Kamis, 17 Oktober 2013

Pesan Paus di Hari Misi ke-87

PESAN PAUS FRANSISKUS PD HARI MINGGU MISI SEDUNIA KE-87

Saudara dan saudari yang kukasihi,

Tahun ini kita merayakan Hari Minggu Misi atau Evangelisasi menjelang penutupan Tahun Iman, yang merupakan momen penting untuk mempererat persahabatan kita dengan Tuhan dan untuk menegaskan perjalanan kita sebagai Gereja yang mewartakan Injil dengan berani. Dalam perspektif ini saya ingin mengembangkan beberapa pemikiran.
1.      Iman merupakan anugerah Allah yang berharga. Allah membuka hati kita agar kita dapat mengenal dan mengasihi Dia. Ia mau menjalin hubungan dengan kita agar kita dapat mengambil bagian dalam hidup-Nya agar hidup kita penuh makna, lebih baik dan lebih indah. Allah mengasihi kita! Akan tetapi iman itu meminta tanggapan kita, meminta agar kita berani menyerahkan diri kepada Allah, meminta agar kita mengasihi seperti Allah mengasihi, dan meminta agar kita tahu berterima kasih kepada Allah atas kerahiman-Nya yang tak terbatas.

Iman itu tidak dianugerahkan kepada orang tertentu saja melainkan kepada semua orang sebab hati semua orang ingin dikasihi Allah, ingin mengalami keselamatan dari Allah! Iman itu adalah sebuah anugerah yang tak boleh dinikmati sendiri, melainkan harus dibagikan. Jika kita tidak berbagi iman itu, kita menjadi orang kristiani yang terisolir, yang mandul dan sakit.

Pewartaan Injil adalah bagian integral dari identitas murid Kristus dan komitmen konstan yang menjiwai kehidupan Gereja. “Semangat missioner adalah tanda nyata kedewasaan komunitas gerejawi.” (Benediktus XVI, Anjuran Apostolik Verbum Domini, 95). Setiap komunitas adalah “dewasa” apabila mengakui imannya dengan bangga, merayakannya dengan penuh sukacita dalam liturgi, mewujudnyatakan kasih dan mewartakan Sabda Allah tak henti-hentinya sambil keluar dari lingkup hidupnya sendiri untuk dibawa ke “masyarakat pinggiran”, terutama kepada mereka yang belum sempat mengenal Kristus.

Konsistensi iman pada level pribadi dan komuniter diukur juga dari kemampuan berbagi iman itu dengan sesama, disebarluaskan, dijelmakan menjadi kasih, memberi kesaksian tentang Kristus kepada orang yang dijumpai dan kepada mereka yang mengambil bagian dalam perjalanan hidup bersama dengan kita.

2.      Tahun iman yang mengenangkan 50 tahun dimulainya Konsili Vatikan II, merupakan dorongan agar seluruh Gereja memiliki kesadaran baru akan kehadirannya dalam dunia zaman ini dan akan misinya di antara bangsa-bangsa. Tugas misi ini tidak menyangkut hanya secara geografis tetapi juga bangsa-bangsa, kebudayaan-kebudayaan dan pribadi-pribadi sebab “cakrawala iman” tidak hanya melintasi daerah dan tradisi-tradisi, tetapi juga hati setiap orang laki-laki dan perempuan.

Konsili Vatikan II telah menegaskan bahwa tugas perutusan misioner, memperluas cakrawala iman, adalah tugas setiap pribadi dan setiap komunitas kristiani, “Karena umat Allah hidup dalam jemaat-jemaat, terutama dalam keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki, serta dengan cara tertentu yang tampak di situ, maka adalah juga tugas jemaat-jemaat itu memberi kesaksian akan Kristus di hadapan para bangsa.” (Ad Gentes, 37).

Setiap komunitas hendaknya merasa disapa oleh Yesus sendiri ketika Ia berpesan kepada para rasul agar mereka “menjadi saksi-Nya di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kis 1: 8). Sapaan Yesus ini merupakan dimensi mutlak kehidupan kristiani, sebab kita semua diutus mewartakan Injil dengan perkataan dan perbuatan kepada semua orang.

Saya mengajak para uskup, para imam, para dewan imam dan dewan pastoral, setiap orang dan setiap kelompok yang diberi tanggung jawan dalam Gereja agar memberikan perhatian khusus kepada dimensi misioner dalam program-program pastoral dan pendidikan, sadar bahwa tugas perutusan itu belum memadai kalau tidak mencakup tanggung jawab dan tekad “memberi kesaksian akan Kristus di hadapan para Bangsa.” Dimensi misioner itu bukan sekedar sejumlah program dan kegiatan dalam kehidupan kristiani, melainkan semangat dan spiritualitas yang menjiwai semua segi kehidupan kristiani.

