khusus menceritakan kisah tersebut. Dikisahkan bahwa setelah Maria menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel, Maria bergegas ke tempat Elisabeth. Malaikat Gabriel tidak hanya memberitahukan perihal kehamilannya saja, melainkan juga kehamilan Elisabeth. Maria kenal benar siapa Elisabeth. Di usianya yang tua dan sejak lama memegang predikat mandul, kini sedang hamil tua. Maria berpikir tentulah Elisabeth membutuhkan orang lain untuk meringankan beban hidup Elisabeth. Dan itulah yang dilakukan Maria. Kira-kira tiga bulan lamanya ia tinggal bersama Elisabeth (ay. 56). Tentulah saat itu Elisabeth sudah melahirkan.

Apa yang dilakukan Maria mau memperlihatkan sikapnya yang peduli akan sesamanya. Sikap Maria ini persis seperti apa yang diungkapkan Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma. Seakan Paulus merefleksikan sikap dan teladan Maria dan menjadikannya sebagai seruan bagi jemaat. Artinya, Paulus hendak mengajak jemaat meniru teladan Maria. Teladan itu seperti saling mengasihi sebagai saudara, saling menghormati, solidaritas dengan sesama, membantu kekurangan sesama, dll.

Di saat kita merayakan pesta Santa Perawan Maria mengunjungi Elisabeth, kita diajak untuk mengikuti teladannya. Teladan Maria dengan sangat gamblang dan sederhana diungkapkan oleh Paulus dalam bacaan kedua. Karena itu, pesan Paulus kepada jemaat di Roma, menjadi pesan Paulus kepada kita saat ini. Itulah yang dikehendaki Tuhan melalui sabda-Nya hari ini.

by: adrian

Jumat, 30 Mei 2014

Mbah Gugel Juga Manusia

Matius memiliki latar belakang politik. Ia paling suka dengan dunia politik. Di akhir rezim Suharto, ia terlibat dalam aksi massa. Berbagai peristiwa politik masa itu masih terekam dalam benaknya.

Suatu hari pimpinannya meminta dia untuk mengikuti kursus internet. Organisasinya mau eksis di dunia maya. Maka, pergilah dia ke Jakarta untuk mengikuti kursus IT.

Dalam pertemuan pertama instruktur memperkenalkan secara singkat dengan internet dalam kaitan dengan materi kursusnya.

Instruktur      : Dunia kita sekarang ini sudah serba canggih. Segala sesuatu dengan mudah dapat dicari di sana. Saya mendapat keahlian ini bukan dari bangku kuliah, melainkan dari internet. Saya belajar pada Mbah Gugel (maksudnya: google). Mau cari apa saja, tinggal tanya Mbah Gugel.
Matius            : Caranya gimana, Pak? (penasaran)
Instruktur       : Kamu buka dulu google, lalu ketik apa yang mau 
                     kamu cari. Tekan enter dan Selesai!

Besoknya, ketika instruktur masuk, Matius langsung mengajukan protes.

Matius            : Anda membohongi kami. Kemarin saya buka google dan mencari apa yang mau saya cari, tapi gak ketemu-temu.
Instruktur       : Emangnya apa yang kamu cari?
Matius            : Keduabelas rekan saya yang hilang diculik di akhir masa 
                      rezim Suharto.
Instruktur       : Yah, maklumlah. Mbah Gugel juga manusia....
Jakarta, 25 Maret 2014
by: adrian
Baca juga humor lainnya:

Ramah Tamah Lustrum Maria Guadalupe Sei Bati

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Orang Kudus 30 Mei: St. Baptista Varani

SANTO BAPTISTA VARANI OSC CAP, ABBAS
Baptista lahir pada tahun 1458. Ia seorang biarawan yang pandai dan dikarunia banyak rahmat mistik. Pengalaman-pengalaman rohaninya yang dalam diabadikan dalam beberapa buku yang sangat penting bagi peningkatan iman, terutama bagi peningkatan kebaktian terhadap Hati Kudus Yesus. Pemimpin biara suster-suster Claris di Chiara, Italia ini meninggal dunia pada tahun 1524.

