Rabu, 26 Februari 2014
Hubungan Keluarga & Masa Bayi
BAHAYA HUBUNGAN KELUARGA PADA MASA BAYI
Perpisahan dengan
Ibu
Kecuali kalau diberi tokoh pengganti
yang stabil dan memuaskan, bayi yang dipisahkan dari ibunya akan mengembangkan
perasaan tidak aman yang ditampilkan dalam gangguan kepribadian yang dapat
merupakan dasar dari kesulitan penyesuaian diri kelak.
Gagal
Mengembangkan Perilaku Akrab
Bayi yang gagal mengembangkan
perilaku akrab dengan ibunya atau dengan pengganti ibu yang stabil, akan
mengalami perasaan tidak aman seperti apabila ia yang dipisahkan dengan ibunya.
Selanjutnya bayi tidak mengalami kegembiraan yang diperoleh dalam hubungan
pribadi yang erat. Kekurangan ini menyulitkan bayi dalam mengembangkan
persahabatan di kemudian hari.
Merosotnya
Hubungan Keluarga
Merosotnya hubungan keluarga yang hampir
selalu terjadi dalam tahun kedua secara psikologis berbahaya karena bayi
memperhatikan bahwa sikap anggota-anggota keluarga kepadanya berubah dan ia diperlakukan
secara berbeda. Akibatnya bayi biasanya merasa tidak dicintai dan ditolak,
yakni perasaan yang mengembangkan kebencian dan rasa tidak aman.
Terlampau
Melindungi
Bayi yang sangat dilindungi dan
dilarang melakukan sesuatu yang sebenarnya dapat dilakukan menjadi sangat
tergantung dan takut melakukan sesuatu yang dapat dilakukan oleh bayi lain. Nantinya
hal ini akan berkembang menjadi sangat takut pada sekolah – phobi sekolah – dan
sangat malu bila berhadapan dengan orang-orang asing.
Latihan
yang Tidak Konsisten
Metode latihan anak yang tidak
konsisten, yang dapat disebabkan karena kelemahan orang tua atau perasaan-perasaan
tidak mampu menjalankan peran orang tua, akan memberikan bimbingan yang buruk
bagi bayi. Hal ini memperlambat bayi dalam mempelajari perilaku yang besar.
Penganiayaan
Anak
Kalau orang tua tidak menyenangi
peran sebagai orang tua atau kalau terjadi pertentangan antar orang tua, maka
bayi dapat menjadi sasaran amarah atau kebencian mereka. Bayi akan diabaikan atau
dianiaya. Penganiayaan bayi lebih sering pada tahun kedua karena bayi pada saat
ini lebih menyulitkan orang tua dan ini memancing penyaluran rasa marah, benci
dan emosi-emosi buruk lainnya yang berasal dari hubungan orang tua.
sumber: Elizabeth
B. Hurlock, PSIKOLOGI
PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5).
Jakarta: Erlangga, 1980, hlm. 101
Orang Kudus 26 Februari: St. Didakus Carvalho
SANTO DIDAKUS CARVALHO, MARTIR
Didakus
lahir di Koimbra, Portugal pada tahun 1578. Walaupun masih muda, ia senang
sekali dengan kegiatan-kegiatan kerohanian Gereja, punya semangat merasul yang
tinggi serta berhasrat menjadi misionaris di tanah misi agar bisa mengalami
kejadian-kejadian istimewa seperti yang dialami oleh para
misionaris-misionaris. Cita-citanya ini tercapai pada tahun 1608, tatkala ia
tiba di Jepang sebagai seorang imam misionaris. Didakus dikenal sebagai seorang
misionaris Yesuit yang unggul. Ia baik dan ramah kepada umatnya, tidak segan
terhadap pekerjaan dan perjalanan yang sukar, dan tidak takut menderita. Semua
tantangan yang menimpanya bukan alasan untuk mengabaikan tugas pelayanannya
kepada umat demi keselamatan mereka dan demi kemuliaan Allah, sebagaimana
terungkap di dalam semboyan Serikatnya: Ad Majorem Dei Gloriam (Demi
kemuliaan Allah yang lebih besar).
Didakus
terutama mewartakan Injil di propinsi-propinsi yang belum pernah mendengar
tentang nama Yesus Kristus dan Injil-Nya, dan mendirikan Gereja di wilayah-wilayah
itu. Selain berkarya di Jepang, Didakus juga mewartakan Injil di negeri-negeri
lain. Penangkapan dan hukuman mati atas dirinya pada tahun 1624 terjadi tatkala
ia baru saja kembali dari suatu perjalanan misinya ke luar negeri.
Hukuman
mati atas dirinya berlangsung amat keji. Ketika itu musim dingin. Ia dibenamkan
ke dalam air sungai yang hampir beku. Setelah seluruh tubuhnya membeku, ia
dikeluarkan dari air untuk disesah hingga babak belur, lalu ditenggelamkan lagi
ke dalam sungai. Namun Tuhan menyertainya. Martir suci ini, meski
penderitaannya hebat menimpa dirinya, ia toh
tetap gembira dan menyanyikan lagu-lagu mazmur dan menghibur orang-orang serani
yang datang menyaksikan pelaksanaan hukuman mati atas dirinya. Setelah 12 jam
lamanya mengalami penderitaan, Didakus menghembuskan napas terakhirnya sebagai
seorang Martir Kristus yang gagah berani pada usia 46 tahun.
Renungan Hari Rabu Biasa VII - Thn II
Renungan Hari Rabu Biasa
VII, Thn A/II
Bac I : Yak 4: 13 – 17; Injil : Mrk 9: 38 – 40
Yakobus dalam suratnya, yang menjadi bacaan pertama hari ini,
kembali mengingatkan kita soal sikap sombong atau congkak. Menurut Yakobus,
sikap yang demikian adalah salah dan tidak baik. Yakobus mengajak kita untuk selalu bersikap
rendah hati. Sikap rendah hati memampukan orang untuk dapat menerima kebaikan
dari siapa saja, sekalipun kita tidak mengenalnya.
Sikap rendah hati inilah yang tidak dimiliki oleh para rasul.
Dalam Injil dikisahkan bahwa para rasul mencegah orang yang mengusir setan
dalam nama Yesus. Alasan mereka adalah karena orang itu tidak masuk kelompok
mereka. Para rasul merasa bahwa kuasa mengusir setan hanya dimiliki oleh mereka
saja, orang-orang yang masuk ke dalam kelompok Yesus. Ini adalah bentuk
keangkuhan diri. Sikap inilah yang dikritik Yesus. Tuhan Yesus mengajak para
rasul untuk bersikap rendah hati. Dengan sikap rendah hati ini mereka akan
dapat menerima siapa saja yang berbuat baik.
Semangat kelompokisme dewasa ini sangatlah kuat merasuk
kehidupan manusia. Kelompokisme itu bisa saja berwujud suku, agama, ras,
golongan, dan kelompok-kelompok lain. Sikap yang sering muncul adalah merasa
kelompoknya paling hebat, paling benar dan lain sebagainya. Sikap ini
melahirkan sikap merendahkan kelompok lain. Orang tidak bisa melihat dan
menemukan adanya kebaikan dan kebenaran dari kelompok lain. Sabda Tuhan hari
ini mau mengajak kita untuk mengikis semangat seperti ini. Tuhan menghendaki
agar kita membangun sikap rendah hati supaya mampu melihat dan menerima kebaikan
dan kebenaran dari orang lain yang mungkin tidak kita sukai.
by: adrian
Langganan:
Postingan (Atom)