3.      Sering karya evangelisasi menemukan hambatan-hambatan bukan hanya dari luar, tetapi juga dari dalam komunitas kristiani itu sendiri seperti kurangnya semangat, tidak adanya sukacita, kurang minat dan lebih-lebih kurang pengharapan dalam mewartakan pesan Kristus kepada semua orang dan dalam membantu orang berjumpa dengan Kristus.

Masih ada orang yang berpikir bahwa mewartakan kebenaran Injil memperkosa kebebasan manusia. Dalam hal ini Paus Paulus VI mempunyai kata-kata inspiratif, “Tentu kelirulah memaksakan sesuatu pada hati nurani saudara-saudari kita. Tetapi mengajukan kepada hati nurani menusia kebenaran tentang Injil dan penebusan dalam Yesus Kristus dengan jelas dan dengan menghormati sepenuhnya pilihan-pilihan yang akan diambilnya nanti, … itu merupakan suatu kehormatan bagi kebebasan manusia.” (Anjuran Apostolik Evangelii Nuntiandi, 80/ EN 80).

Dengan berani dan dengan senang hati serta dengan penuh hormat hendaknya kita senantiasa mengundang orang berjumpa dengan Kristus, dan menjadi pembawa Injil-Nya. Yesus telah datang di tengah-tengah kita untuk memperkenalkan jalan keselamatan dan kita telah diberi tugas perutusan untuk mewartakan keselamatan itu kepada semua orang sampai ke ujung bumi.

Sering kita saksikan bahwa kekerasan, kepalsuan dan kesesatanlah yang dikedepankan dan yang disodorkan. Maka pada masa kini adalah sangat urgen menampilkan hidup yang baik menurut Injil melalui pewartaan dan kesaksian, dan ini hendaknya dilakukan mulai dari dalam Gereja itu sendiri. Sebab, dalam perspektif ini setiap penginjil hendaknya ingat sebuah prinsip yang mendasar bahwa Kristus tak dapat diwartakan tanpa Gereja.

Paus Paulus VI menulis, “Panginjilan bukanlah merupakan suatu kegiatan individual dan terisolir; tetapi penginjilan adalah suatu kegiatan yang secara mendalam bersifat gerejawi. Bila seorang pengkotbah di tempat paling tersembunyi, seorang katekis atau seorang pastor di tempat yang paling jauh, berkotbah tentang Injil, mengumpulkan jemaat, mewartakan iman, melayani sakramen, meskipun ia sendirian, ia melakukan suatu kegiatan gerejawi. Ia tidak bertindak atas suatu perutusan yang berasal dari dirinya sendiri atau berdasarkan suatu inspirasi pribadi, tetapi dalam kesatuan dengan perutusan Gereja dan atas nama Gereja.” (EN, 60).

Dan ini memberi kekuatan kepada misi, pun pula membangkitkan kesadaran dalam sang misionaris dan penginjil bahwa ia tak pernah sendirian, melainkan ia adalah bagian dari tubuh yang satu yang dijiwai oleh Roh Kudus.

4.      Pada masa kini, mobilitas yang sudah umum dan kemudahan komunikasi melalui media, sudah mencampuradukkan orang, bangsa, pengetahuan, pengalaman. Karena alasan kerja, keluarga-keluarga berpindah dari satu benua ke benua lain; pertukaran profesi dan kebudayaan, turisme dan fenomena serupa mengakibatkan pergerakan orang yang luas. Kadang-kadang komunitas-komunitas paroki pun merasa sulit mengenal dengan tepat dan pasti, siapa-siapa tinggal dalam satu daerah secara tetap atau hanya sementara.

Terjadi juga bahwa di daerah yang pernah terinspirasi oleh iman, bertambah jumlah orang yang merasa diri jauh dari iman, menjadi acuh tak acuh terhadap agama atau terikat dengan kepercayaan-kepercayaan lain. Tak jarang, beberapa orang beriman mengambil keputusan yang menjauhkan diri dari iman, dan dengan demikian mereka sepantasnya menerima “evangelisasi baru”. Tambahan lagi bahwa masih begitu banyak umat manusia yang belum digapai oleh Kabar Baik Yesus Kristus.

