Selasa, 28 Februari 2017

MEMAHAMI TENTANG RABU ABU

Besok adalah hari Rabu. Umat Kristen Katolik mengenal hari Rabu besok dengan nama Rabu Abu, karena dalam liturgi, entah ibadat sabda maupun perayaan ekaristi, umat akan menerima abu di dahinya. Penerimaan abu merupakan tanda tobat dan puasa. Jadi, dengan kata lain, hari Rabu besok umat Kristen Katolik memasuki masa puasa, atau biasa disebut masa prapaskah.
Seorang teman muslim pernah kaget ketika mendengar bahwa umat Kristen Katolik juga mempunyai tradisi “bulan puasa” seperti mereka. Sama seperti saudara-saudari muslim berpuasa sebagai persiapan menyambut Hari Raya Idul Fritri, demikian pula umat Kristen Katolik berpuasa sebagai persiapan menyambut Hari Raya Paskah. Antara Idul Fitri dan Paskah pun memiliki kemiripan pesan, yaitu mengajak umatnya untuk menjadi baru atau fitri.
Akan tetapi, ada perbedaan dalam masa puasa ini. Jika umat muslim akan selalu gembar-gembor soal puasa ini, umat Kristen Katolik akan tenang-tenang saja. Hal ini sejalan dengan nasehat Tuhan Yesus (lihat Matius 6: 1, 16 – 18). Selain itu, pada masa puasa umat Kristen Katolik ini harga-harga kebutuhan pokok di pasar tidak mengalami kenaikan; berbeda dengan saat bulan puasa islam.
Tulisan “Memahami tentang Rabu Abu” mencoba menjelaskan tentang alasan, makna dan tujuan dari hari Rabu Abu itu sendiri. Dengan membacanya, kita sedikit tahu tentang satu tradisi yang ada di Gereja Katolik. Lebih lanjut mengenai isi tulisan ini, silahkan baca di: Budak Bangka: Memahami tentang Rabu Abu

KONVALIDASI PERNIKAHAN DALAM GEREJA KATOLIK

Definisi Konvalidasi Perkawinan
Konvalidasi pernikahan artinya adalah menjadikan suatu pernikahan yang sudah ada, diakui (diberkati) oleh Gereja Katolik. Pasangan yang memohon diberikannya konvalidasi pernikahan adalah karena pasangan itu Katolik (minimal salah satu Katolik) namun menikah di luar Gereja Katolik. Ketentuan Gereja Katolik adalah agar sebuah pernikahan diakui oleh Gereja Katolik, pernikahan itu harus dilakukan di Gereja (kecuali jika sudah diberikan dispensasi ataupun izin) agar pernikahan dapat dikatakan sebagai sah dan sesuai dengan ketentuan (licit) menurut hukum Gereja Katolik.
Apa Maksud Diadakan Konvalidasi Pernikahan?
Di mata Gereja Katolik, jika minimal salah satu dari pasangan adalah Katolik, namun pernikahan dilakukan di luar Gereja Katolik, maka pernikahan tersebut tidak memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai pernikahan yang sah secara kanonik. Untuk memperbaiki keadaan ini, pasangan perlu menghadap pastor paroki. Pasangan perlu membuktikan bahwa mereka memasuki pernikahan yang non-kanonik itu tanpa maksud mengelabui/mengakali. Kedua pihak perlu menunjukkan kesungguhan hati/pertobatannya atas kesalah-pahamannya dan perbuatannya yang keliru dan bahwa mereka menghendaki agar ikatan pernikahan tersebut “berlaku selamanya dan eksklusif (hanya melibatkan pasangan suami dan istri itu saja)” dan yang melaluinya mereka “dikuatkan dan sebagaimana seharusnya, dikuduskan bagi tugas-tugas dan martabat status mereka [sebagai pasangan suami istri] oleh sakramen yang khusus” (KHK Kan. 1134). Inilah maksud diadakannya konvalidasi pernikahan
Konvalidasi pernikahan ini ada, karena Gereja Katolik sangat menjunjung tinggi makna pernikahan yang merupakan penggambaran kasih Kristus kepada Gereja-Nya. Karena itu, pasangan yang menikah selayaknya mengesahkan pernikahan mereka menurut ketentuan Gereja yang digambarkannya, agar mereka sungguh mengambil bagian dalam memberikan kesaksian kepada dunia akan ikatan kasih Kristus kepada Gereja, yang sifatnya monogam dan tak terceraikan. Dengan disahkannya pernikahan menurut ketentuan Gereja Katolik, maka pihak yang Katolik dapat kembali menerima sakramen-sakramen Gereja.
Di Hadapan Siapa Konvalidasi Pernikahan Diadakan?

