Rabu, 06 Februari 2013

(Refleksi) Imam & Sakramen Tobat


REFLEKSI ATAS PANGGILAN IMAM MENJADI PELAYAN SAKRAMEN TOBAT
1. Pengantar
Rekan-rekan imam yang terkasih. Hari Rabu minggu depan adalah Rabu Abu. Artinya kita akan memasuki masa pra-paskah atau masa puasa dan tobat. Maka menjelang masa pra-paskah ini saya mengajak kita semua sebagai imam untuk merefleksikan kembali panggilan kita sebagai imam yang salah satu tugas pelayanan kita adalah melayani Sakramen Tobat. Hal ini juga berkaitan dengan tahun iman, di mana kita diajak untuk mendalami nilai-nilai ajaran iman Gereja Katolik yang telah mengalami krisis. Salah satu nilai iman yang saat ini mengalami krisis adalah Sakramen Tobat. Banyak umat kita semakin kurang menyadari pentingnya nilai Sakramen Tobat dalam kehidupan beriman. Hal ini dapat dilihat dari jumlah umat yang menerima Sakramen Tobat. Dari pengalaman pastoral yang kami alami, kebanyakan umat tidak mempunyai kebiasaan menerima Sakramen Tobat rutin. Bahkan dalam persiapan menyambut Hari Raya Natal dan Paskah juga banyak umat yang tidak menerima Sakramen Tobat. Dibandingkan dengan jaman dulu, kesadaran untuk menerima Sakramen Tobat sangat tinggi di kalangan umat. Kenyataan ini yang menjadi tantangan bagi kita para imam sebagai pelayan Sakramen Tobat.

2. Imam: Pelayan Sakramen Tobat
Setiap imam dipanggil secara khusus untuk ikut ambil bagian dalam imamat Kristus. Maka setiap imam adalah pelayan. Dengan demikian seorang imam selalu bertindak sesuai dengan ajaran dan teladan Yesus sendiri. Sebagai seorang pelayan, seorang imam harus bertindak atas nama Kristus bagi umatnya. Berkat tahbisan, imam mengambil bagian dalam imamat Kristus yang bertujuan untuk pelayanan kepada umat Allah melalui berbagai macam pelayanan demi kesucian dan keselamatan jiwa orang beriman. Salah satu tugas pelayanan penting yang diterima dari Kristus sendiri adalah pelayanan Sakramen Tobat. Yesus sendiri berkata kepada para rasul-Nya, “Jika kamu mengampuni dosa orang, dosanya akan diampuni; dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yoh 20: 22). Dengan demikian imam adalah pelayan Tuhan untuk menghadrkan belaskasih Allah kepada umat-Nya. Maka betapa pentingnya pelayanan pengakuan dosa dalam hidup imam bagi umat, karena melalui pribadinya dalam pelayanan Sakramen Tobat , umat diperdamaikan kembali dengan Allah dan Gereja.

Melalui tahbisan seorang imam menjadi sarana atau alat Tuhan untuk menghadirkan rahmat cinta kasih ALLAH bagi umat-Nya melalui pelayanan Sakramen Tobat. Rahmat tahbisan telah menjadikan seorang imam menjadi saksi dan tanda kehadiran Allah yang memberikan rahmat pengampunan kepada umat-Nya dan menerimanya kembali menjadi anak-anak kesayangan-Nya. Seorang imam dalam melaksanakan tugas pelayanan Sakramen Tobat selalu bertindak atas nama dan dalam Kristus. Maka sebagai tanda kehadiran Kristus dan saksi kehadiran Allah yang penuh belas kasih untuk mengampuni setiap orang yang bertobat dalam Sakramen Tobat, seorang imam dituntut untuk memiliki kesucian pribadi.