Renungan Hari Jumat Paskah VI - A

Renungan Hari Jumat Paskah VI, Thn A/II
Bac I   : Kis 18: 9 – 18; Injil          : Yoh 16: 20 – 23a;

Injil hari ini tak bisa dipisahkan dari bacaan Injil hari-hari sebelumnya. Karena itu topiknya masih tentang janji Yesus akan kedatangan Roh Kudus. Salah satu peran Roh Kudus itu adalah menghibur dan meneguhkan. Dalam Injil Yesus memberi pengajaran tentang paradoks dukacita dan sukacita. Intinya, Yesus mengajak para murid untuk tidak perlu takut dan cemas bila menghadapi dukacita, karena di balik dukacita ada sukacita. Yesus memberi perbandingan dengan peristiwa ibu yang melahirkan. Karena itu, dukacita harus dihadapi, bukan dihindari. Agar kuat menghadapi dukacita itulah dibutuhkan Roh Kudus.

Bacaan pertama hari ini mengungkapkan peran Roh Kudus itu bagi Paulus. Dikisahkan bahwa Paulus sedang menghadapi cobaan, bahasa lain dari dukacita. Dalam sebuah penglihatan Tuhan berkata, “Jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam!” (ay. 9). Roh Kudus hadir untuk memberi peneguhan sehingga Paulus dengan tenang menghadapi cobaan itu. Dan Paulus terus memberitakan Injil.

Sabda Tuhan hari ini mau menyadarkan kita bahwa Roh Kudus senantiasa hadir di tengah kehidupan kita. Dengan kekuatan Roh Kudus ini kita dapat menghadapai cobaan, tantangan dan derita dengan sukacita. Namun kita harus ingat bahwa Tuhan meminta kita untuk terus mewartakan-Nya dalam kehidupan kita. Sekalipun ada tantangan, kita tak perlu takut karena Roh Kudus menyertai kita.

by: adrian

Kamis, 29 Mei 2014

Orang Kudus 29 Mei: St. Maximinus

SANTO MAX(IMINUS), USKUP
Informasi tentang orang kudus ini sangat terbatas. Max(iminus) adalah Uskup di kota Trier, Jerman. Ia meninggal di pengasingan ketika dibuang bersama Santo Atanasios dan uskup-uskup lainnya karena melawan bidaah Arianisme. Ia meninggal pada tahun 346.

sumber: Iman Katolik

Ramah Tamah Lustrum Guadalupe Sei Bati, Tg Balai Karimun

Renungan Hari Raya Kenaikan Tuhan, Thn A

Renungan Hari Raya Kenaikan Tuhan, Thn A/I
Bac I : Kis 1: 1 – 11; Bac II :         Ef 1: 17– 23;
Injil       : Mat 28: 16 – 20;

Hari ini Gereja universal merayakan Hari Raya Tuhan Yesus naik ke sorga. Setelah kebangkitan-Nya, Yesus tidak langsung pergi ke sorga, meski sebenarnya Dia memiliki kemampuan untuk itu. Selama 40 hari (Kis 1: 3), Yesus hadir bersama para murid-Nya untuk memberi peneguhan. Yesus hendak mempersiapkan para murid untuk menghadapi perpisahan dengan diri-Nya. Bacaan-bacaan liturgi hari ini berbicara tentang tema ini.

Bacaan pertama secara spesifik memberikan gambaran peristiwa tersebut. Dikatakan bahwa sebelum pergi, sekali lagi Yesus mengumpulkan para murid-Nya di suatu tempat terbuka. Yesus memberi beberapa wejangan terakhir. Salah satunya adalah meminta mereka untuk tidak meninggalkan Yerusalem sebelum janji-Nya terpenuhi, yaitu Roh Kudus (ay. 4). Kemudian Yesus terangkat disaksikan para murid-Nya hingga awan menutup-Nya dari pandangan mereka (ay. 9).