Senin, 27 Februari 2017

KONTRADIKSI DALAM HIDUP

Semua orang tentu sepakat bahwa hidup manusia itu tidaklah selalu berjalan mulus. Dalam kehidupan pasti ada pertentangan, dimana pertentangan itu bukan hanya berasal dari luar saja melainkan juga dari dalam. Pertentangan dari dalam itu terjadi pada diri setiap manusia. Sumbernya ada dalam diri manusia. Mungkin dalam dunia freudian ini disebut dengan istilah pertarungan antara id dan superego.
Di dalam dunia religius (agama), hal ini dikenal dengan sebutan pertarungan antara kebaikan dan kejahatan; antara kebenaran dan ketidak-benaran; antara setan dan malaikat. Pertarungan ini tidak hanya terjadi di luar diri manusia, tetapi juga di dalam hidup manusia itu sendiri.
Inilah yang dimaksudkan dengan kontradiksi dalam hidup. Dalam hidup setiap manusia selalu terjadi kontradiksi antara keinginan dan realitas; antara harapan dan fakta. Misalnya, seorang pelajar tentulah berkeinginan menjadi siswa teladan dan berprestasi dalam pendidikan. Akan tetapi, dalam kenyataannya keinginan itu tidak diwujud-nyatakan dengan tindakan. Atau dengan kata lain, tindakannya bertentangan dengan keinginannya. Contohnya, malas belajar, sibuk bermain, bergaul dengan orang-orang yang tak benar, dll.
Contoh lain lagi. Seorang bapak berharap supaya anaknya bisa sekolah sampai tingkat yang tinggi. Namun, dalam kehidupan hariannya ia sibuk berjudi, mabuk-mabukan, hidup boros, dan ditunjang dengan tidak adanya perhatian terhadap pendidikan anaknya. Hal ini bisa dikatakan bahwa tindakan-tindakannya dalam hidup bertentangan dengan harapan dan keinginannya.

Jumat, 24 Februari 2017

Kedekatan dengan Pemimpin

Setiap orang tentu punya keinginan untuk bisa dekat dengan pemimpin, orang yang berkuasa. Pemimpin di sini selalu dikonotasikan dengan kekuasaan. Karena itu, dekat dengan pemimpin dimengerti juga dengan dekat dengan kekuasaan. Ada banyak alasan orang berkeinginan untuk dekat dengan pemimpin ini. Salah satunya adalah mendapatkan privilese atau keistimewaan.
Tulisan “Kedekatan dengan Pemimpin” mencoba mengulas masalah ini. Sangat menarik bahwa penulis tidak hanya merefleksikan topik ini dari sudut pemimpin duniawi saja, melainkan juga mengaitkannya dengan pemimpin spiritual seperti Gereja. Hal ini terlihat dari gambaran awalnya, yaitu pengalaman perjumpaan dengan orang yang mengutarakan soal kedekatan dengan pemimpin daerah (baca: bupati).
Tak bisa dipungkiri, masalah kedekatan dengan penguasa ini terjadi juga dalam kehidupan menggereja. Banyak umat berusaha untuk dekat dengan “penguasa” Gereja, baik di tingkat keuskupan, yayasan keuskupan maupun paroki. Di sini mau dikatakan bahwa kehidupan Gerejawi tak jauh beda dengan kehidupan duniawi.
Lebih jauh mengenai tulisan ini, silahkan baca di: Budak Bangka: Kedekatan dengan Pemimpin