Namun menjadi imam tidak berarti bahwa ia terlepas dari kelemahan dan kerapuhan manusiawi. Seorang imam akan tetap hidup di dunia nyata yang penuh dengan godaan dan tantangan yang bisa membuat imam jatuh dan tidak setia. Walaupun sebagai imam, dia tetap pribadi manusia yang bisa jatuh dalam dosa. Maka dalam melaksanakan pelayanan Sakramen Tobat hendaknya juga seorang imam selalu menyadari bahwa pribadinya juga membutuhkan belas kasih dari Allah, supaya dia dapat menjadi tanda dan sarana kehadiran Allah yang menyucikan umat-Nya. Karena itu seorang imam harus mengusahakan kesucian pribadi supaya menyerupai Allah, sangatlah perlu seorang imam menerima Sakramen Tobat secara teratur. Dengan menerima Sakramen Tobat secara teratur seorang imam akan semakin menyadari panggilan dan tugas pelayanannya sebagai sarana dan tanda kehadiran Allah yang penuh belas kasih untuk mengampuni orang berdosa. Dalam Sakramen Tobat seorang imam adalah tanda dan sarana kehadiran Allah yang menyucikan manusia dan menyelamatkan orang yang berdosa yang bertobat.

Imam sebagai pelayan Sakramen Tobat akan lebih mudah menghayati pelayanannya dalam Sakramen Tobat apabila imam sendiri adalah orang pertama yang menerima Sakramen Tobat secara teratur. Pilihan pribadi untuk menerima Sakramen Tobat secara teratur sebagai sarana pertobatan penyucian diri akan memampukan seorang imam dapat memberikan pelayanan Sakramen Tobat kepada umat dengan kerendahan hati dan tulus ikhlas. Jika seorang imam tidak lagi menerima Sakramen Tobat akan sangat mempengaruhi pelayanan penggembalaannya dan hidup panggilan imamatnya.

3. Pergulatan dalam Pelayanan Sakramen Tobat
Menjadi seorang pelayan Sakramen Tobat berarti bersedia untuk mendengarkan pengakuan dosa dengan sikap yang baik dan penuh kesabaran. Sikap kerendahan hati dan cinta sebagai seorang bapa yang menerima “anaknya pulang” menjadi sikap yang sangat penting bagi seorang imam dalam melayani sakramen pengakuan dosa. Imam harus benar-benar menghadirkan dirinya sebagai sarana dan tanda kehadiran Allah yang penuh belas kasih dalam Sakramen Tobat.

Sebagai seorang imam, duduk mendengarkan pengakuan dosa bukanlah sebuah pekerjaan yang ringan, apalagi umat yang datang mengaku dosa dalam jumlah yang banyak. Dalam situasi ini kadang timbul godaan merasa jenuh dan bosan ketika melayani sakramen pengakuan dosa. Maka sering kali menjadi beban dan bahkan kerap kali juga kurang menghayati pelayanan Sakramen Tobat bagi sesama.

Kesadaran dan perhatian yang rendah dari umat untuk menerima Sakramen Tobat juga menjadi pergulatan pribadi dalam pelayanan ini. sering kita sudah membuat jadwal pelayanan pengakuan dosa bagik di gereja maupun di KBG, namun kurang mendapat perhatian dari kalangan umat dan harus menunggu lama, juga merupakan beban tersendiri sebagai pelayan Sakramen Tobat.

Hal lain yang juga menjadi pergulatan dalam pelayanan Sakramen Tobat adalah timbul kesadaran dalam diri yang juga adalah orang berdosa yang tidak pantas untuk menjadi tanda kehadiran Allah yang berbelas kasih untuk mengampuni dan menyelamatkan. Sekedar sharing pribadi: ketika mendengarkan pengakuan dosa, sering kali saya menjadi malu karena dosa-dosa yang diakukan itu ternyata juga saya lakukan. Bahkan sering terjadi saya merasa lebih berdosa daripada umat yang sedang mengaku dosa. Hal ini juga menjadi pergulatan pribadi sebagai pelayan Sakramen Tobat.