Injil hari ini secara implisit membicarakan tentang perpisahan Yesus dengan para murid-Nya. Matius menceritakan bahwa peristiwa itu terjadi di sebuah bukit di Galilea (ay. 16). Sama seperti dalam bacaan pertama, Yesus juga memberikan wejangan sebelum naik ke sorga. Selain wejangan, ada juga perintah yang disampaikan-Nya, yaitu jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” (ay. 19 – 20). Cukup menarik jika diperhatikan perintah yang terakhir, mengajarkan apa yang pernah diperintahkan Yesus. Salah satu perintah Yesus adalah supaya saling mengasihi. Dengan saling mengasihi orang menjadi murid Yesus (Yoh 13: 35).

Sedangkan bacaan kedua memuat refleksi Paulus atas peristiwa Yesus naik ke sorga. Bagi Paulus peristiwa ini tidak bisa dipisahkan dari peristiwa kebangkitan. Paulus melihat adanya peran Allah dalam dua peristiwa ini. Dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus mengungkapkan hal itu dalam kata-kata, “membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di Sorga.” Karena itu, peristiwa kenaikan Yesus ke sorga hendak menunjukkan sisi Allah pada Yesus.

Perayaan Hari Raya Kenaikan Tuhan ini bukan hanya sebatas perayaan iman saja, melainkan penyadaran akan tugas kita. Perintah Yesus kepada para murid saat Dia hendak naik ke sorga merupakan juga perintah-Nya kepada kita dewasa ini. Satu hal yang menarik dari perintah-Nya adalah supaya kita mengajari sesama kita tentang cinta kasih. Karena dengan kasih ini orang lain akan menjadi murid Yesus.

by: adrian

Rabu, 28 Mei 2014

Orang Kudus 28 Mei: St. Wilhelmus

SANTO WILHELMUS, BIARAWAN
Wilhelmus adalah seorang jendral dari kaisar Karokus Agung yang berhasil menundukkan suku Bask dan merebut Barcelona dari tangan orang Arab. Setelah kemenangan ini ia menjadi biarawan. Ia mendirikan sebuah biara di Gellone, Perancis. Anehnya ialah bahwa dalam biara yang didirikannya itu, ia sendiri bekerja sebagai tukang roti dan koki. Ia meninggal dunia pada tahun 812.

Bahaya TV

MATIKAN TELEVISIMU: SEBUAH TANGGAPAN
Membaca tulisan-tulisan tentang seruan untuk mematikan televisi, kita dapat menyimpulkan bahwa televisi itu tidak baik bagi kehidupan kita. Televisi yang seharusnya menjadi media informasi dan edukasi, selain hiburan, justru menjadi “candu” yang merusak moral kepribadian kita. Tulisan-tulisan tersebut benar-benar mau menyatakan bahwa televisi itu berbahaya. Oleh karena itulah mereka berseru: ”Matikan televisimu sekarang juga!!!”

Benarkah televisi itu jahat dan tidak baik? Berbahayakah ia untuk kehidupan kita? Bila kita menyimak tulisan-tulisan itu, kita akan berani mengambil satu kesimpulan tegas bahwa televisi memang berbahaya. Data dan fakta sudah ada dan terbukti serta teruji. Jadi, kita mau apa lagi? Di beberapa daerah malah ada yang berani memasang spanduk larangan menonton sinetron dan juga tv (baca KOMPAS, 8 Feb 2009).

Mau mematikan tv? Beranikah kita?

Buah Simalangkama
Mematikan televisi bukanlah pekerjaan mudah, semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi bila televisi itu benar-benar sudah merasuk ke dalam kehidupan kita dan menjadi kebutuhan primer bagi kita. Sungguh, jaman sekarang ini televisi tak bisa dilepaskan dari kehidupan kebanyakan manusia. Karena itu, wajar saja bila tugas itu sangat berat. Kita ibarat memakan buah simalangkama

Akan tetapi, ada satu pertanyaan masih mengusik pikiran saya: apakah televisi benar-benar jahat dan buruk?