Kamis, 23 Februari 2017

KETIKA HAWA CEMBURU

Tidak biasanya Adam pulang ke rumah malam. Biasanya jam 18.00 dia sudah ada di rumah. Namun tidak dengan hari ini. Sudah jam 19.00 Adam tak kelihatan batang hidungnya. Di rumah Hawa sudah lama menanti dengan cemas dan gelisah.
Sekitar pukul 19.30 Adam muncul di depan rumah. Dia langsung disambut omelan Hawa.
Hawa : Kamu kencan dengan cewek lain, ya?
Adam : Cewek lain? Kamulah isteri saya satu-satunya. Tidak ada yang lain. Kamu adalah satu-satunya cewek di bumi ini.
Hawa tidak langsung percaya dengan penjelasan Adam. Dia sudah dibakar api cemburu.
Hawa : Angkat bajumu!
Hawa memberi perintah, yang membuat Adam bingung. Namun akhirnya Adam mengikuti saja apa yang diminta sang isteri. Adam mengangkat baju bagian bawah ke atas sehingga terlihat jelas tubuhnya. Tak lama kemudian dia merasakan ada yang menyentuh-nyentuh rusuknya, membuat Adam sedikit geli.
Adam : Apa yang kamu kerjakan?
Hawa : Aku sedang menghitung tulang rusukmu, apakah ada yang hilang atau masih utuh.
edited by: adrian
Baca juga humor lainnya:
Untung Gak Pake Celana Dalam

Selasa, 21 Februari 2017

PENGHORMATAN & PENGHARGAAN KEUTUHAN CIPTAAN DEMI KESEJAHTERAAN HIDUP BERSAMA

Pengantar
“Mewujudkan Hidup Sejahtera” menjadi garapan tema Gerakan APP tahun 2012 – 2016. Hidup sejahtera berarti hidup dalam kebenaran,damai dan sukacita. Ketiga faktor ini merupakan nilai fundamental Kerajaan Allah yang akan meresapi dan mewujud dalam tatanan kehidupan konkret manusia seturut dimensi hidupnya. Dimensi hidup manusia, sebagai makhluk individu (religius) yang hidupnya terarah kepada Allah, akan bertumbuh dan berkembang dalam perjumpaannya di tengah-tengah umat manusia (masyarakat) dan lingkungan hidupnya (alam semesta) sebagai makhluk sosial.
Mewujudkan hidup sejahtera menjadi arah dan tujuan hidup manusia. Panggilan dan tanggung jawab hidup manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial terungkap dan terwujud dalam kerja. Kerja sebagai pengungkapan diri (individu) dan sekaligus menjadi sarana yang efektif untuk melawan kemiskinan dan menuju kesejahteraan hidup (bdk. Amsal 10,4), serta mempraktekkan suatu belarasa yang dapat diwujudkan dengan berbagi hasil kerja dengan mereka yang berkekurangan (bdk. Effesus 4,28). Kerja sebagai wujud keluhuran martabat manusia. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kerja itu suci dan untuk mencapai kesucian, manusia harus belajar sepanjang hidup. Kesucian kerja itu dinyatakan dengan mengolah dan mengelola hidup sebagai karunia dan rahmat Allah yang ditujukan untuk mencapai kepenuhan kesejahteraan hidup bersama. Proses pergulatan hidup manusia untuk mengolah dan mengelola hidup sebagai rahmat dan karunia Allah akan melahirkan daya hidup sebagai daya juang untuk hidup pantang menyerah. Daya hidup yang dimaksud adalah ketekunan, keuletan dan kesabaran yang akhirnya akan mendasari dalam proses mewujudkan kemandirian dan keberlanjutan kesejahteraan hidup. Hal ini, sudah menjadi pengolahan bersama dalam Gerakan APP Tahun 2012 – 2016.
Kemandirian dan keberlanjutan hidup sejahtera terarah pada kesejahteraan hidup bersama. Kesejahteraan hidup bersama mencakup hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam ciptaan dan manusia dengan Allah. Kesejahteraan hidup bersama terbangun dalam keutuhan ciptaan. Pembaharuan dan perubahan hidup terus menerus dalam memandang keutuhan ciptaan sebagai bagian utuh kesejahteraan hidup manusia menjadi tema sentral dalam Gerakan APP Tahun 2017 – 2019, “Penghormatan dan Penghargaan Keutuhan Ciptaan Demi Kesejahteraan Hidup Bersama”. Hal ini melanjutkan Gerakan APP Tahun 2012 – 2016 “Mewujudkan Hidup Sejahtera”.
Dasar Perumusan Gerakan APP