4. Refleksi Pribadi dalam Pelayanan Sakramen Tobat
Dewasa ini tidak banyak umat mempunyai kebiasaan mengaku dosa secara teratur. Sakramen Tobat baru terasa menjadi penting bagi umat adalah pada saat menjelang perayaan Natal dan Paskah. Tetapi jumlah yang mengaku dosa juga tidak sebanding dengan jumlah umat yang hadir dalam perayaan misa natal atau paskah. Di luar hari-hari besar itu amat sedikit bahkan hampir jarang umat meminta untuk menerima Sakramen Tobat. Kecuali ada persiapan untuk penerimaan sakramen krisma, komuni pertama dan pernikahan. Maka boleh dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya menerima Sakramen Tobat bagi kalangan umat semakin menurun. Dibandingkan dengan masa lalu, penerimaan Sakramen Tobat masih menjadi sesuatu yang penting dalam kehidupan beriman, bahkan pada masa lalu orang belum menerima Sakramen Tobat tidak akan menerima komuni pada saat mengikuti perayaan ekaristi hari Minggu.

Dalam pengalaman pastoral yang kami alami, kesadaran untuk mengaku dosa dari kalangan umat kita juga semakin menurun. Kesadaran untuk menerima Sakramen Tobat meningkat signifikan menjelang perayaan Natal dan Paskah. Itupun karena pelayanan Sakramen Tobat dilaksanakan di KBG-KBG. Jumlahnya memang lebih banyak dari pada pengakuan dosa dilaksanakan di gereja.

Dari kenyataan yang dihadapi ini, di mana Sakramen Tobat semakin tidak diminati oleh kaum beriman, kita sebagai imam diajak untuk bertanggung jawab atas situasi ini. kita diajak untuk berefleksi dan mengintrospeksi karya pelayanan kita dalam Sakramen Tobat. Kita para imam dipanggil dan dipilih oleh Allah untuk menjadi sarana dan tanda kehadiran Allah yang membebaskan dan menyelamatkan umat beriman dari kedosaannya, melalui pengampunan-Nya yang diberikan dalam Sakramen Tobat. Maka tugas utama kita tidak hanya menerimakan Sakramen Tobat kepada umat, tetapi mengusahakan agar umat memiliki pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya Sakramen Tobat bagi kehidupan beriman mereka sebagai sarana untuk mengusahakan kesucian hidup.

Selain itu kita juga sangat dituntut untuk memiliki penghayatan yang mendalam akan sakramen tobat untuk membaharui diri menuju kepada kesucian dan kesalehan hidup sebagai imam yang akan terpancar dalam keteladanan hidup dan pelayanan. Penghayatan yang mendalam akan rahmat Sakramen Tobat bagi seorang imam berarti sadar akan keterbatasan dan kelemahan manusiawi yang selalu jatuh dalam dosa dan berusaha untuk menerima Sakramen Tobat secara rutin untuk mencapai kesucian dan kesalehan pribadi sehingga sungguh-sungguh menjadi tanda dan kehadiran Allah bagi sesama umat beriman yang dilayani. Seorang imam sangat membutuhkan penyucian dirinya sevara terus menerus melalui rahmat Sakramen Tobat dan pengakuan agar ia sungguh menjadi tanda kehadiran Allah yang mengampuni dan menyucikan dosa-dosa umatnya untuk memperoleh keselamatan kekal. Kesadaran ini perlu dipupuk terus menerus sebagai usaha untuk menjadi pribadi yang suci sehingga benar-benar menjadi tanda dan sarana kehadiran Allah yang menyelamatkan.

5. Penutup dan Pertanyaan Refleksi Pribadi
Rekan-rekan imam yang terkasih. Minggu depan kita sudah memasuki masa pra paskah yang merupakan masa puasa dan tobat bagi kita semua. Selain itu juga dalam rangka tahun iman ini kita diajak untuk kembali mendalami dan merefleksikan kehidupan iman kekatolikan kita yang sedang mengalami krisis. Dan salah satu aspek kehidupan iman yang mengalami kemunduran adalah adanya kemunduran dalam penerimaan Sakramen Tobat.

