Jumat, 05 November 2021

TANGGAPAN ATAS KRITIK TERHADAP “USTAD ASAL MANGAP”

 


Pro kontra itu hal biasa. Dalam kehidupan, argumen pro kontra selalu muncul menyikapi suatu pernyataan atau keputusan. Misalnya saja ketika pemerintah memutuskan untuk memindahkan ibukota negara ke Kalimantan, ada banyak yang memuji sikap berani dan bijak Presiden Jokowi, namun tak sedikit juga yang mengkritiknya. Atau ketika PON di Papua, Jokowi turun bermain dengan anak-anak Papua dan keesokannya berbaur dengan mama-mama di pasar, selain banjir pujian ada juga yang mengkritiknya. Itulah realitas kehidupan.

Ada banyak dasar dari sikap pro dan juga kontra, mulai yang tak masuk akal sehat hingga masuk akal sehat. Biasanya, sikap pro muncul karena sealiran atau suka dengan orang yang mengeluarkan pernyataan, sedangkan sikap kontra muncul karena sakit hati atau tidak suka dengan orang yang mengeluarkan pernyataan itu. Dasar ini tentulah membuat orang tak bisa secara jernih menilai sebuah pernyataan. Kebenaran dan kebaikan dinilai hanya berdasarkan selera atau suka atau tidak suka. Ketika suka kepada seseorang, maka apa pun yang dikatakannya akan selalu dinilai baik dan benar, sementara jika tidak suka, maka maka apa pun yang dikatakannya akan selalu dinilai jahat dan buruk.

Memang, tidak semua orang mendasarkan penilaiannya atas dasar suka atau tidak suka. Masih ada yang mendasarkan pada akal sehat. Misalnya argumen-argumen yang mengkritik ceramah keagamaan beberapa ustad. Sebagaimana diketahui, ada banyak ustad yang ceramah keagamaannya dirasakan menggangu akal sehat. Ustad-ustad ini biasanya dilabeli “ustad asal mangap”. Cobalah search di youtube dengan kata kunci ustad asal mangap, maka akan muncul sekitar 6 video.

Namun yang menariknya adalah tak satu pun kritik terhadap “ustad asal mangap” ini datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), baik di tingkat pusat maupun provinsi. Sikap “diam” MUI ini dengan mudah dapat dimaknai sebagai sikap setuju terhadap isi ceramah ustad tadi. Sikap setuju MUI ini bisa diartikan bahwa ceramah keagamaan ustad tadi sudah sesuai dengan ajaran islam. Bukankah MUI akan “hadir” bila ada yang salah terhadap pengajaran islam? Sebagai contoh, ketika ribut dengan buku “5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia”, MUI hadir saat pembakaran buku dibakar oleh pihak Gramedia. Karena itu, jika ceramah ustad tadi sudah benar secara islam, sangatlah tidak tepat jika ustadnya sebuat asal mangap.