KELUARGA BERWAWASAN EKOLOGIS

Pengantar
Manusia menjadi pusat dan sekaligus tujuan dari pembangunan. Pembangunan yang merusak lingkungan, juga akan merusak manusia. Dalam Evengelii Gaudium, Paus Fransiskus mengingatkan bahwa alam itu rapuh dan tidak mempunyai kemampuan untuk membela diri terhadap eksploitasi yang dilakukan; oleh manusia. Paus juga mengingatkan bahwa manusia bukan hanya sebagai pengguna alam semesta, tetapi manusia juga harus sekaligus berperan sebagai penjaga dan pemelihara alam semesta. Oleh karena itu, keberhasilan suatu pembangunan sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia menjadi kunci penting untuk menuju kesejahteraan hidup. Sumber daya alam yang melimpah di Indonesia akan dapat dimanfaatkan dengan baik dan benar (berkeadilan dan berkeutuhan ciptaan) jika diimbangi dengan sumber daya manusia yang bermutu. Salah satu cara untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan pendidikan.
Proses pendidikan berawal dari dan dalam keluarga. Dalam pesan hari kedamaian sedunia, Sri Paus Yohanes Paulus II tanggal 1 Januari 1994 menegaskah dan mengingatkan kembali pentingnya keluarga sebagai ruang dan tempat untuk menumbuhkembangkan pendidikan yang berkualitas. Keluarga, sebagai persekutuan pendidikan yang fundamental dan esensial, merupakan sarana yang pertama dan paling istimewa untuk mewariskan nilai-nilai agama dan budaya yang membantu manusia untuk memahami realitas dirinya sebagai bagian dari seluruh ciptaan. Karena didirikan atas dasar cinta kasih dan terbuka bagi anugerah kehidupan, keluarga dalam dirinya sendiri berisikan masa depan masyarakat; dan tugasnya paling khusus ialah untuk secara efektif memberikan sumbangan untuk masa depan yang penuh damai. “Keluarga adalah sal dasar masyarakat, di mana kita meskipun berbeda, belajar hidup bersama orang lain dengan menjadi milik satu sama lain; keluarga juga merupakan tempat di mana orangtua mewariskan iman kepada anak-anak mereka” (Evangelii Gaudium art.66).
Sejalan dengan hasil Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia (SAGKI) ke-4 tahun 2015, yang merefleksikan keluarga Katolik sebagai sukacita Injil; Panggilan dan perutusan keluarga Katolik dalam Gereja dan masyarakat Indonesia yang majemuk, gerakan APP Tahun 2017 mengambil fokus gerakan “Keluarga Berwawasan Ekologis”, sebagai tema tahun pertama dari tema tiga tahunan Gerakan APP tahun 2017 - 2019, “Penghormatan dan Penghargaan Keutuhan Ciptaan Demi Kesejahteraan Hidup Bersama".
Gerakan APP Tahun 2017, “Keluarga Berwawasan Ekologis” mempunyai sasaran dan tujuan untuk membangun dan mewujudkan perubahan dan pembaharuan iman umat:
1. Menghormati dan menghargai alam semesta sebagal sumber dan penyangga keberlangsungan hidup seluruh ciptaan.
2. Menyadari fungsi dan peran manusia sebagai bagian dari keutuhan ciptaan yang bertanggung jawab dalam menjaga dan memelihara, mengolah dan mengelola alam semesta sebagai rumah bersama.

