Kamis, 13 Desember 2018

KUNCI RELASI SUAMI ISTRI TETAP BERGAIRAH


Banyak pasangan suami isteri mengalami kejenuhan kehidupan suami isteri setelah sekian tahun. Romantisme masa pacaran mulai pudar, malah ada yang sudah lenyap. Dan tak jarang, situasi ini menjadi biang konflik. Padahal mengembalikan gairah antara suami isteri tidak harus selalu memakan biaya. Sesuatu yang sederhana kadang efektif mengembalikan gairah yang memudar.
Perlu disadari bahwa pada waktu masih pacaran, cowok dan cewek selalu ingin tampil menarik di depan kekasihnya. Cowok berusaha agar terlihat macho dan perhatian, sementara cewek akan berjuang menjadi terlihat cantik. Akan tetapi, setelah menikah, menjadi ibu rumah tangga, orang sering merasa tak punya waktu dan tenaga untuk memperhatikan penampilan dan tampil dengan daster dan rambut awut-awutan.
Psikolog dan pakar hubungan yang juga pemilik lembaga konseling relasi Passion Smiths di London, Madeleine Mason, menegaskan tampil menarik bukan berarti harus terlihat bak model. “Salah satu klien pria saya pernah berkata bahwa dia tidak menuntut isterinya langsing. Dia hanya ingin isterinya rapi, enak dilihat. Itu membuat si suami merasa senang dan dihargai juga,” jelas Mason.
Dengan rambut tersisir rapi, menggunakan pakaian yang sepantasnya dan wangi, selain menyenangkan suami, juga akan membuat diri kita nyaman. “Wanita yang nyaman dengan dirinya, peluang keharmonisan pernikahannya lebih besar,” ungkap Mason.
Jadi, tetaplah menjaga penampilan. Sesekali dalam momen khusus, boleh berdandan sedikit berbeda untuk memberi kejutan kepada pasangan.

BAGAIMANA BISA TUDUK JIKA SUAMI.....

Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, menasehati para istri ”Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan” (Ef 5: 22). Kenapa Paulus menasehati para isteri begitu? Dasarnya adalah suami itu sebagai kepala rumah tangga. Refleksi Paulus ini menjadi dasar refleksinya pada relasi Gereja dan Kristus. Gereja adalah kita, umat Allah. Kita diajak untuk tunduk kepada Kristus, karena Dia adalah kepala Gereja.
Ada kesan, nasehat Paulus ini tidak adil. Kenapa isteri yang harus tunduk kepada suami? Seharusnya suami juga harus tunduk kepada isteri, karena suami isteri itu setara.
Menjadi persoalan lain adalah bagaimana isteri bisa tunduk jika suaminya bertindak yang tidak pantas. Misalnya, suami selingkuh, suka bersikap kasar (KDRT), suka berjudi, dll. Inilah yang sering dipertanyakan banyak isteri. Gimana bisa saya tunduk kepada suami jika dia menyakiti hati saya dengan perselingkuhan, kekerasan, perjudian atau narkoba. Tentulah para isteri sepakat bahwa jika suaminya bersikap atau berlaku seperti itu, mereka tidak pantas harus tunduk.
Ketika Paulus memberikan nasehatnya itu kepada para isteri, Paulus tahu siapa itu kaum pria, yang dikenal sebagai suami. Paulus  sadar bahwa tidak ada manusiaa yang sempurna. Para suami juga tak luput dari kelemahan dan kekurangan. Mereka juga mudah jatuh ke dalam dosa, seperti  perselingkuhan, kekerasan, perjudian, narkoba atau dosa lainnya. Namun, sekalipun tahu bahwa suami itu punya kelemahan dan kekurangan, tetap para isteri harus tunduk kepada suami.
Sikap tunduk kepada suami ini bukan berarti mengamini prilaku buruk dan jahat yang telah melukai hati-prasaan isteri. Sikap tunduk diberikan saat suami tampil positif. Namun berarti ketika suami tampil negatif, isteri menjadi tanduk. Artinya, di saat suami tampil negatif, seperti perselingkuhan, kekerasan, perjudian atau narkoba, isteri jangan malah menanduk suami, tapi tetap tunduk. Dan dalam sikap tunduk itu, isteri hendaknya melaksanakan perannya yang paling dasar, yaitu penolong.
Kitab Suci menyatakan bahwa manusia mempunyai tiga penolong dalam hidupnya, yaitu Tuhan, Roh Kudus dan wanita. Tuhan sebagai tentulah bukan hal yang baru. Ada banyak kutipan kitab suci yang menyatakan hal tersebut. Roh Kudus sebagai penolong didasarkan pada janji Tuhan Yesus, “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.” (Yoh 14: 16). Dan penolong itu adalah Roh Kudus. Bagaimana dengan wanita? Kenapa wanita berperan sebagai penolong? Kita harus merujuk pada kisah penciptaan. Setelah menciptakan Adam, Allah masih merasa ada yang kurang. Karena itu, Allah menjadikan wanita sebagai penolong (Kej 2: 17 - 22).
Kiranya hal ini menjadi dasar kenapa isteri yang harus tunduk kepada suami, sekalipun suaminya tampil menyakitkan hati. Panggilan dasar seorang wanita adalah penolong. Karena itu, sekalipun suami menyakitkan hati dengan perbuatan-perbuatan yang tidak benar, seorang wanita harus menolongnya supaya kembali kepada yang benar. Dengan ini, wanita telah mengembalikan peran suami sebagai kepala rumah tangga, sehingga dengan demikian isteri akan tunduk kepadanya. Isteri menjadi penolong sehingga suami menemukan potensi baik dalam hidupnya.
Villa Pancawati, Sukabumi, 04 Agust 2018
by: adrian

