Markus adalah mantan seminari, tapi tidak sampai tamat. Karena keterbatasan
uang sekolah, ia akhirnya memutuskan untuk mundur. Selepas dari seminari, ia
merantau ke Jakarta. Berbagai profesi sudah digelutinya, sampai akhirnya di
menjadi sopir Mikrolet.
Suatu hari, seorang imam naik mikrolet yang dikemudikan Markus. Dari kaca
di atas sopir, Markus terus memperhatikan penumpang istimewanya itu. Dia merasa
mengenal orang tersebut. Ketika mobil berhenti sebentar hendak menaikkan
penumpang, Markus meminta penumpang istimewanya itu maju ke depan, duduk di
samping sopir.
Setelah duduk di samping, Markus berkata sopan, “Anda pastor, kan?”
Imam itu sedikit kagum atas tepatnya tebakan sang sopir. “Koq, kamu
tahu?”
“Tampak dari cara naiknya,” ujar Markus diselingi sebuah
senyuman. “Romo, sepertinya wajah romo tak asing bagi saya.” Markus
memulai percakapan sambil menyetir mikroletnya menyelip-nyelip mobil-mobil
lain. “Kalau tak salah, nama romo adalah Matius, kan?”
“Lho, kamu ini siapa? Koq tahu?” Romo Matius, yang merupakan
penumpang istimewa mikrolet itu semakin penasaran.
“Romo, kita dulu satu seminari menengah. Saya keluar kelas 2.” Markus menjelaskan beberapa hal penting yang bisa menjadi pengingat. Dan ternyata memang mereka merupakan sahabat lama waktu seminari menengah itu. Akhirnya ceritapun mengalir sampai tukaran nomer HP.