Senin, 20 Februari 2017

KICAU BURUNG HILANG: Sebuah Cerpen

Kenapa pembangunan selalu mengorbankan rakyat kecil? Demikian satu pertanyaan kecil yang ditampilkan dalam cerpen yang sangat pendek ini; bisa juga disebut dengan istilah cermin (Cerita Mini). Dari pertanyaan ini pembaca sudah langsung mengetahui alur ceritanya. Namun, jika pembaca berpikir begitu berarti pembaca sedikit keliru. Cerpen ini memang sangat pendek, tapi banyak akan tema dan pesannya.
Alur ceritanya sederhana dan sangat menarik. Karena sangat pendek, pembaca dapat langsung melahapnya dalam waktu singkat. Dan karena sederhananya, pembaca dapat langsung menangkap pesannya. Namun satu hal yang menarik dari cerpen ini, akhir cerita ini terkesan terbuka sehingga pembaca dapat berimajinasi sendiri untuk membuat ceritanya.
Penasaran dengan ceritanya? Langsung saja klik di sini: Budak Bangka: (C E R P E N) Kicau Burung Hilang

Sabtu, 18 Februari 2017

MEMAHAMI KEBIJAKAN DONALD TRUMP

Setelah dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengeluarkan beberapa kebijakan yang dinilai banyak orang sangat kontroversial. Salah satu kebijakan itu adalah larangan memasuki Negara Amerika Serikat bagi imigran dari 7 negara islam. Ketujuh negara itu adalah Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman. Tidak menunggu waktu lama, aksi protes pun melanda beberapa lokasi di Amerika. Mereka menentang kebijakan Trump tersebut. Tak kalah menarik, dunia pun mengecamnya.
Ada kesan bahwa mereka yang protes hanya sekedar protes, dan menilai bahwa aksi protes menggambarkan aspirasi seluruh rakyat Amerika. Padahal, sebuah suvei merilis bahwa lebih dari separuh rakyat Amerika setuju dengan kebijakan tersebut. Di samping itu, kebijakan Trump itu bukanlah kebijakan permanen. Penerapan larangan itu memiliki batasan toleransi waktu. Artinya, larangan itu tidak berlaku selamanya; bahkan tidak sampai 1 tahun. Akan tetapi, pihak yudikatif mengambil keputusan membatalkan kebijakan Trump tersebut.
Satu pertanyaan atas masalah ini adalah KENAPA. Kenapa Trump mengeluarkan kebijakan larangan itu, dan kenapa segelintir warga memprotesnya? Tak bisa dipungkiri bahwa dasar tindakan kedua pihak ini (Trump dan warga anti) adalah kemanusiaan. Trump mau membela kemanusiaan warga Amerika, sedangkan warga membela kemanusiaan universal. Warga memakai pola pikir awam, yaitu belas kasih mendahului kejadian; sementara Trump memakai pola pikir militer, yaitu sedia payung sebelum hujan, mencegah lebih baik daripada kejadian.
Yang menjadi dasar kebijakan Trump adalah terorisme. Karena itu, setelah keluar keputusan dari pengadilan yang membatalkan kebijakan pemerintah itu, Trump langsung menyatakan bahwa jika ada aksi teroris di Amerika, pihak pengadilanlah yang pertama kali disalahkan. Lewat kebijakan larangan itu, Trump mau melindungi warga Amerika dari bahaya terorisme. Karena itu, sebelum muncul aksi teror yang merugikan warga dan negara, adalah bijak jika dicegah terlebih dahulu. Salah satu tindakan pencegahannya adalah dengan melarang imigran dari 7 negara islam.
Dalam kebijakan larangan itu Trump bukan anti islam atau orang islam, sebagaimana yang sering disuarakan banyak pihak. Trump anti terhadap terorisme bukan islam, meski islam tak bisa dipisahkan dengan terorisme. Sikap Trump ini terlihat bahwa dia masih menjalin relasi dengan negara-negara islam lainnya. Negara Arab Saudi dan Uni Emirat Arab tidak dikenakan larangan masuk ke Amerika Serikat. Trump mengantisipasi politik perang Kuda Troya. Kemanusiaan dan belas kasih adalah Kuda Troya bagi umat muslim radikal untuk masuk ke Negeri Paman Sam ini. Dan kita semua tahu bagaimana kelanjutan kisah Kuda Troya.
Memang, dalam kebijakan Trump tersebut akan muncul kesan bahwa islam itu adalah agama teroris. Namun, kiranya kesan ini tidaklah terlalu berlebihan. Mark Gabriel pernah berkata, “Islamlah yang ada di balik terorisme, bukan muslim. Muslim adalah korban. Bahkan anak-anak muda berusia 19 tahun yang membajak pesawat dan terbunuh saat itu – mereka adalah korban. Penjahatnya adalah islam.”

