Selasa, 04 Juli 2017

PAUS FRANSISKUS: MENGASIHI BERARTI TURUT MENDERITA

Karya belas kasihan bukan untuk meringankan hati nurani seseorang, tetapi merupakan tindakan untuk turut menderita dengan orang-orang yang menderita. Berbelas kasihan kepada orang lain tidak hanya berarti berbagi rasa sakit namun juga mengambil resiko untuk mereka. Demikian ungkap Paus Fransiskus saat misa pagi di Domanus Sanctae Marthae pada 5 Juni.
“Pikirkan di sini di Roma, di tengah perang. Beberapa orang, dimulai dengan Pius XII, mengambil resiko untuk menyembunyikan orang Yahudi sehingga mereka tidak akan terbunuh, sehingga mereka tidak akan dideportasi. Mereka mempertaruhkan nyawa mereka! Itu karena karya belas kasih untuk menyelamatkan nyawa orang-orang,” papar Paus Fransiskus.
Homili Paus Fransiskus terfokus pada bacaan pertama hari itu, dari Kitab Tobit, yang menceritakan bagaimana penulisnya, salah satu dari orang Israel di pengasingan, berduka cita atas kematian seorang kerabat yang dibunuh dan menguburkannya, sebuah tindakan yang dilarang pada saat itu.
Sebuah karya belas kasihan, seperti yang dilakukan Tobit, bukan hanya “perbuatan baik sehingga saya bisa menjadi lebih tenang, sehingga saya tidak ada beban,” tetapi ini adalah cara untuk “bersimpati dengan rasa sakit orang lain,” jelas Paus Fransiskus. “Berbagi dan bersimpati tidak bisa dipisahkan. Seseorang yang tahu bagaimana berbagi dan bersimpati dengan masalah orang lain adalah belas kasihan,” tambah Paus Fransiskus.
Tobit tidak hanya mempertaruhkan nyawanya dalam melanggar hukum, dia juga mengalami cemoohan oleh rekan-rekannya sesama orang Israel. Untuk melakukan pekerjaan balas kasihan, Paus Fransiskus menjelaskan, “berarti selalu memanggung ketidaknyamanan.”
“Itu membuat kita tidak nyaman,” tegas Paus Fransiskus. “Tapi Tuhan menanggung ketidaknyamanan bagi kita: Dia dipaku di kayu salib untuk memberi kita selamat.”
sumber: UCAN Indonesia