Jumat, 02 September 2022

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AN-NAJM AYAT 1 – 3

 


Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak (pula) keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut keinginannya. (QS 53: 1 – 3)

Al-Qur’an diyakini oleh umat islam merupakan wahyu Allah yang secara langsung disampaikan kepada Muhammad SAW. Hal ini bisa dipahami sebagai berikut: Allah berbicara kepada Muhammad, dan Muhammad mendengarnya. Apa yang didengar Muhammad itulah yang kemudian ditulis dan akhirnya menjadi sebuah kitab yang diberi nama Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, umat islam percaya dan meyakini bahwa apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah kata-kata Allah SWT sendiri. Karena itu, umat islam menaruh hormat yang tinggi kepada Al-Qur’an. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama artinya pelecehan kepada Allah SWT. Dan orang yang melakukan hal itu, berdasarkan perintah Allah dalam Al-Qur’an, wajib dibunuh (QS al-Maidah: 33).

Umat islam menganggap dan menilai Al-Qur’an sebagai keterangan atau kitab yang jelas, karena memang demikianlah yang dikatakan Allah sendiri. Allah telah memudahkan wahyu-Nya sehingga umat bisa dengan mudah pula memahaminya. Umumnya para ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan kata lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Qur’an. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.

Berangkat dari pemahaman ini, maka apa yang tertulis dalam surah an-Najm ayat 1 – 3 di atas merupakan perkataan langsung dan asli dari Allah SWT. Allah berbicara dan Muhammad mendengarnya. Memang kutipan ayat di atas tidak sepenuhnya murni merupakan perkataan Allah. Tiga kata yang ada dalam tanda kurung, yakni Muhammad, pula dan Al-Qur’an, bisa dipastikan merupakan tambahan kemudian yang berasal dari tangan manusia. Kalimat Allah yang sebenarnya adalah “Demi bintang ketika terbenam, kawanmu tidak sesat dan tidak keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut keinginannya.” Kalimat inilah yang disampaikan dan didengar oleh Muhammad. Sekilas kalimat Allah ini tidak ada masalah. Akan tetapi, ketika ditelaah dengan akal sehat dan membandingkan tafsir yang ada dengan konteks turunnya wahyu, maka ditemukan 2 persoalan.