Selasa, 14 Februari 2017

Sejarah Valentine Day

Setiap tanggal 14 Februari dunia muda mudi menjadi ceria. Yah, maklum tanggal tersebut merupakan tanggal istimewa bagi kaum muda. Hari itu dikenal dengan hari kasih sayang. Orang, khususnya kaum muda, merayakannya. Akan tetapi, Agama Islam melarang umatnya merayakan hari raya valentine day. Mungkin karena tidak ada tradisi/ajaran kasih dalam ajaran islam sehingga terasa aneh jika merayakannya. Atau juga mungkin karena hari raya itu berasal dari tradisi kafir.
Umat dari agama lain sama sekali tidak melarang umatnya merayakan hari raya valentine day. Hal ini didasarkan karena agama-agama lain ini mempunyai ajaran kasih. Yang dilarang adalah penyalahgunaan ajaran kasih. Jadi, dengan merayakan valentine day umat diajak untuk melaksanakan ajaran kasih, sebagaimana yang diajarkan dalam agamanya.
Sekalipun menyadari bahwa valentine day bukan berasal dari tradisi agamanya, agama-agama lain, kecuali islam, tetap memberi kebebasan kepada umatnya untuk merayakan hari raya valentine day. Tulisan berikut ini mencoba menampilkan sejarah singkat valentine day dan bagaimana sikap Gereja Katolik terhadapnya. Lebih lanjut mengenai tulisan ini silahkan baca di: Budak Bangka: Sejarah Valentine Day

Sabtu, 11 Februari 2017

SIAPA PENISTA ULAMA: AHOK ATAU MUI?

Pada tanggal 27 September 2016 lalu, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama atau biasa disapa Ahok, mengadakan kunjungan dinas ke Kepulauan Seribu. Dalam kunjungan kerja itu, Ahok menjalaskan program kerja sama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Sekolah Tinggi Perikanan. Dalam pidato penjelasannya itu, keseliplah pernyataan yang menjadi heboh bagi umat islam Indonesia. Pernyataan yang bermasalah itu berbunyi: “Jadi, jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak pilih saya. Dibohongin pakai surat al maidah ayat 51, macam-macam itu. Itu hak bapak itu.”
Menyaksikan tayangan video pidato Ahok itu, setelah menyelesaikan kalimatnya itu, umat Kepulauan Seribu, yang mayoritasnya beragama muslim tidak menampakkan reaksi marah atau tersinggung. Malah ada yang tepuk tangan dan tertawa. Reaksi berbeda ditunjukkan oleh orang-orang di luar Kepulauan Seribu, salah satunya MUI. Pada 11 Oktober 2016 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa Ahok telah melakukan penistaan agama dan ulama.
Atas fatwa yang dikeluarkan MUI ini, KH Ma’ruf Amin, selaku Ketua MUI, menjelaskan bahwa Ahok telah melakukan penistaan karena Ahok menyebut kandungan dari surah al maidah itu sebuah kebohongan. Pernyataan Ahok ditafsirkan bahwa surah al maidah dan para ulama telah berbohong.
Tulisan ini tidak membahas soal penistaan agama, melainkan lebih fokus pada penistaan ulama. Pertanyaan dasarnya adalah siapa yang sebenarnya melakukan penistaan ulama, apakah Ahok atau justru MUI sendiri.
Sebuah Analogi