Dari permenungan sederhana ini bisa mengajak kita sebagai imam untuk merenungkan dan merefleksikan kembali panggilan kita sebagai pelayan dalam Sakramen Tobat dalam berhadapan dengan situasi di mana kesadaran umat untuk menerima Sakramen Tobat semakin pudar di kalangan umat katolik. Pertanyaan yang muncul mengapa di zaman kita ini kesadaran umat untuk menerima Sakramen Tobat semakin berkurang (banyak umat yang enggan mengaku dosa)? Sebagai seorang imam yang merupakan pelayan Sakramen Tobat, apa tanggapan dan usaha kita untuk menanamkan dan membangun kesadaran kembali dalam kalangan umat tentang arti penting rahmat Sakramen Tobat bagi kehidupan umat beriman?

Dari pihak kita sendiri sebagai iman, bagaimana kita menghayati Sakramen Tobat dalam hidup panggilan imamat dan sebagai pelayan Sakramen Tobat?

by: Rm Eman Vengi Nivak, disampaikan pada kesempatan rekoleksi para imam kevikepan Kepri pada Selasa, 5 Februari 2013 di aula Paroki St Yosep Tanjung Balai Karimun
Baca juga refleksi lainnya:

Tentang Rasa Takut

"Untuk sukses, keinginan Anda untuk menjadi sukses harus lebih besar
daripada ketakutan Anda terhadap kegagalan"
 - Bill Cosby

Barangkali Anda tidak menyadari bahwa Anda sering merasa takut. Takut kehilangan pekerjaan, takut pernikahan tidak bertahan, takut anak Anda bergaul dengan orang yang  salah.

Ketakutan dan iman seperti tampak tidak sama, tetapi keduanya mempunyai kesamaan. Keduanya minta kita untuk mempercayai sesuatu yang tidak dapat kita lihat.

Iman berkata: percayalah pada hal yang positif. Penyakit itu tidak bersifat permanen. Hanya bersifat sementara.

Ketakutan berkata: percayalah pada hal yang negatif. Bisnis sedang merosot, Anda akan jatuh.

Jika setiap hari Anda memikirkan ketakutan-ketakutan itu berulang kali, semua itu akan menjadi kenyataan.

Ketakutan ibarat kabut. Ia seperti menutupi keseluruhan jalan, tapi sebenarnya tidak. Ketakutan terasa besar. Ketakutan seperti mengintimidasi. Ia seakan memberitahu Anda: Anda tidak akan pernah sehat, anak Anda tidak akan pernah berubah, keuangan Anda akan sulit.

Ketika ketakutan datang, balas dan katakan pada ketakutan itu dengan gagah:
"Kamu kedengaran mengagumkan. Kamu kelihatan kuat. Tetapi saya mengetahui yang sebenarnya! Tidak ada yang berarti dalam dirimu. Kamu kelihatan permanen, tetapi saya tahu kamu hanya sementara! Segala sesuatu dalam kehidupanku mungkin agak suram, tapi sebentar lagi kehidupanku akan bersinar

Anda barangkali belum melihat hari-hari yang lebih baik di masa depan, tetapi tak perlu  buang energi untuk terus merasa khawatir. Hubungkanlah diri Anda dengan Tuhan, sumber kekuasaan tertinggi, dan gunakan energi itu untuk mempercayai hal-hal positif.

dikutip dari email Anne Ahira

Orang Kudus 6 Februari: St. Paulus Miki

SANTO PAULUS MIKI, DKK, MARTIR
Pada tahun 1588, penguasa Jepang memerintahkan agar para misionaris yang berkarya di Jepang segera meninggalkan negeri itu. Mereka yang tidak mematuhi perintah tersebut akan dibunuh. Perintah itu baru terlaksana 9 tahun kemudian, yakni pada tahun 1597. Pada tahun inilah martir-martir pribumi ditangkap da disiksa.