PAUS FRANSISKUS: ORANG YANG TIDAK MAU MEMBERI ADALAH BUDAK HARTA


Hidup adalah untuk mencintai, bukan untuk mengumpulkan harta, demikian ungkap Paus Fransiskus. Dalam kenyataan, arti yang sebenarnya dan tujuan kekayaan adalah menggunakannya untuk melayani orang lain dengan penuh kasih dan mempromosikan martabat manusia, lanjut Paus Fransiskus pada 07 November lalu kepada umat yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus.
Dunia cukup kaya dalam sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar semua orang. “Namun masih banyak orang hidup dalam kemiskinan dan kekurangan sumber daya – digunakan tanpa pertimbangan – terus memburuk. Tapi hanya ada satu dunia! Ada satu kemanusiaan!” papar Paus Fransiskus.
“Kekayaan dunia saat ini berada di tangan segelintir orang, sebagian kecil, dan banyak orang menghadapi kematian ekstrem dan penderitaan,” kata Paus Fransiskus. Paus melanjutkan rangkaian kotbahnya tentang Sepuluh Perintah Allah, yang berfokus pada perintah: “Jangan mencuri”, yang mencerminkan rasa hormat terhadap milik orang lain.
Namun, orang Kristen juga harus membaca perintah Allah dalam terang iman dan doktrin ajaran sosial Gereja, yang menekankan pemahaman bahwa barang ciptaan diperuntukkan bagi seluruh umat manusia. Katekese Gereja Katolik mengajarkan bahwa tujuan universal ‘primordial’ dari barang-barang tidak mengurangi hak orang atas harta pribadi. Namun kebutuhan untuk mempromosikan kebaikan bersama juga membutuhkan pemahaman dan penggunaan harta pribadi secara tepat.
“Tidak ada yang mutlak menguasai sumber daya,” jelas Paus Fransiskus, yang mencerminkan “makna yang positif dan lebih luas dari perintah: ‘jangan mencuri’. Pemilik adalah benar-benar pengatur atau pelayan barang, yang tidak boleh menganggap ‘eksklusif untuk dirinya sendiri tetapi umum, untuk orang lain juga, dalam arti bahwa mereka dapat menguntungkan orang lain maupun dirinya sendiri,” jelas Paus Fransiskus mengutip katekismus. Barang-barang material yang dimiliki membawa tanggung jawab.
Jika kelaparan ada di dunia, papar Paus Fransiskus, itu terjadi karena hasrat untuk mencari keuntungan ekonomi yang muncul pertama, misalnya, menjaga harga permintaan tetap tinggi makanan dibuang. Apa yang kurang adalah naluri bisnis yang bebas dan berwawasan jauh ke depan yang menjamin produksi yang memadai dan perencanaan yang adil, yang menjadi distribusi yang adil.