Sementara itu, kita sedang mengalami suatu masa krisis yang menyentuh banyak aspek kehidupan, bukan hanya dalam bidang ekonomi, finansial, keamanan, lingkungan, tetapi juga tentang arti kehidupan dan nilai-nilai mendasar yang menjiwainya. Kehidupan bersama ditandai oleh ketegangan dan konflik yang menimbulkan kesulitan dan ketidaknyamanan dalam mencari jalan bagi suatu perdamaian yang lestari.

Dalam sutuasi yang rumit ini, di mana cakrawala masa kini dan masa depan dikelabui oleh awan yang mengancam, menjadi lebih mendesak lagi membawa dengan gagah berani Injil Kristus. Injil ini menyampaikan warta tentang harapan, rekonsiliasi, persekutuan, kedekatan Allah dengan belaskasihan-Nya, keselamatan-Nya serta berita bahwa kasih Allah itu mampu mengatasi kegelapan kejahatan dan menuntut di jalan kebaikan. Manusia masa kini membutuhkan cahaya yang pasti yang menerangi jalannya dan ini dia  mendapatkannya hanya dalam pertemuan dengan Kristus.

Mari kita bawa ke dunia ini, melalui kesaksian dan kasih kita, harapan yang ditimbulkan oleh iman kita. Karya misi Gereja kita bukan proselitisme, melainkan adalah kesaksian hidup yang menerangi jalan, yang membawa harapan dan kasih. Gereja kita – saya ulangi sekali lagi – bukan organisasi sosial, perusahaan atau LSM: dia adalah komunitas orang-orang yang dijiwai oleh Roh Kudus, yang telah mengalami dan menghayati kekaguman perjumpaan dengan Yesus Kristus dan ingin berbagi pengalaman kegembiraan ini dan berbagi Pesan Keselamatan yang dibawa oleh tuhan. Roh Kudus lah sedang menuntun Gereja dalam perjalanan ini.

5.      Saya ingin mengajak semua agar menjadi pembawa Kabar Baik Kristus dan saya sangat berterima kasih kepada semua misionaris, laki-laki dan perempuan, kepada para imam Fidei Donum, kepada para biarawan/ti, kepada semua orang beriman yang semakin hari semakin banyak yang mendengar panggilan Tuhan dan meninggalkan tanah airnya guna melayani Injil di tempat dan kebudayaan yang berbeda. Saya ingin pula menggarisbawahi bahwa Gereja-gereja yang masih muda dengan berani mengambil komitmen untuk mengirim misionarisnya kepada Gereja-gereja yang dalam kesulitan – tak jarang kepada Gereja–gereja yang lebih tua juga – dan dengan demikian membawa semangat yang segar dan antusiasme yang menjadi ciri khas penghayatan imannya, yang memperbarui hidup dan memberi harapan. Sesuai dengan pesan Yesus “Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” (Mat 28: 19), hidup dalam setiap Gereja lokal, bagi komunitas; memberikan misionaris tak pernah menjadi suatu kerugian, sebaliknya suatu keuntungan.

Saya mendorong semua yang mendengar panggilan ini supaya menjawab dengan bangga kepada suara Roh, sesuai dengan status hidup masing-masing, dan supaya tidak takut mengikuti Tuhan. Saya ajak juga para uskup, keluarga-keluarga religius, komunitas-komunitas dan kelompok-kelompok kristiani supaya dengan visi yang luas dan disernement yang tepat, mendukung panggilan missioner Ad Gentes dan membantu Gereja-gereja yang membutuhkan imam, religius dan awam guna menperkuat komunitas kristiani. Perhatian ini seharusnya hidup juga di antara Gereja-gereja anggota suatu konferensi uskup tingkat nasional ataupun regional: sangat penting bahwa Gereja-gereja yang lebih kaya akan panggilan membantu dengan bangga Gereja-gereja yang menderita karena kekurangannya.

Saya mengajak juga para misionaris, laki-laki dan perempuan, khususnya imam-imam Fidei Donum dan awam, supaya hidup dengan gembira pelayanan mereka dalam Gereja-gereja di mana mereka bertugas dan membawa serta kegembiraan dan kekayaan iman Gereja-gereja dari mana mereka berasal, dengan mengingat Paulus dan Barnabas yang pada akhir perjalanan missioner mereka, “menceitakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka dan bahwa Ia telah membuka pintu bagi bangsa-bangsa lain kepada iman.” (Kis 14: 27). Mereka itu bisa menjadi semacam jalan untuk “mengembalikan’ iman dengan membawa keselamatan Gereja-gereja muda, supaya Gereja-gereja yang lebih tua menemukan kembali antusiasme dan kegembiraan dalam berbagi iman, dalam suatu pertukaran yang menjadi kekayaan umum dalam kemuridan Tuhan.

