Senin, 15 Desember 2014

(Pencerahan) Cinta Bisa Mematikan

CINTA ITU BISA MEMATIKAN
Tentulah orang akan merasa heran dengan judul di atas. Selama ini orang tahu bahwa cinta itu menghidupkan. Benci-lah yang mematikan. Akan tetapi, perlu juga dipahami bahwa ternyata cinta itu bisa mematikan; dan yang dimatikan itu justru orang yang dicintai.

Kita berangkat dari kisah.

Romo Ruben jatuh sakit. Oleh dokter, ia divonis sakit jatung. Menurut dokter yang menanganinya, jantung Romo Ruben lemah. Hal ini disebabkan karena penyakit yang diderita sebelumnya. Karena itu, dokter menyarankan supaya dia istirahat total. Jangan melakukan aktivitas yang membuat kerja jantung berlebihan, karena dapat menyebabkan jantung kian melemah. Harus banyak istirahat. Semua ini dapat memulihkan fungsi jantungnya kembali normal.

Umat paroki yang pernah dilayani Romo Ruben tahu kalau pastornya sedang sakit, dan saat ini sedang dirawat di rumah sakit. Mereka sangat mencintai romo ini, karena ketika masih di paroki romo ini terkenal sangat baik dan dekat dengan umat. Maka itu, informasi keberadaan Romo Ruben segera beredar dari mulut ke mulut.

Dari informasi itulah, akhirnya umat mulai berdatangan ke rumah sakit membezuk romo kesayangan umat. Berbagai kelompok dan rombongan silih berganti memasuki ruangan tempat Romo Ruben rawat inap. Hal ini membuat Romo Ruben tidak dapat istirahat. Romo Ruben tidak mau menolak kedatangan mereka; apalagi mereka semua dari jauh. Romo Ruben dengan setia melayani mereka, mengobrol bersama dan mengorbankan waktu istirahat.

Hari kedua dan ketiga tidak ada masalah. Masuk hari keempat kesehatan Romo Ruben mulai turun. Fisiknya lemah. Detak jantungnya pun melemah. Dokter dan perawat sibuk menanganinya. Dan ternyata Tuhan masih memberinya kehidupan.

Ini adalah sebuah contoh. Namun bukan tidak mungkin contoh ini jamak kita jumpai dalam kehidupan kita dengan tempat dan tokoh yang berbeda. Dari contoh ini terlihat jelas kalau ternyata cinta itu bisa membunuh. Umat sangat mencintai Romo Ruben, sehingga mereka berbondong-bondong datang menjenguk dia. Umat tidak sadar kalau Romo Ruben harus banyak istirahat. Mereka hanya tahu bahwa mereka mencintai romonya; dan salah satu ungkapan cinta itu adalah mengunjunginya.

Romo Ruben juga tahu bahwa umat mencintai dirinya. Karena itu, ia merasa sulit untuk menolak cinta mereka, yang terungkap lewat kunjungan. Bukankah setiap orang butuh dicintai, diperhatikan dan dikasihi?

Cinta itu bisa saja membunuh Romo Ruben. Boleh saja orang lantas berkata, “Kan ada rumah sakit.” Akan tetapi, cinta yang diberikan umat kepada Romo Ruben membuat proses penyembuhannya tidak berjalan dengan baik. Akhirnya Romo Ruben tetap bergelut dengan sakitnya. Bukankah ini sangat memprihatinkan?

Kita dapat mengajukan pertanyaan, apakah sebenarnya umat menghendaki romonya sakit atau sembuh? Jika kita perhatikan cerita di atas, terlihat jelas bahwa umat menghendaki supaya romonya sakit. Mereka tidak mau romonya sehat. Dan semua itu atas dasar CINTA.

Aneh bukan?
Pangkalpinang, 5 November 2014
by: adrian
Baca juga:

Renungan Hari Senin Adven III - B

Renungan Hari Senin Adven III, Thn B/I
Bac I    Bil 24: 2 – 7, 15 – 17; Injil               Mat 21: 23 – 27;

Bacaan pertama hari ini diambil dari Kitab Bilangan. Kitab Bilangan menampilkan sosok tokoh bernama Bileam bin Beor, yang menyampaikan pesan Tuhan. Dikatakan bahwa suatu ketika Roh Tuhan merasuki dirinya sehingga ia berkata-kata, yang adalah pesan Tuhan sendiri. Satu hal yang menarik dari perkataan Bileam, yang biasa disapa sebagai orang yang terbuka matanya, adalah ramalannya akan kedatangan Tuhan Yesus. Bileam berkata, “Aku melihat dia, tetapi bukan sekarang; aku memandang dia, tetapi bukan dari dekat; bintang terbit dari Yakob,…” (ay. 17).

Injil hari ini menampilkan tanya jawab antara Tuhan Yesus dengan para imam kepada dan tua-tua bangsa Yahudi. Mereka mempertanyakan asal kuasa yang dimiliki Tuhan Yesus. Pertanyaan mereka dijawab Tuhan Yesus dengan pertanyaan tentang sumber baptisan Yohanes Pembaptis. Tuhan Yesus akan menjawab pertanyaan mereka jika mereka terlebih dahulu menjawab pertanyaan-Nya. Dikatakan bahwa para imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi tidak menjawab pertanyaan Yesus. Bukan berarti mereka tidak tahu jawabannya, melainkan karena mereka tidak siap menerima konsekuensinya. Sebenarnya hal yang sama juga dengan pertanyaan mereka terhadap Tuhan Yesus. sebenarnya mereka sudah tahu, tapi pura-pura tidak tahu karena belum siap menerima konsekuensinya.

Sikap para imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi bertentangan dengan sikap Bileam. Sekalipun ia rebah, namun matanya tetap tersingkap. Karena itu, Bileam disebut orang yang terbuka matanya. Sehingga apa yang diketahuinya disampaikannya. Sementara imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi tidak mau memberitahu sekalipun sudah tahu. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk bersikap seperti Bileam. Hendaklah mata hati kita tetap terbuka untuk melihat ketimpangan di sekitar kita. Kita jangan menutup diri akan apa yang terjadi di kehidupan kita. Kita harus bersuara.

by: adrian