Kamis, 09 Februari 2017

Hedonisme & Kaum Muda


Tulisan ini mengangkat tema hedonisme dan kaum muda. Dalam tulisan singkat ini, pembaca diinformasikan apa itu hedonisme dan bagaimana dipahami dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjelaskan topik ini, penulis mengambil beberapa pendapat dari para filsuf ternama.
Yang menarik dari tulisan ini adalah bahwa tulisan ini tidak hanya berhenti pada pemaparan makna saja, melainkan pada konsekuensi dan harapannya. Memang tulisan ini leboh ditujukan kepada kaum muda, akan tetapi kalangan tua dan anak-anak tidak haram untuk membacanya. Pesan tulisan ini berguna bagi siapa saja, tanpa dibatasi usia, suku, ras dan agama.
Satu pesan singkat dari tulisan ini adalah supaya manusia menampilkan citra dirinya sebagai makhluk sosial; adanya aku karena dan demi sesamaku. Lebih lanjut mengenai tulisan ini silahkan baca sendiri di: Budak Bangka: Hedonisme & Kaum Muda

Sabtu, 04 Februari 2017

PAUS FRANSISKUS: TANGGAPILAH KEKERASAN DGN KASIH KRISTUS

Paus Fransiskus berdoa untuk mengakhiri kekerasan setiap hari dan kebrutalan yang dilakukan oleh ekstremis fundamentalis di Timur Tengah. “Penderitaan Anda adalah penderitaan kami.saya bergabung bersama Anda dalam doa untuk mengakhiri konflik dan kedekatan Allah kepada mereka yang telah mengalami begitu banyak penderitaan, terutama anak-anak, orang sakit dan lansia,” kata Paus kepada wakil-wakil dari Gereja-gereja Ortodoks Timur, 27 Januari.
Para wakil tersebut berada di Roma untuk pertemuan Komisi Bersama Internasional untuk Dialog Teologis antara Gereja katolik dan Gereja-gereja Ortodoks Timur, yang meliputi Gereja-gereja denan komunitas terbesar di Suriah, Irak dan seluruh Timur Tengah. Gereja-gereja Ortodoks Timur secara resmi berpartisipasi dalam dialog tersebut adalah Gereja Koptik, Gereja Suriah, Gereja Armenia,Gereja Ethiopia, Gereja Eritrea dan Gereja Ortodoks Malankara Suriah.
Berdoa untuk mengakhiri konflik, Paus Fransiskus mengatakan ia merasa solider dengan semua mereka yang terkena dampak, khususnya yang paling rentan dan ia juga berdoa bagi “para uskup, imam, pria dan wanita tertahbis, dan umat awam yang telah diculik, disandera atau diperbudak.”
Situasi seperti itu berasal dari “penderitaan tragis berakar dalam konteks kemiskinan akut, ketidakadilan sosial dan pengucilan masyarakat, karena ketidakstabilan diciptakan oleh kepentingan partisan, sering dari tempat lain, dan dengan konflik sebelumnya yang telah menyebabkan situasi membutuhkan, budaya dan spiritual dimana orang menjadi mudah untuk dimanipulasi dan dihasut untuk melakukan kebencian,” ujarnya.
“Dimana pun kekerasan melahirkan lebih banyak kekerasan dan menaburkan kematian, tanggapan kita harus menjadi ragi dari Injil, menghindari strategi kekuasaan, memungkinkan buah kehidupan muncul dari tanah gersang dan berharap untuk fajar setelah malam teror.”