Uskup Roma memikul bersama dengan para uskup suatu keprihatinan terhadap semua Gereja dan keprihatinan itu menemukan suatu bentuk penghayatan dalam komitmen Karya Kepausan Misioner, yang mempunyai tujuan menjiwai dan memperdalam kesadaran misioner setiap orang beriman dan setiap komunitas. Dan ini terlaksana melalui suatu pendidikan misoner seluruh Umat Allah yang lebih mendalam, begitu pula dengan memupuk kepekaan komunitas-komunitas kristiani dalam memberikan bantuan guna memperluas Injil di dunia.

Dan sekarang hati kita terarah kepada umat kristiani di pelbagai tempat di dunia ini yang mengalami hambatan dalam mengakui iman mereka di hadapan umum, begitu pula hak untuk menghayati imannya dengan bebas ditolak. Mereka ini adalah saudara dan saudari kita, saksi yang berani – yang jumlahnya melebihi jumlah para martir abad-abad pertama – yang menanggung dengan ketekunan rasuli bentuk-bentuk penganiayaan masa kini. Tidaklah sedikit yang berani mengambil risiko terhadap hidup mereka untuk tetap setia kepada Injil Kristus.

Saya dalam doa menyatakan solidaritas saya kepada pribadi-pribadi, keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas yang mengalami kekerasan dan intoleransi dan kepada mereka saya sampaikan kata-kata Yesus yang meneguhkan hati, “Kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yoh 16: 33). Paus Benediktus XVI menghimbau agar “firman Tuhan disebarkan dan dimuliakan.” (2Tes 3: 1).

Semoga Tahun Iman ini semakin mengeratkan hubungan dengan Kristus Tuhan, sebab hanya dalam Dia-lah terdapat kekuatan untuk membangun masa depan dan hanya dalam Dia-lah terdapat jaminan kasih yang otentik dan konsisten (Surat Apostolik Porta Fidei, 15).

Saya memberkati dengan sepenuh hati para misionaris, laki-laki dan perempuan dan semua orang yang mengiringi dan mendukung misi Gereja yang mendasar ini agar pewartaan Injil dapat berkumandang di segala penjuru dunia, dan kita, pelayan Injil dan misionaris, akan mengalami “betapa menghibur dan meneguhkan pewartaan Injil.” (EN, 80).

Vatikan, 19 Mei 2013

Renungan Hari Kamis Biasa XXVIII-C

Renungan Hari Kamis Biasa XXVIII, Thn C/I
Bac I    Rom 3: 21 – 30;  Injil       Luk 11: 47 54;

Dalam bacaan pertama, Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Roma, mengatakan bahwa dosa membuat manusia “telah kehilangan kemuliaan Allah.” (ay. 23). Akan tetapi berkat kematian Yesus di salib, manusia mendapat penebusan cuma-cuma. Inilah yang hendak disampaikan Paulus. Dengan ini umat disadarkan bahwa mereka pun telah beroleh rahmat penebusan itu. Memang untuk ini dibutuhkan iman. Di sini Paulus bukan saja mau membuka kesadaran umat akan rahmat penebusan itu, melainkan juga kesadaran untuk bersyukur.

Namun, tak bisa dipungkiri, masih ada saja orang yang berusaha untuk menghalang-halangi orang lain untuk mendapatkan rahmat penebusan itu. Sikap orang seperti ini tampak dalam diri para ahli Taurat dan kaum Farisi yang dikecam Yesus. Mereka tahu akan semua itu, namun mereka tidak menyampaikannya kepada umat sehingga umat tahu. Dengan pengetahuan itu umat sebenarnya bisa memperoleh rahmat penebusan tersebut. Yang terjadi mereka justru membebani umat.

Sabda Tuhan hari ini sangat tepat diterapkan kepada hirarki Gereja dewasa kini: para uskup, imam, biarawan dan biarawati. Mereka-mereka ini adalah kelompok orang yang sudah mengetahui “rahasia” iman kita. Dan tak jarang mereka bertingkah seperti kaum Farisi dan ahli Taurat, yang menghalangi umat untuk menikmati rahmat iman. Tuhan menghendaki supaya kita yang sudah tahu akan “rahasia” iman ini hendaknya membagikannya juga kepada orang lain. Dengan demikian orang lain pun mendapatkan rahmat iman itu, yaitu penebusan. Melalui sabda-Nya, Tuhan menghendaki agar tidak ada satu manusia pun yang menghalangi rahmat penebusan Allah. Tuhan justru mengharapkan supaya kita membantu dan membuka kesempatan seluas-luasnya sehingga siapa pun dapat menikmatinya.***

by: adrian