TIDAK!!! Televisi itu, dari dirinya sendiri, sebenarnya netral. Ia tidak baik juga tidak jahat. Ia bisa membawa kebaikan, bisa juga malapetaka. Itu semua tergantung pada manusia yang menggunakannya. Man behind the guns. Manusialah yang menentukan apakah televisi itu baik atau buruk; membawa berkat atau bencana. Dan sungguh ironis bahwa manusia sendiri yang membuat televisi itu buruk dan membawa bencana bagi dirinya sendiri. Sungguh amat tragis!!!

Manusia adalah kata kuncinya. Dialah penentu atas televisi, bukan sebaliknya. Dasarnya dapat kita lihat dari kisah penciptaan (bdk. Kej 1: 26 – 28). Manusia diciptakan untuk menjadi tuan atas ciptaan Allah dan (sudah pasti) atas ciptaan manusia sendiri. Jadi, terhadap televisi manusia sudah seharusnya dan sepantasnya menjadi pengendali televisi karena dia adalah ”tuan” atas televisi. Semestinya televisi yang melayani manusia bukan manusia yang melayani televisi.

Gnoti se auton, bunyi sebuah tulisan di sebuah gua di daerah Yunani yang berarti jadilah dirimu sendiri. Kalimat ini mau mengajak manusia untuk bisa mengendalikan dirinya sendiri agar bisa menjadi dirinya sendiri. Manusia terlebih dahulu harus mampu mengendalikan dirinya sendiri baru kemudian mengendalikan orang lain dan/atau sesuatu di luar dirinya.

Dalam relasinya dengan televisi, ajaran di atas bisa diterapkan. Memang kita diajak untuk bisa mengendalikan televisi. Nah, bila kita sudah bisa mengendalikan diri kita sendiri, maka otomatis kita bisa mengendalikan televisi. Kitalah yang menentukan kapan mau menonton televisi, acara apa saja yang mau ditonton, kapan kita berhenti, dll. Jadi, tidak akan terjadi kita berada di depan televisi mulai dari pagi hingga larut malam, bahkan sampai pagi lagi. Atau malah terkadang kita menonton televisi sampai televisi yang menonton diri kita (karena kita tidur di depan televisi yang masih menyala).

Bagaimana kita bisa mengendalikan diri? Pertama-tama adalah dengan mengikuti aturan-aturan yang ada, baik di asrama, sekolah ataupun di jalanan. Hidup kita tentu tak lepas dari peraturan. Nah, menjalani aturan dengan disiplin merupakan salah satu sarana latihan untuk mengendalikan diri. Contoh: ada aturan bangun tidur jam 04.30. Saat dibangunkan pada jam itu, ada keinginan kita untuk tetap terus di tempat tidur. Nah, kalau kita mau bisa mengendalikan diri, maka kekanglah keinginan untuk terus tidur dan segeralah bangun. Demikian pula dengan aturan lainnya, seperti jam belajar, saatnya berhenti olah raga dan waktunya mandi, dll.

Cara kedua adalah menumbuhkan kesadaran. Kesadaran merupakan aktivitas akal (ratio) dan hati. Untuk bisa menumbuhkan kesadaran ini, yang harus dilakukan adalah dengan cara ”mematikan keinginan” (bdk. Titus 2: 12). Sebab, seperti kata Yakobus dalam suratnya, ”Tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” (Yak 1: 14 – 15). Menumbuhkan kesadaran merupakan proses yang cukup panjang. Dan lagi-lagi mengikuti peraturan adalah langkah awal untuk itu, asal menjalani peraturan bukan karena aturan, rutinitas dan takut dimarah serta ingin dipuji, melainkan karena nilai.

Kenapa Saya Tidak Suka Televisi: Sebuah Sharing
Ketika saya masih SD saya sama sekali tak pernah menikmati televisi. Memang di rumah ada televisi, namun jarang sekali saya menontonnya. Paling cuma film Si Unyil, kartun seperti Tom & Jerry, Donal Bebek, Scobi Doo, dll. Dunia saya waktu itu adalah dunia bermain. Segala permainan anak-anak kami mainkan. Dan itu semua dilakukan di luar rumah, bahkan sampai jauh dari rumah. Mungkin sudah sifat saya suka berpetualang. Tak ada rasa takut.