Bersama dengan mereka itu terdapat juga 6 orang misionaris Spanyol dari Ordo Santo Fransiskus. Dari antara 20 orang martir pribumi Jepang terdapat seorang bernama Paulus Miki. Ia seorang imam Yesuit yang sangat pandai berkotbah. Ketika terjadi penganiayaan, Paulus berusia 33 tahun. Selain dia, dikenal juga dua orang guru agama, yaitu Yohanes Goto (19 tahun) dan Yakobus Kisai. Keduanya sudah diterima dalam novisiat bruder-bruder Serikat Yesus di Miako.

Penyiksaan atas mereka sungguh kejam. Telinga mereka disayat, tubuh mereka disesah hingga memar dan berdarah. Setelah itu mereka diantar berkeliling kota untuk dipertontonkan kepada seluruh rakyat.

Kepada penguasa yang menyiksa mereka Paulus Miki atas nama kawan-kawannya menulis sebuah surat, bunyinya: “Apakah dengan penyiksaan ini kalian sanggup merampas harta dan kemuliaan yang telah diberikan Tuhan kepada kami? Seyogianya kamu harus bergembira dan mengucap syukur atas kemuliaan yang diberikan Tuhan kepada kami.”

Selanjutnya Paulus Miki bersama kawan-kawannya digiring ke sebuah bukit di pinggir kota Nagasaki. Di sana sudah tersedia 26 salib. Rakyat banyak sudah menanti di sana untuk menyaksikan penyiksaan atas Paulus dan kawan-kawannya. Ayah Yohanes Goto pun ada di antara orang banyak itu untuk menghibur dan meneguhkan anaknya.

Para martir ini disesah dan disalibkan di hadapan rakyat banyak. Namun mereka tidak takut akan semua siksa ngeri itu. Dari atas salibnya, Paulus Miki terus berkotbah guna meneguhkan iman kawan-kawannya. Akhirnya lambung mereka ditusuk dengan tombak hingga mati

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Renungan Hari Rabu Biasa IV-C

Renungan Hari Rabu Biasa IV, Thn C/I
Bac I : Ibr 12: 4 – 7, 11 – 15; Injil       : Mrk 6: 1 –6

Injil hari mengisahkan penolakan orang sekampung Yesus atas pengajaran-Nya. Mereka menolak Yesus bukan karena ajaran-Nya, melainkan karena status diri-Nya. Menolak Yesus berarti juga menolak pengajaran-Nya. Jika pengajaran Yesus merupakan ajakan atau tawaran keselamatan, maka menolak pengajaran berarti menolak tawaran keselamatan.

Sungguh ironis bahwa peristiwa penolakan itu terjadi di kampung halaman Yesus sendiri, yang seharusnya menerima Dia dengan bangga. Belajar dari peristiwa inilah maka penulis Surat Kepada Orang Ibrani menulis, "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya." (ay. 5).

Kisah penolakan ini terjadi juga dalam kehidupan manusia kristen dewasa ini. Ada banyak orang mengaku diri sebagai pengikuti Yesus (sebanding dengan sekampung dengan-Nya), akan tetapi sikap, tutur kata dan perbuatannya tidak mencerminkan sebagai pengikut Yesus. Banyak orang kristen tidak mengamalkan ajaran Yesus. Inilah bentuk penolakan terhadap Yesus zaman kini.

Oleh karena itu, sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk tidak mengulangi kesalahan orang Nazaret yang menolak Yesus. Kita harus yakin bahwa Yesus adalah Juru Selamat; dan dengan keyakinan itulah hendaknya kita juga menerima dan melaksanakan ajaran-Nya, karena ajaran-Nya "memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya." (Ibr. 12: 11).

by: adrian