Jumat, 03 Februari 2017

SERAKAH PERAN: Sebuah Pencerahan

Sangat menarik membaca tulisan ini. Sungguh memberi pencerahan. Satu hal yang menarik dari tulisan ini adalah judul kecilnya, yaitu SOMBONG + SERAKAH = SINGLE FIGTHER. Dari judul ini pembaca dapat mengambil kesimpulan bahwa single figther merupakan kombinasi dari sikap sombong dan serakah. Single figther sendiri adalah suatu karakter atau kepribadian orang yang mau bekerja sendiri tanpa pernah mau meminta bantuan dan/atau melibatkan orang lain.
Tulisan ini memang mengangkat kisah kehidupan rumah tangga, bagaimana single figther terjadi di sana. Karena dalam budaya timur bapak/suami adalah kepala rumah tangga, maka peran single figther ini terlihat dalam dirinya. Sekalipun mengambil contoh kehidupan rumah tangga, sebenarnya fenomena ini dapat ditemukan dalam kehidupan manusia lainnya. Karena itu, tulisan ini mengajak para pembaca untuk bercermin dari kehidupan single figther rumah tangga ini.
Satu hal yang mau disampaikan lewat tulisan ini adalah akibat buruk dari single figther. Lebih lanjut mengenai tulisan ini silahkan baca di: Budak Bangka: (Pencerahan) Serakah Peran

Rabu, 01 Februari 2017

ISLAM, TOA DAN TERORISME

Di penghujung bulan Juli lalu Kota Tanjung Balai Asahan membara. Sekitar 6 rumah ibadah (vihara dan klenteng) dibakar oleh massa islam yang marah karena merasa agamanya dilecehkan. Peristiwa ini berakar pada TOA. Seperti yang sudah diketahui publik, menjelang shalat isya, seorang perempuan Tionghoa bernama Meliana (41 tahun) meminta agar pengurus masjid Al Maksum yang ada di lingkungannya mengecilkan volume TOA tersebut.
Sesudah shalat isya, sejumlah jemaah dan pengurus masjid mendatangi rumah Meliana. Ia dan suaminya kemudian dibawa ke kantor lurah ( bayangkan, 2 orang minoritas, China pula, berada di tengah gerombolan jemaah islam). Suasana memanas sehingga kedua orang itu akhirnya “diamankan” ke Polsek Tanjung Balai Selatan. Tak lama sesudah itu terjadilah aksi anarki.
Semuanya berawal dari TOA. Ada apa dengan TOA? Tentulah semua orang sudah tahu jawabannya. Suara TOA sangat membisingkan. Ibu Meliana merasa terganggu dengan suara-suara yang keluar dari TOA itu. Mungkin bukan cuma ibu Meliana saja. Ada orang lain juga yang merasa terganggu, tetapi baru Ibu Meliana yang berani meminta pengurus mengecilkan volume TOA. Mungkin, setelah peristiwa ini umat agama lain tidak mau ambil resiko, karena terbukti niat baik melahirkan malapetaka. Dan tanpa disadari, umat islam telah mencoreng agamanya sendiri. Saya tak tahu apakah umat islam menyadari semua hal ini atau tidak.
Saya melihat keberadaan TOA ini tak jauh bedanya dengan teroris. Malah, dalam satu titik, keduanya bisa disamakan. Sebagaimana teroris menganggu ketenangan, demikian pula TOA. Ia sungguh menggangu orang yang membutuhkan ketenangan. Suara yang keluar dari TOA sungguh sangat membisingkan.
Masalah TOA sebenarnya bukan baru ada saat rusuh melanda Tanjung Balai Asahan. Dan bukan juga berarti setelah kerusuhan itu reda, masalah itu pun hilang. Pada bulan Juni 2015 lalu Wakli Presiden Jusuf Kalla pernah melarang masjid memutar kaset mengaji karena menyebabkan “polusi suara”. Jelas, yang dimaksud polusi itu adalah kebisingan yang dilahirkan dari TOA. Hingga kini pun masalah TOA itu masih ada.