Namun ada hal positif yang muncul saat itu, yaitu adanya kreativitas, persaudaraan dan inovasi. Meskipun kami anak-anak, semangat pertemanan dan kekompakan mendorong untuk berkreativitas pada hal-hal yang baru.

Waktu saya SMP dan Seminari Menengah, saya sama sekali tidak pernah bertemu dengan televisi. Dunia saya adalah belajar dan bekerja. Selingan dari itu, sekedar hiburan adalah mendengarkan radio, khususnya siaran BBC London dan ABC Australia. Sama sekali tidak ada keinginan untuk menonton televisi, kecuali film. Maka, satu-satunya hiburan waktu ini adalah nonton film dengan alat slide dan sesekali video. Mungkin 2 x setahun.

Nah, saat saya di Seminari Tinggi-lah minat nonton televisi itu muncul. Setiap ada kesempatan nonton, pasti saya sudah ada di depan televisi. Malah kalau hari libur acara nonton itu bisa sampai puas. Akan tetapi, sekalipun saya menonton sampai larut malam (apalagi acara sepak bola), tetap peraturan seminari tidak terlanggarkan. Dan satu hal lain lagi adalah bahwa acara lama (membaca dan mendengar siaran radio) tidak berhenti, meski sudah ada televisi.

Akan tetapi, setelah saya memasuki tahun terakhir di STFT (PS-2), saya mulai mendapat pencerahan. Suatu ketika saya pergi kerasulan di suatu tempat terpencil. Listrik tak ada, apalagi televisi. Waktu itu saya sedang mengikuti acara serial film di salah satu pemancar televisi. Begitu gelisahnya hati saya. Dari sinilah saya akhirnya sadar, kalau saya sudah tergantung pada televisi. Di sini saya disadarkan bahwa masih ada tepat yang belum punya televisi. Karena itu, saya mulai mengurangi ketergantungan pada televisi. Cara yang saya tempuh adalah dengan disiplin pada peraturan seminari. Karena, bagi saya, dengan mengikuti aturan hidup, saya sudah berusaha untuk mengalahkan keinginan.

Akhirnya berhasil. Ketika saya bertugas di beberapa tempat terpencil di keuskupan saya, yang semuanya belum ada listrik dan televisi, saya bisa mencurahkan perhatian saya kepada umat. Sama sekali saya tidak berpikir soal televisi. Saya bisa berkreasi dalam tugas kerasulan. Dan itu benar-benar membahagiakan.

Sampai sekarang pun saya bisa hidup tanpa televisi. Sama sekali saya tidak punya niat untuk menonton, kecuali nonton video. Tapi saya benar-benar tidak tergantung. Saya bisa ”mematikan” televisi. Apalagi dengan tidak menonton televisi berarti saya turut serta dalam proses penyelamatan planet ini dari bahaya pemanasan global serta penghematan.

Kalau tidak nonton televisi, lalu mau buat apa? Dengan apa menghibur diri? Ada banyak jalan menuju Roma. Televisi bukanlah satu-satunya sarana hiburan. Bagi orang yang tidak biasa berkreatif, tentulah menganggap televisi satu-satunya sarana hiburan. Sehingga dia akan berusaha agar di mana ia berada selalu ada televisi dan pematian televisi merupakan ”kiamat” kecil baginya. Dan untuk menggantikan perannya, saya mengembangkan budaya membaca, menulis dan mendengarkan.

