Senin, 26 Maret 2018

MENGENAL PERKAWINAN CAMPUR DALAM GEREJA KATOLIK

Agak miris mendengar berita orang katolik meninggalkan imannya karena pernikahan campur. Memang menikah adalah hak setiap orang. Setiap pribadi punya hak untuk menikah dengan siapa saja. Ada sesuatu yang ideal bahwa pernikahan itu terjadi di antara orang-orang seiman. Namun kita tak bisa menutup mata akan terjadinya perjumpaan antar manusia yang beda keyakinan. Perjumpaan itu dapat berakhir pada pernikahan.
Ketika masih pacaran, awalnya masing-masing pihak kukuh pada keyakinannya. Namun entah bagaimana, seringkali pihak katolik mudah mengalah dan akhirnya mengikuti kemauan pasangannya. Mereka dengan mudah meninggalkan imannya yang sudah didapatnya sejak kecil. Semangat militan untuk mempertahankan kekatolikan sangat lemah, ditambah minimnya pengetahuan akan iman katolik.
Padahal, terkait dengan perkawinan campur, hanya Gereja Katolik saja yang memberikan solusi bijak, yaitu menghormati keyakinan iman pasangan yang bukan katolik. Bentuk hormat itu terlihat dari tidak memaksakan pihak non katolik untuk masuk katolik. Gereja melarang kita untuk memaksa orang masuk katolik karena pernikahan. Semangat ini sejalan dengan semangat Kristus dan Para Rasul yang tertuang dalam dokumen Dignitatis Humanae. Dengan menikah di Gereja Katolik, pihak yang non katolik tidak harus masuk katolik. Hal ini berbeda dengan agama lain, yang meminta pihak lain harus ikut keyakinannya.
Oleh karena itu, kaum muda katolik hendaknya menggunakan solusi yang ada dalam Gereja Katolik. Jangan tinggalkan Gereja dan Kristus hanya demi pernikahan. Menikahlah secara katolik, karena dengan demikian masing-masing pihak akan tetap dengan imannya. Tinggal bagaimana membangun sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan yang ada.
by: adrian