Saya memang tidak suka televisi, tapi bukan berarti saya anti dengannya. Terkadang saya menonton televisi. Namun yang jelas adalah sayalah yang menentukan diri saya sendiri, bukan televisi yang menentukan saya. Ada beberapa tips baik untuk menonton dan tips ini sudah saya terapkan dalam hidup saya:
  1. pertama-tama, tentukan dahulu untuk apa kita menonton dan mau menonton apa. Ini penting agar jelas tujuannya, sehingga bila tujuan sudah tercapai, kita bisa tinggalkan televisi. Waktu saya masih di Bangka, setiap jam tanyang Naruto saya selalu berada di depan televisi; selebihnya di kamar. Sesudah itu, mulai jam 21.00 saya di depan televisi untuk menonton Bioskop TransTV.
  2. Jangan suka pindah-pindah channel. Bila kita buka dan sedang nonton acara di salah satu statiun tv, berusahalah untuk tidak menggantikan channel saat jedah iklan. Nikmatilah iklan itu sebagai huburan. Ini untuk melatih kesetiaan dan mengendalikan keinginan diri. Maka, kalau saya sedang nonton film di TransTv, maka sampai film itu selesai, saya tidak akan pernah ganti channel.
  3. cobalah untuk mencari informasi film yang akan ditayangkan.
  4. berusahalah untuk tetap mengikuti suatu acara, misalnya film. Pakailah juga otakmu untuk berpikir, menganalisa dan menilai, bukan sekedar menikmati saja. Untuk itu sangat dibutuhkan konsentrasi saat menonton dan konsentrasi identik dengan diam dan tenang serta perhatian.
  5. yakinkan dirimu bahwa iklan itu menipu agar kamu tidak terpancing dan tergoda.
Perlukah kita mematikan televisi kita? Tak perlu diragukan lagi: matikanlah televisimu sekarang juga. Jangan tunda sampai Anda menjadi budak televisi. Toh, apa yang dianjurkan dalam tulisan-tulisan itu bukanlah berarti mematikan total. Intinya adalah kita yang menentukan dan memegang kendali apakah menonton atau tidak, apa saja yang mau ditonton, sekaligus diri kita menjadi filter dalam menerima pengaruh negatif dari televisi. Persoalannya: apakah kita bisa dan mau?
Waena, 4 Feb 2009
by: Adrian



Renungan Hari Rabu Paskah VI - A

Renungan Hari Rabu Paskah VI, Thn A/II
Bac I   : Kis 17: 15, 22 – 18: 1; Injil        : Yoh 16: 12 – 15;

Hari ini Injil mengisahkan Yesus yang memberikan peneguhan kepada para murid. Yesus mengatakan bahwa Dia menjanjikan Roh Kebenaran yang akan memimpin para murid ke dalam seluruh kebenaran (ay. 13). Roh Kebenaran, istilah lain dari Roh Kudus, akan memuliakan Yesus, “sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya daripada-Ku.” (ay. 14). Peran Roh Kudus ini adalah menuntun para murid untuk menyampaikan kebenaran.

Peran Roh Kudus itu, secara implisit, terlihat dalam bacaan pertama hari ini. Dikisahkan bahwa Paulus pergi ke Athena, yang dikenal juga sebagai kota filsafat. Di sana Paulus tampil di atas Areopagus dan mewartakan kebenaran. Yang menarik adalah Paulus berangkat dari kebenaran yang sudah ada di sana, yaitu “Kepada Allah yang tidak dikenal.” (ay. 23). Dengan argumen filosofis, Paulus mencoba untuk menerangkan kebenaran di atas kebenaran itu. Namun ternyata banyak orang belum siap menerima kebenaran baru. Mereka masih terikat pada kebenaran lama. Hanya sedikit yang menerimanya.

Melalui sabda-Nya, Tuhan mau berbicara tentang Roh Kudus, khususnya Roh Kebenaran dan perannya. Roh Kudus bukan saja akan menuntun kita kepada kebenaran, melainkan juga mengajak kita untuk mewartakan kebenaran, seperti yang dilakukan Paulus. Sebagai murid Yesus, karena baptisan yang kita terima, kita terpanggil untuk senantiasa menyatakan kebenaran dalam kehidupan kita. Salah satu kebenaran adalah tentang kasih Yesus kepada umat manusia. Jadi, sabda Tuhan hari ini menghendaki kita untuk menjadi bentara kebenaran-Nya.

by: adrian